Share

Bukan Sebab Cinta Ditolak
Bukan Sebab Cinta Ditolak
Penulis: SanSan954

Bagian 1

Penulis: SanSan954
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-10 14:37:10

"Putuskan hubunganmu dengan pedagang ikan itu, apa yang diharapkan dari seorang penjual ikan?" ujar Gani mengultimatum anaknya.

"Tapi Pa ...."

"Tidak ada tapi-tapian, Juriah! Pernikahanmu dengan Farid tinggal menghitung hari, paham?!" bentak Gani, laki-laki keturunan Arab yang berprofesi sebagai ASN itu mengakhiri sarapannya.

“Ria, turuti apa kata papamu ya Nak, siang ini kita akan ke bridal gown untuk ukur gaun pernikahanmu nanti,” pujuk Zubaidah-istri Gani kepada Juriah-anaknya.

Juriah tidak menjawab, dia hanya menunduk sambil mengaduk-aduk nasi goreng buatan sang mama, selera makannya tiba-tiba sirna kala teringat dalam beberapa pekan lagi dirinya akan menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.

Konon pria itu bernama Farid, seorang pemuda lulusan sebuah universitas di Kairo Mesir. Ayah Juriah dan ayahnya si Farid adalah sahabat lama, selain itu mereka sama-sama keturunan dari salah satu suku di negeri Arab. Agar garis keturunan suku tersebut tidak terputus maka mereka harus menikah dengan sesama suku mereka.

Juriah tentu saja galau bukan kepalang, usianya masih dua puluh tahun, belum terlalu tua untuk buru-buru menikah. Pernah dia beralasan hendak kuliah dan menunggu lulus baru menikah, sebagai penolakan perjodohan yang dirancang sang papah. Namun, Gani berkilah bahwasanya Juriah bisa tetap melanjutkan pendidikannya setelah menikah.

Pernah pula Juriah berkata terus terang, bahwa dirinya telah memiliki seorang kekasih, alih-alih sang papah mengerti, yang ada Gani malah murka dan menyuruh memutuskan hubungannya itu.

“Sudah sejak dulu Papa ingatkan, jangan berpacaran karena itu mendekati zinah, mengapa kau melanggar?” hujat Gani penuh kemarahan.

Dalam keluarga Gani pacaran memang dilarang, tidak ada istilah berpacaran, kalau sudah siap maka menikah adalah jalan terbaik dalam membina sebuah hubungan. Itulah mengapa pernikahan Juriah telah dirancang oleh Gani dengan sebaik-baiknya, mulai dari mencarikan bakal calon suami yang berasal dari silsilah keluarga terbaik, ekonomi menengah ke atas, sampai latar pendidikan berbasis keagamaan.

Setelah drama di meja makan saat sarapan usai, Juriah naik ke lantai atas menuju kamarnya. Di dalam kamar gadis itu menghubungi seseorang, “Aku mau kita ketemu sekarang,” tulisnya pada pesan singkat.

“Aku sedang di pasar, Sayang.” Balas orang yang dikirimi pesan.

“Pernikahanku semakin dekat, aku tidak mau dan aku maunya sama kamu.” Tulis Juriah lagi.

“Ya sudah kamu ikut aku pulang ke kampung kalau begitu,” tawar orang yang dikirim pesan.

“Terserah ke mana saja, yang penting kita bersama,” tulis Juriah lagi, sebelah tangannya meraba perut sendiri.

“Pergilah ke loket Bus Antar Kota Antar Provinsi, kita bertemu di sana,” balasan pesan masuk ke ponsel Juriah.

Gadis itu bergegas mengganti pakaiannya, tidak banyak barang yang dibawa, dia hanya membawa dompet, ponsel, dan satu stel pakaian ganti. Pelan-pelan Juriah keluar dari kamar, terlihat pintu kamar orang tuanya terbuka sedikit. Juriah mengintip, tampak Zubaidah tengah menghitung tumpukan uang di atas kasur.

Juriah berlari tanpa suara menuju tangga, gadis itu menuruni tangga dengan tergesa dan akhirnya dia sampai di halaman. Tampak sopir keluarganya duduk santai di kursi taman, “Mang, anterin aku dong,” pinta Juriah seraya masuk ke mobil.

“Mau ke mana, Neng?” tanya pak sopir.

“Ke loket bus,” jawab Juriah singkat.

