Share

Bagian 3

Penulis: SanSan954
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-10 14:38:30

"Gasiang batali jo kain kafan, di patang kamih malam jumaaik. Gasiang tangkurak nan den mainkan, putuihnyo gasiang putuih makrifat.¹"

Di sebuah ruang sempit dan pengap, seseorang tengah memutar gasing yang terikat tali di kedua belah jari tengah tangan kanan dan kirinya.

Gasing tangan tersebut berputar di atas bara pedupaan yang terus mengeluarkan asap putih pekat berbau kemenyan.

"Gasiang tangkurak, bawoklah pasan. Jikoknyo lalok, tolong jagokan. Jikoknyo tagak, suruh bajalan. Di siko kini denai nantikan.²"

Orang itu kembali melafalkan mantra dengan mulutnya, sementara gasing terus berputar dengan kencang seiring kelincahan tangannya menarik ulur tali pengikat.

"Tolonglah japuik, japuiklah bawok. Suruhnyo sujuik di kaki denai, jikok tak namuah tanggang matonyo, tanggang salero bianyo rasaik. Datang sijundai bianyo gilo, siang jo malam mancari denai.³"

Puih!

Orang itu menyemburkan bubuk kemenyan dari mulutnya ke atas bara menyala, kembali asap putih pekat membumbung ke udara menebarkan bau kemenyan yang terbawa oleh hembusan angin malam.

Tepat pukul dua belas malam Jum’at berikutnya, Juriah yang tengah terlelap tiba-tiba terbangun karena mendengar ada suara memanggil namanya. Suara itu begitu jelas dan seperti suara Ardi sang kekasih, si gadis turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu. Menekan handle pintu beberapa kali tapi pintu gagal terbuka karena terkunci dari luar, sejak kejadian malam sebelumnya, Gani memutuskan mengunci pintu kamar sang putri untuk menjaga hal yang tak diinginkan.

Juriah melangkah ke arah jendela, menggoyang-goyang daun jendela supaya terbuka. Namun, usahanya sia-sia karena daun jendela pun telah dipaku dari luar. Suara yang memanggil namanya semakin ramai, Juriah merasa kepalanya sakit, telinga berdenging, dan suara itu seperti kaset kusut, tumpang tindih memanggil-manggil namanya.

Hidung Juriah mencium aroma kemenyan yang begitu tajam, hembusan angin membuat tengkuknya merinding. Dirinya merasa tidak sendiri di dalam kamar ini, saat menoleh ke arah samping satu sosok mengerikan berdiri dengan tangan terulur ke arahnya.

Sosok itu seorang perempuan muda, di bagian keningnya terdapat lubang selebar tutup botol. Dari lubang itu mengalir darah bercampur nanah, dan juga belatung hidup. Tidak hanya bagian keningnya yang berlubang, bagian perut juga menganga luka yang cukup besar memperlihatkan keseluruhan isi dalam perut. Sama seperti di kening, dari perut yang terluka juga mengalir darah berbau busuk dan berwarna kehitaman.

"Aaaaaaah!" Juriah menjerit histeri, dan jeritannya itu tidak hanya membangunkan seisi rumah, tetapi kembali membangunkan para tetangga.

"Aaaaaaah!"

"Pak haji, tolong anak saya," pinta Gani begitu melihat kemunculan Haji Sujono-ulama di kampung itu.

“Di mana dia?" tanya Haji Sujono

Gani membawa laki-laki kharismatik itu ke lantai atas, menuju kamar Juriah, Zubaidah bergegas membuka pintu kamar anaknya, meski belum melihat keadaan Juriah tapi Gani sudah bisa menebak bahwa kondisi anaknya tidak beda dengan yang terjadi pada pekan sebelum ini.

"Astaghfirullah!" Haji Sujono berseru, begitu melihat kondisi Juriah di langit-langit kamar, gadis itu merayap bagai cicak, sepasang matanya menatap tajam, wajahnya memerah, rambut menjuntai menutupi sebagian wajahnya yang garang.

"Aaaagrrrrr!"

Kreepeek

Kreepeek

Kreepeek

Juriah menggeram marah, tangannya menggaruk langit-langit kamar hingga menimbulkan suara seperti cakaran kucing.

Haji Sujono segera membacakan ayat-ayat ruqiyah, di atas sana Juriah menitikkan air mata. Dia seperti berada dalam dua dimensi berbeda, sebelah telinganya mendengar ayat-ayat yang dibacakan Haji Sujono. Sedangkan telinga sebelah lagi mendengar suara-suara aneh yang terus memanggil-manggil namanya.

