*Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa
Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.
Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan
Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun
Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb
"Putuskan hubunganmu dengan pedagang ikan itu, apa yang diharapkan dari seorang penjual ikan?" ujar Gani mengultimatum anaknya."Tapi Pa ....""Tidak ada tapi-tapian, Juriah! Pernikahanmu dengan Farid tinggal menghitung hari, paham?!" bentak Gani, laki-laki keturunan Arab yang berprofesi sebagai ASN itu mengakhiri sarapannya.“Ria, turuti apa kata papamu ya Nak, siang ini kita akan ke bridal gown untuk ukur gaun pernikahanmu nanti,” pujuk Zubaidah-istri Gani kepada Juriah-anaknya.Juriah tidak menjawab, dia hanya menunduk sambil mengaduk-aduk nasi goreng buatan sang mama, selera makannya tiba-tiba sirna kala teringat dalam beberapa pekan lagi dirinya akan menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.Konon pria itu bernama Farid, seorang pemuda lulusan sebuah universitas di Kairo Mesir. Ayah Juriah dan ayahnya si Farid adalah sahabat lama, selain itu mereka sama-sama keturunan dari salah satu suku di negeri Arab. Agar garis keturunan suku tersebut tidak terputus maka mereka h
Gani mengemudikan mobil dalam kecepatan tinggi menuju terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi, dia sudah menduga Juriah pastilah pergi dengan pemuda penjual ikan di pasar tradisional itu.Sejak mengetahui kedekatan sang putri dengan si penjual ikan, Gani menentang dan melarang keras mereka berhubungan. Berkali-kali Gani mengingatkan Juriah untuk menjaga jarak dengan pemuda mana pun, karena sesungguhnya Juriah telah dijodohkan dengan Farid-putra sahabatnya yang tengah menempuh pendidikan di Kairo Mesir.Sebelumnya Juriah selalu patuh pada aturan Gani, sampai kemudian Gani mengetahui kalau diam-diam Juriah kerap melakukan pertemuan dengan seorang pemuda bernama Ardi. Mengenai asal usul dan latar belakang keluarga pemuda itu, Gani tidak mencari lebih jauh lagi karena dia pikir semua itu tidaklah penting.“Di sana, Pak!” tunjuk si mamang, Gani menepikan mobilnya di depan salah satu loket Bus.Kepada petugas loket, Gani menyebutkan ciri-ciri anaknya dan bertanya apakah gadis dengan ciri-cir
"Gasiang batali jo kain kafan, di patang kamih malam jumaaik. Gasiang tangkurak nan den mainkan, putuihnyo gasiang putuih makrifat.¹"Di sebuah ruang sempit dan pengap, seseorang tengah memutar gasing yang terikat tali di kedua belah jari tengah tangan kanan dan kirinya.Gasing tangan tersebut berputar di atas bara pedupaan yang terus mengeluarkan asap putih pekat berbau kemenyan."Gasiang tangkurak, bawoklah pasan. Jikoknyo lalok, tolong jagokan. Jikoknyo tagak, suruh bajalan. Di siko kini denai nantikan.²"Orang itu kembali melafalkan mantra dengan mulutnya, sementara gasing terus berputar dengan kencang seiring kelincahan tangannya menarik ulur tali pengikat."Tolonglah japuik, japuiklah bawok. Suruhnyo sujuik di kaki denai, jikok tak namuah tanggang matonyo, tanggang salero bianyo rasaik. Datang sijundai bianyo gilo, siang jo malam mancari denai.³"Puih!Orang itu menyemburkan bubuk kemenyan dari mulutnya ke atas bara menyala, kembali asap putih pekat membumbung ke udara menebarka