Sang sopir tidak banyak tanya, ia langsung masuk dan menghidupkan mesin kendaraan, lantas meluncur menuju tempat yang disebutkan sang anak majikan.

Sepanjang jalan, Juriah tak henti mengulum senyum. Kenangan bersama sang kekasih terus bermain di matanya, “Biarlah aku kabur sementara, nanti juga mama sama papa pasti akan luluh setelah aku dan Ardi menikah, mereka pasti akan menerima Ardi setelah tau bagaimana baiknya pemuda itu,” gumam Juriah di dalam hati.

Perkenalan Juriah dan Ardi terjadi sekitar enam bulan yang lalu, cinta langsung tumbuh di hati sang gadis sejak pertama berkenalan. Sosok Ardi yang tampan, lembut, dan penuh perhatian telah membuat Juriah terpikat. Pemuda bernama Ardi itu memanglah seorang perantau, tetapi Juriah kagum mengetahui Ardi sangat bertanggung jawab.

“Ayahku telah wafat, maka itu aku tidak meneruskan sekolah, lebih baik aku merantau mencari uang untuk menyambung hidup ibu dan adik-adikku.” Cerita Ardi di awal-awal perkenalan mereka.

Seringnya berkomunikasi lewat telepon dan pesan singkat, membuat keduanya sepakat menjalin hubungan lebih dari sekedar teman. Diam-diam di sela-sela waktu kuliahnya, Juriah kerap singgah dan menghabiskan waktu di kamar kos Ardi. Seperti kata orang tua-tua, jika laki-laki dan perempuan berdua-duaan maka orang ketiganya adalah setan. Dimulai sekedar bertukar cerita, saling pegang tangan, sampai kemudian keduanya lupa daratan.

Pemuda tampan bernama Ardi itu menarik Juriah ke pelukannya, dilumatnya bibir ranum milik si gadis. Juriah meremas pinggang si pemuda, menikmati sensasi yang didapat dari sang kekasih. Sepasang remaja lupa diri, tubuh Juriah didorong jatuh ke atas kasur lantai. Gadis itu pasrah, saat si pemuda melucuti pakaian yang melekat di badannya. Dua remaja berlainan jenis bergumul mesra mengarungi lautan dosa, mendaki puncak terlarang yang seharusnya belum halal mereka lakukan.

Keduanya terkulai bersimbah keringat dan cairan dosa, setelah hampir satu jam bergulat melepaskan hasrat. Awalnya Juriah merasakan sakit, malu dan menyesal. Namun, setelah itu dia menjadi candu dan begitulah akhirnya kegiatan tersebut kerap mereka ulang di setiap kesempatan.

“Aku takut,” keluh Juriah sekali waktu saat dia baru saja mendapatkan cerita dari sang mama tentang rencana perjodohannya.

"Kenapa? Aku gak akan ke mana-mana, aku tidak akan tinggalkan kamu, percayalah. Kalau mau aku pun siap melamar kamu." Ujar sang kekasih mencoba untuk menenangkan Juriah.

Juriah menarik napas panjang, dan menghembuskannya secara perlahan. "Papa menjodohkan aku dengan orang lain, dan menyuruh aku mengakhiri hubungan kita," Juriah menyampaikan apa yang dikatakan papanya tentang rencana pernikahan dirinya yang telah dirancang.

Ardi mengeratkan pelukannya, seolah takut Juriah lepas dari genggaman.

"Aku mohon, jangan tinggalkan aku, Ria. Kita menikah ya, bilang sama papamu, aku siap melamar kamu."

"Aku juga mau bilang itu, tapi lidahku kelu. Aku takut, sampai tidak mampu bersuara."

"Lalu, apa kamu akan menerima perjodohan itu, Ria? kamu sudah aku miliki, kita telah melakukan semuanya, suami kamu pasti tidak akan terima kamu dalam keadaan begini," bisik Ardi, dia menatap mata gadis yang ada dalam pelukannya.

Sungguh sebagai seorang laki-laki Ardi merasa dirinya kejam karena telah merampas mahkota Juriah, tetapi dia tidak dididik untuk menjadi laki-laki bajingan. Dia berniat menikahi gadisnya, menjadikan gadis itu istri bukan sekedar memetik sari bunga sang dara lalu pergi begitu saja.

"Bagaimana kalau kita lari saja?"