Bayangan wajah ayahnya yang bengis saat memukuli Ardi bermain di benak, silih berganti muncul dan bertukar dengan wajah sang kekasih yang babak belur. Sebentar kebencian meluap-luap di dalam dada, sebentar lagi rasa iba dan bersalah mengguncang jiwa.

"Aaaaah!"

Untuk kali keempat Juriah kembali berteriak garang, tidak hanya berteriak dia juga semakin ganas mencakar langit-langit kamar. Ujung-ujung jarinya mulai mengeluarkan darah, Zubaidah yang melihat kondisi putrinya kembali menangis histeris dan memohon-mohon agar Juriah menghentikan aksinya itu.

Hampir satu jam berlalu, keadaan belum dapat dikendalikan. Haji Sujono masih terus membacakan ayat-ayat ruqyah, Juriah tidak lagi menggaruk-garuk tetapi dia masih terus menjerit-jerit dengan suara lantang dan tinggi.

Menjelang pukul satu Haji Sujono mulai kelelahan, tugasnya digantikan oleh seorang pemuda bernama Dani-seorang santri lulusan sebuah pesantren di pulau Jawa.

Sampai menjelang masuk waktu subuh Juriah tiba-tiba kembali berteriak kencang, bersamaan hilangnya suara teriakan tubuh si gadis tiba-tiba melayang jatuh ke lantai. Beruntung semua telah dipersiapkan, lantai kamar telah dialasi dengan dua lapis kasur yang tebal dan empuk.

"Juriah!" Zubaidah berteriak histeris, dia melompat memeluk tubuh sang anak. Kondisi Juriah benar-benar memprihatinkan, wajahnya pucat, bibir membiru, sepuluh ujung jari tangannya terkelupas, kuku ber-patahan.

Juriah membuka matanya, kesadarannya telah kembali dan dia menangis menahan sakit pada jari-jarinya.

"Sakit Ma,” keluh Juriah kepada mamanya. “Banyak orang memanggil-manggil Ria, mereka mengajak Ria pergi!"

Semua orang mendengar kata-kata Juriah, mereka meraba kuduk masing-masing.

Gani menunduk dan melangkah keluar kamar, seolah tak ingin mendengar keluhan anaknya.

Zubaidah dengan telaten membersihkan luka di ujung-ujung jari anaknya menggunakan cairan pembersih luka, lalu mengoleskan cairan antiseptik di luka itu, dia juga menyeka wajah anaknya dengan lap bersih yang dicelupkan ke air hangat.

*****

Tidak terasa hari berganti minggu dan pekan berganti bulan, rencana pernikahan Juriah dan Farid batal dilaksanakan mengingat kondisi Juriah yang semakin hari bukan membaik malah semakin tidak karu-karuan.

Badan Juriah kini semakin kurus, pipi kempot seperti orang tua, setiap malam Jum'at Juriah selalu berteriak histeris meminta dibukakan pintu. Apabila tidak dibukakan, maka dia akan merayap memanjat dinding seperti cicak. Pernah pula di suatu malam Gani membiarkan anaknya itu ke luar, maka orang sekampung dibuat repot mengejarnya.

Juriah berlari kencang meninggalkan rumah, hal yang paling meresahkan adalah; gadis itu melepaskan pakaian yang dikenakannya. Sejak itu, pada saat Juriah kumat Gani terpaksa mengikat kaki dan tangan anaknya, untuk mengantisipasi agar Juriah tidak memanjat dinding dan merayap di plafon, atau berlari tanpa pakaian di sepanjang jalan.

“Menurut pengamatan dan melihat ciri-ciri yang ditunjukkan Nak Ria ketika hilang kesadaran, besar dugaan kalau Nak Ria terkena penyakit sijundai,” ujar Haji Sujono.

“Penyakit apa itu, Pak Haji?” tanya Gani yang baru pertama kali mendengar nama penyakit yang disebutkan Haji Sujono.

“Semacam penyakit yang diakibatkan oleh kiriman guna-guna, atau kata lainnya Nak Ria terkena santet.”

“Astagfirullah ...!” baik Gani maupun Zubaidah serempak beristighfar, mendengar apa yang dikatakan Haji Sujono tentang sakitnya anak mereka.

“Apa Pak Haji bisa mengobati Ria? Tolonglah anak kami, Pak Haji.” Pinta Zubaidah setengah menghibah berharap orang yang duduk di depannya itu mau berbelas kasih kepada anaknya.

“Bukan tidak mau, tapi saya tidak mampu,” jawaban Haji Sujono membuat Zubaidah merasa kehilangan harapan.

Catatan kaki: 1. Gasing bertali si kain kafan, di petang kamis malam jum’at. Gasing tengkorak yang aku mainkan, putusnya gasing putus makrifat.

2. Gasing tengkorak bawalah pesan, jika dia tidur tolong bangunkan, jika berdiri suruh berjalan, di sini sekarang aku nantikan.

3. tolonglah jemput, jemput dan bawa, suruh dia sujud di kakiku, jika tak mau tahan matanya, tahan selera biar dia rasa. Datangkan si jundai(hantu) biar dia gila, siang dan malam mencariku.

Tiga mantra di atas dikutip dari syair lagu “Gasiang Tangkurak” yang berasal dari Sumatera Barat.

Bab terkait

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 4

    “Coba Pak Gani atau Ibu, ingat-ingat kembali apakah pernah Nak Ria berselisih paham dengan seorang pria, yang mungkin saat itu tanpa Nak Ria sadari ada kata-kata atau kalimat kasar terucap sehingga melukai perasaan pria tersebut?” ujar haji Sujono kemudian.“Mengapa pria, Pak Haji?” tanya Gani penasaran, dalam hati dia terbetik sebuah nama yag dicurigainya tapi masih diragukan kebenarannya.“Karena biasanya penyakit sijundai ini hanya ditujukan kepada lawan jenis,” jawab Haji Sujono.Setelah menarik napas panjang, secara singkat Gani menceritakan sebuah kejadian yang terjadi sebelumnya saat Juriah tiba-tiba menghilang dan ditemukan di dalam bis antar kota bersama pemuda bernama Ardi.“Kalau begitu, kalian cari pemuda itu, mohon maaf dengan tulus kepadanya. Semoga saja Nak Ria masih bisa disembuhkan, hanya permintaan maaf dan penyesalan yang diucapkan langsung di depan orang tersebut, yang dapat meluluhkan hati dan membuatnya menghentikan ritual. Dengan berhentinya ritual maka Nak Ria

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 5

    Sementara itu, Maya-gadis sembilan belas tahun yang merupakan mahasiswi keperawatan terbangun karena merasa perutnya mulas. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan, jarumnya menunjuk ke angka dua. Gadis itu mencoba untuk tidur lagi, tapi perut semakin melilit. Panggilan alam itu tak dapat lagi ditahan, mau tidak mau Maya harus pergi ke toilet sekarang. Dia turun dari kasur, tidak lupa ponsel dikantonginya lalu secara perlahan dia membuka pintu kamar. Kesunyian menyambut, tiupan angin seperti hembusan napas seseorang yang tidak terlihat oleh pandangan.Walau jantung berdebar, perasaan takut dan tidak nyaman menguasai, Maya tetap melangkah menuju toilet.Wush!Sekelebat bayangan berwarna putih melintas di antara dahan pohon, membuat Maya terperanjat dan sejenak menghentikan langkah. Sesuatu yang muncul dan menghilang secara tiba-tiba, memberikan sensasi menakutkan.Sampai di tujuan Maya segera masuk ke salah satu bilik khusus untuk membuang hajat, pikirannya sudah tid

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 6

    “Aaaah!”Suara teriakan tertahan memaksa Maya untuk kembali membuka matanya, tampak sebilah pisau menghujam perut Dewi. Kembali cairan merah memercik dan menggenang di lantai kamar,tubuh Maya bergetar hebat melihat kengerian yang terpampang di depan mata.Gadis yang dipanggil Maya dengan nama Dewi masih berdiri tegak walau tubuhnya berlumuran cairan merah, perlahan Dewi meraba keningnya yang berlubang akibat hantaman palu.“Lihat Maya, lihat otakku keluar, apa kau mau mencicipi?”Maya menggeleng, tubuhnya bergetar menahan takut. Dewi melangkah mendekati Maya, dengan langkah tertatih dan sedikit mengangkang. Sebelah tangan meraba perut yang tertusuk pisau, dicabutnya benda itu hingga cairan merah bercampur gumpalan usus melompat keluar.Dewi merogoh tangannya ke dalam lubang di perut, saat tangan ditarik keluar tampaklah gumpalan sebesar anak kucing berbentuk manusia. Dewi bagai melayang, kini dirinya hanya berjarak setengah langkah di hadapan Maya, di-ulurka