Pertanyaan Juriah membuyarkan pikiran Ardi, sesaat kemudian pemuda itu menggeleng. “Tidak, aku akan datang ke rumahmu, aku akan meminangmu sebagai ksatria,” putusnya. Namun, niat Ardi untuk menemui orang tua Juriah selalu tertunda oleh karena Juriah sendiri yang selalu mengulur waktu.

Bukan tanpa alasan Juriah menunda-nunda keinginan sang pacar, dia takut Ardi disakiti oleh Gani yang tempramental. Juriah tahu seperti apa papanya? Laki-laki bernama Gani itu sangat-sangat protektif, beliau tak segan menghajar atau memukul pemuda yang mencoba mendekati anaknya.

“Kita sudah sampai, Neng.” Teguran pak sopir membangunkan Juriah dari lamunan, dia bergegas turun dari mobil dan menyuruh sopirnya pulang.

****

Bus antar kota antar provinsi melaju meninggalkan loket, di dalamnya terdapat sepasang remaja yang duduk berdampingan saling bergandengan tangan.

Sementara itu di rumahnya Zubaidah telah bersiap, Gani juga pulang pada jam istirahat untuk makan siang bersama dengan keluarga sekaligus menemani anaknya ke bridal gown.

“Ria ayo sayang, papa kamu sudah nungguin tu,” panggil Zubaidah kepada Juriah putri semata wayangnya.

“Juriah, kamu dengar Mama, Sayang?” panggil Zubaidah lagi, kali ini dia sambil mengetuk pintu kamar anak gadisnya. Beberapa kali diketuk, tidak juga terdengar sahutan dari dalam kamar, Zubaidah mulai khawatir kalau-kalau Juriah sakit.

Wanita keturunan Arab itu, menekan handle pintu dan mendorong daun pintu ke arah dalam, udara sejuk dari mesin pendingin ruangan menerpa wajahnya, aroma pewangi ruangan menusuk penciuman. Zubaidah mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ruang kamar tampak rapi dan tidak terlihat penampakan Juriah di dalam situ.

“Loh kemana perginya anak itu?” tanya Juriah bergumam sendiri.

Wanita berhidung mancung dan berdagu runcing bak lebah menggantung, berbalik dan berlari menuruni tangga untuk menghampiri Gani-suaminya, yang sejak tadi telah menunggu.

“Pa, Juriah tidak ada di kamarnya,” lapor Zubaidah.

“Loh! Tidak ada bagaimana? Memangnya Juriah tidak pamit sama kamu kalau mau pergi?” tanya Gani bingung, sudah menjadi aturan wajib di rumahnya, siapa pun, hendak pergi kemana pun, harus pamit kepadanya atau istrinya tidak terkecuali Juriah putri semata wayang mereka.

“Tidak ada, dia tidak mengatakan apa-apa, aku pikir dia ada di kamarnya ....” jawab Zubaidah tidak karuan karena panik anaknya hilang.

“Pa, apa mungkin Juriah kabur, karena tidak mau dijodohkan dengan Farid?” tanya Zubaidah agak-agak takut, khawatir suaminya tersinggung lalu murka.

“Tidak mau bagaimana? Kalau tidak dengan Farid dia mau menikah dengan siapa? Dengan penjual ikan itu?” todong Gani dengan suara sedikit tinggi. “Tunggulah di rumah, biar kucari kemana perginya anak itu?” titahnya kepada Zubaidah.

Gani bergegas melangkah keluar rumah, satu unit mobil dengan harga 500 juta terparkir di halaman rumahnya yang cukup luas. Seorang pria berusia enam puluhan tahun berlari kecil menuju mobil, begitu melihat Gani.

“Berangkat sekarang, Pak?” tanya pria tua itu.

“Mang, apa Mamang melihat Juriah pergi?” tanya Gani kepada pria tua yang dipanggilnya dengan sebutan mamang.

Si mamang tampak mengangguk, “Tadi pagi Neng Juriah minta diantarkan ke terminal bus antar kota, Pak.” Lapornya.

“Terminal bus antar kota?” gumam Gani.

“Iya Pak,” jawab mamang seraya mengangguk.

“Jam berapa perginya?” tanya Gani lagi, seraya dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan.

“Sekira pukul sepuluh tadi, Pak.”

“Cepat susul Juriah sekarang!” seru Gani, dia membuka pintu mobil dan duduk di belakang kemudi, si mamang terpaku melihat tempatnya diambil Gani.

“Mang ayo!. Tunjukkan terminal mana tadi Mamang mengantarkan Juriah?” sentak Gani tidak sabaran sementara mesin mobil telah dinyalakannya.

Tanpa menunggu perintah kedua, si mamang pun naik ke mobil dan duduk di sebelah majikannya.

Bab terkait

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 2

    Gani mengemudikan mobil dalam kecepatan tinggi menuju terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi, dia sudah menduga Juriah pastilah pergi dengan pemuda penjual ikan di pasar tradisional itu.Sejak mengetahui kedekatan sang putri dengan si penjual ikan, Gani menentang dan melarang keras mereka berhubungan. Berkali-kali Gani mengingatkan Juriah untuk menjaga jarak dengan pemuda mana pun, karena sesungguhnya Juriah telah dijodohkan dengan Farid-putra sahabatnya yang tengah menempuh pendidikan di Kairo Mesir.Sebelumnya Juriah selalu patuh pada aturan Gani, sampai kemudian Gani mengetahui kalau diam-diam Juriah kerap melakukan pertemuan dengan seorang pemuda bernama Ardi. Mengenai asal usul dan latar belakang keluarga pemuda itu, Gani tidak mencari lebih jauh lagi karena dia pikir semua itu tidaklah penting.“Di sana, Pak!” tunjuk si mamang, Gani menepikan mobilnya di depan salah satu loket Bus.Kepada petugas loket, Gani menyebutkan ciri-ciri anaknya dan bertanya apakah gadis dengan ciri-cir

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 3

    "Gasiang batali jo kain kafan, di patang kamih malam jumaaik. Gasiang tangkurak nan den mainkan, putuihnyo gasiang putuih makrifat.¹"Di sebuah ruang sempit dan pengap, seseorang tengah memutar gasing yang terikat tali di kedua belah jari tengah tangan kanan dan kirinya.Gasing tangan tersebut berputar di atas bara pedupaan yang terus mengeluarkan asap putih pekat berbau kemenyan."Gasiang tangkurak, bawoklah pasan. Jikoknyo lalok, tolong jagokan. Jikoknyo tagak, suruh bajalan. Di siko kini denai nantikan.²"Orang itu kembali melafalkan mantra dengan mulutnya, sementara gasing terus berputar dengan kencang seiring kelincahan tangannya menarik ulur tali pengikat."Tolonglah japuik, japuiklah bawok. Suruhnyo sujuik di kaki denai, jikok tak namuah tanggang matonyo, tanggang salero bianyo rasaik. Datang sijundai bianyo gilo, siang jo malam mancari denai.³"Puih!Orang itu menyemburkan bubuk kemenyan dari mulutnya ke atas bara menyala, kembali asap putih pekat membumbung ke udara menebarka

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 4

    “Coba Pak Gani atau Ibu, ingat-ingat kembali apakah pernah Nak Ria berselisih paham dengan seorang pria, yang mungkin saat itu tanpa Nak Ria sadari ada kata-kata atau kalimat kasar terucap sehingga melukai perasaan pria tersebut?” ujar haji Sujono kemudian.“Mengapa pria, Pak Haji?” tanya Gani penasaran, dalam hati dia terbetik sebuah nama yag dicurigainya tapi masih diragukan kebenarannya.“Karena biasanya penyakit sijundai ini hanya ditujukan kepada lawan jenis,” jawab Haji Sujono.Setelah menarik napas panjang, secara singkat Gani menceritakan sebuah kejadian yang terjadi sebelumnya saat Juriah tiba-tiba menghilang dan ditemukan di dalam bis antar kota bersama pemuda bernama Ardi.“Kalau begitu, kalian cari pemuda itu, mohon maaf dengan tulus kepadanya. Semoga saja Nak Ria masih bisa disembuhkan, hanya permintaan maaf dan penyesalan yang diucapkan langsung di depan orang tersebut, yang dapat meluluhkan hati dan membuatnya menghentikan ritual. Dengan berhentinya ritual maka Nak Ria