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 7

    Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 8

    Setelah jenazah Seno dan Yono selesai diotopsi, keduanya dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Maya, Akmal. Sofa, dan semua teman kampus serta dosen datang melayat.Di rumah Yono, Maya melihat seorang gadis berkerudung putih kumal, berada di deretan para keluarga, gadis itu tersenyum sinis menatap jenazah yang tengah ditangisi keluarga. Menyadari dirinya ditatap, gadis itu perlahan mengangkat kepala dan menyeringai ke arah Maya.“Astagfirullah, Dewi!” Maya berseru membuat semua orang terkejut dan menatap ke arahnya, sosok gadis berkerudung putih kusam hilang dari pandangan. Maya gelagapan, perlahan dia mundur dan menyingkir dari rumah duka.“May ... Maya, tunggu!” seru Sofa seraya berlari kecil menyibak kerumunan pelayat untuk mengejar Maya yang telah berada di luar pekarangan rumah duka.Sofa memeluk Maya, yang menangis ketakutan. “Aku ... aku melihat Dewi, Sof.” Ujarnya memberi tahu Sofa.“Udah udah, tenang ya, kamu jangan ngomong aneh-aneh, ingat Dewi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 9

    Sofa dan Maya saling peluk satu sama lain, keduanya merasa mati ketakutan tetapi tidak hilang kesadaran."Hihihihihih ...." suara tawa Dewi kembali terdengar melengking, sosoknya perlahan menjauh, janin yang tadi dipamerkan kini didekap erat, dari mulutnya terdengar senandung kesedihan."Ayo kita balik ke rumah," ajak Gani sambil menggendong tubuh Juriah.Dengan sisa tenaga yang ada, Maya dan Sofa dituntun oleh Zubaidah menuju rumah, sosok Dewi sudah sepenuhnya menghilang dari pandangan.Dengan susah payah mereka akhirnya tiba kembali di rumah tapi teror belum berhenti, di kamar Juriah mereka menemukan tulisan merah di kaca standing yang berbunyi. "Mereka semua akan mati, kalian juga akan mati!"Sontak Maya, Sofa, Gani dan Zubaidah bergetar membaca pesan ancaman itu, "Sekarang katakan dengan jujur, siapa Dewi dan apa hubungannya dengan kalian?” tanya gani kepada kedua gadis teman anaknya itu.Secara singkat Sofa menceritakan siapa Dewi dan bagaimana akhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 10

    Suara kaca pecah disusul jeritan Sofa, terdengar oleh Gani yang sampai di pintu utama, dibaringkannya tubuh Juriah di atas sofa ruang tamu. Lalu, dengan sisa tenaga yang dimiliki ditendangnya pintu kamar Juriah.Brak! Pintu terbuka dan membanting dinding, sosok Dewi menghilang dari pandangan, tetapi lampu kamar tetap tidak menyala karena telah pecah. Maya tergeletak tidak sadarkan diri, Sofa terluka di bahu kiri, dan Zubaidah berusaha mencabut beling yang menancap di bahu Sofa.Gani mengangkat tubuh Juriah, membaringkan gadis itu di ranjang, dia juga mengangkat Maya dan membaringkan gadis itu di sebelah anaknya."Juriah kenapa, Pa?" tanya Zubaidah cemas, sambil membalut luka Sofa dengan kain kasa. Lalu, dia juga menyeka darah yang hampir mengering di telinga Juriah."Jangan cemas, dia cuma pingsan. Kalian tunggu di sini, Papa ambilkan bola lampu yang baru,” jawab Gani."Pa jangan," cegah Zubaidah, dia masih trauma khawatir suaminya juga diserang oleh sosok D

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 11

    Akibat kecelakaan itu, Ratna mengalami cedera parah pada bagian kaki, dan sebelah kakinya terpaksa diamputasi. Baru saja tersadar dari pengaruh bius akibat operasi, sepasang mata Ratna tiba-tiba menatap nyalang ke langit-langit kamar, di sana dia melihat sosok hantu menyeringai ejekan ke arahnya."Pergi! Pergi!" teriak Ratna histeris, dia merasa jijik dengan darah yang keluar dari kening dan perut hantu itu.Benda cair kental berbau tersebut terus menetes setitik demi setitik mengenai badannya. "Bagaimana rasanya tidak memiliki kaki?" suaranya parau dan berat itu mengajukan tanya kepada Ratna.Mata Ratna membelalak, kepala digelengkan berulang kali. "Tidak! Tidak mungkin! Kakiku masih ada, aku tidak mungkin cacat!" pekiknya lantang."Ha ha ha ha ha!" Sosok hantu itu ganda tertawa, membuat darah muncrat-muncrat mengenai wajah Ratna."Aku tidak mau kakiku dipotong, Abang! Kembalikan kakiku, kembalikan!" teriakan Ratna membahana, beruntung dia di rawat di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22

Bab terbaru

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 43

    Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 42

    Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 41

    Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 40

    Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 39

    *Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 38

    Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 37

    Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 36

    Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 35

    "Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o

DMCA.com Protection Status