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 5

    Sementara itu, Maya-gadis sembilan belas tahun yang merupakan mahasiswi keperawatan terbangun karena merasa perutnya mulas. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan, jarumnya menunjuk ke angka dua. Gadis itu mencoba untuk tidur lagi, tapi perut semakin melilit. Panggilan alam itu tak dapat lagi ditahan, mau tidak mau Maya harus pergi ke toilet sekarang. Dia turun dari kasur, tidak lupa ponsel dikantonginya lalu secara perlahan dia membuka pintu kamar. Kesunyian menyambut, tiupan angin seperti hembusan napas seseorang yang tidak terlihat oleh pandangan.Walau jantung berdebar, perasaan takut dan tidak nyaman menguasai, Maya tetap melangkah menuju toilet.Wush!Sekelebat bayangan berwarna putih melintas di antara dahan pohon, membuat Maya terperanjat dan sejenak menghentikan langkah. Sesuatu yang muncul dan menghilang secara tiba-tiba, memberikan sensasi menakutkan.Sampai di tujuan Maya segera masuk ke salah satu bilik khusus untuk membuang hajat, pikirannya sudah tid

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 6

    “Aaaah!”Suara teriakan tertahan memaksa Maya untuk kembali membuka matanya, tampak sebilah pisau menghujam perut Dewi. Kembali cairan merah memercik dan menggenang di lantai kamar,tubuh Maya bergetar hebat melihat kengerian yang terpampang di depan mata.Gadis yang dipanggil Maya dengan nama Dewi masih berdiri tegak walau tubuhnya berlumuran cairan merah, perlahan Dewi meraba keningnya yang berlubang akibat hantaman palu.“Lihat Maya, lihat otakku keluar, apa kau mau mencicipi?”Maya menggeleng, tubuhnya bergetar menahan takut. Dewi melangkah mendekati Maya, dengan langkah tertatih dan sedikit mengangkang. Sebelah tangan meraba perut yang tertusuk pisau, dicabutnya benda itu hingga cairan merah bercampur gumpalan usus melompat keluar.Dewi merogoh tangannya ke dalam lubang di perut, saat tangan ditarik keluar tampaklah gumpalan sebesar anak kucing berbentuk manusia. Dewi bagai melayang, kini dirinya hanya berjarak setengah langkah di hadapan Maya, di-ulurka

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 7

    Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 8

    Setelah jenazah Seno dan Yono selesai diotopsi, keduanya dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Maya, Akmal. Sofa, dan semua teman kampus serta dosen datang melayat.Di rumah Yono, Maya melihat seorang gadis berkerudung putih kumal, berada di deretan para keluarga, gadis itu tersenyum sinis menatap jenazah yang tengah ditangisi keluarga. Menyadari dirinya ditatap, gadis itu perlahan mengangkat kepala dan menyeringai ke arah Maya.“Astagfirullah, Dewi!” Maya berseru membuat semua orang terkejut dan menatap ke arahnya, sosok gadis berkerudung putih kusam hilang dari pandangan. Maya gelagapan, perlahan dia mundur dan menyingkir dari rumah duka.“May ... Maya, tunggu!” seru Sofa seraya berlari kecil menyibak kerumunan pelayat untuk mengejar Maya yang telah berada di luar pekarangan rumah duka.Sofa memeluk Maya, yang menangis ketakutan. “Aku ... aku melihat Dewi, Sof.” Ujarnya memberi tahu Sofa.“Udah udah, tenang ya, kamu jangan ngomong aneh-aneh, ingat Dewi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 9

    Sofa dan Maya saling peluk satu sama lain, keduanya merasa mati ketakutan tetapi tidak hilang kesadaran."Hihihihihih ...." suara tawa Dewi kembali terdengar melengking, sosoknya perlahan menjauh, janin yang tadi dipamerkan kini didekap erat, dari mulutnya terdengar senandung kesedihan."Ayo kita balik ke rumah," ajak Gani sambil menggendong tubuh Juriah.Dengan sisa tenaga yang ada, Maya dan Sofa dituntun oleh Zubaidah menuju rumah, sosok Dewi sudah sepenuhnya menghilang dari pandangan.Dengan susah payah mereka akhirnya tiba kembali di rumah tapi teror belum berhenti, di kamar Juriah mereka menemukan tulisan merah di kaca standing yang berbunyi. "Mereka semua akan mati, kalian juga akan mati!"Sontak Maya, Sofa, Gani dan Zubaidah bergetar membaca pesan ancaman itu, "Sekarang katakan dengan jujur, siapa Dewi dan apa hubungannya dengan kalian?” tanya gani kepada kedua gadis teman anaknya itu.Secara singkat Sofa menceritakan siapa Dewi dan bagaimana akhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20

Bab terbaru

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 43

    Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 42

    Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 41

    Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 40

    Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 39

    *Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 38

    Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 37

    Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 36

    Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 35

    "Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o

DMCA.com Protection Status