"Gasiang batali jo kain kafan, di patang kamih malam jumaaik. Gasiang tangkurak nan den mainkan, putuihnyo gasiang putuih makrifat.¹"Di sebuah ruang sempit dan pengap, seseorang tengah memutar gasing yang terikat tali di kedua belah jari tengah tangan kanan dan kirinya.Gasing tangan tersebut berputar di atas bara pedupaan yang terus mengeluarkan asap putih pekat berbau kemenyan."Gasiang tangkurak, bawoklah pasan. Jikoknyo lalok, tolong jagokan. Jikoknyo tagak, suruh bajalan. Di siko kini denai nantikan.²"Orang itu kembali melafalkan mantra dengan mulutnya, sementara gasing terus berputar dengan kencang seiring kelincahan tangannya menarik ulur tali pengikat."Tolonglah japuik, japuiklah bawok. Suruhnyo sujuik di kaki denai, jikok tak namuah tanggang matonyo, tanggang salero bianyo rasaik. Datang sijundai bianyo gilo, siang jo malam mancari denai.³"Puih!Orang itu menyemburkan bubuk kemenyan dari mulutnya ke atas bara menyala, kembali asap putih pekat membumbung ke udara menebarka
“Coba Pak Gani atau Ibu, ingat-ingat kembali apakah pernah Nak Ria berselisih paham dengan seorang pria, yang mungkin saat itu tanpa Nak Ria sadari ada kata-kata atau kalimat kasar terucap sehingga melukai perasaan pria tersebut?” ujar haji Sujono kemudian.“Mengapa pria, Pak Haji?” tanya Gani penasaran, dalam hati dia terbetik sebuah nama yag dicurigainya tapi masih diragukan kebenarannya.“Karena biasanya penyakit sijundai ini hanya ditujukan kepada lawan jenis,” jawab Haji Sujono.Setelah menarik napas panjang, secara singkat Gani menceritakan sebuah kejadian yang terjadi sebelumnya saat Juriah tiba-tiba menghilang dan ditemukan di dalam bis antar kota bersama pemuda bernama Ardi.“Kalau begitu, kalian cari pemuda itu, mohon maaf dengan tulus kepadanya. Semoga saja Nak Ria masih bisa disembuhkan, hanya permintaan maaf dan penyesalan yang diucapkan langsung di depan orang tersebut, yang dapat meluluhkan hati dan membuatnya menghentikan ritual. Dengan berhentinya ritual maka Nak Ria
Sementara itu, Maya-gadis sembilan belas tahun yang merupakan mahasiswi keperawatan terbangun karena merasa perutnya mulas. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan, jarumnya menunjuk ke angka dua. Gadis itu mencoba untuk tidur lagi, tapi perut semakin melilit. Panggilan alam itu tak dapat lagi ditahan, mau tidak mau Maya harus pergi ke toilet sekarang. Dia turun dari kasur, tidak lupa ponsel dikantonginya lalu secara perlahan dia membuka pintu kamar. Kesunyian menyambut, tiupan angin seperti hembusan napas seseorang yang tidak terlihat oleh pandangan.Walau jantung berdebar, perasaan takut dan tidak nyaman menguasai, Maya tetap melangkah menuju toilet.Wush!Sekelebat bayangan berwarna putih melintas di antara dahan pohon, membuat Maya terperanjat dan sejenak menghentikan langkah. Sesuatu yang muncul dan menghilang secara tiba-tiba, memberikan sensasi menakutkan.Sampai di tujuan Maya segera masuk ke salah satu bilik khusus untuk membuang hajat, pikirannya sudah tid
“Aaaah!”Suara teriakan tertahan memaksa Maya untuk kembali membuka matanya, tampak sebilah pisau menghujam perut Dewi. Kembali cairan merah memercik dan menggenang di lantai kamar,tubuh Maya bergetar hebat melihat kengerian yang terpampang di depan mata.Gadis yang dipanggil Maya dengan nama Dewi masih berdiri tegak walau tubuhnya berlumuran cairan merah, perlahan Dewi meraba keningnya yang berlubang akibat hantaman palu.“Lihat Maya, lihat otakku keluar, apa kau mau mencicipi?”Maya menggeleng, tubuhnya bergetar menahan takut. Dewi melangkah mendekati Maya, dengan langkah tertatih dan sedikit mengangkang. Sebelah tangan meraba perut yang tertusuk pisau, dicabutnya benda itu hingga cairan merah bercampur gumpalan usus melompat keluar.Dewi merogoh tangannya ke dalam lubang di perut, saat tangan ditarik keluar tampaklah gumpalan sebesar anak kucing berbentuk manusia. Dewi bagai melayang, kini dirinya hanya berjarak setengah langkah di hadapan Maya, di-ulurka
Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-ma
Setelah jenazah Seno dan Yono selesai diotopsi, keduanya dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Maya, Akmal. Sofa, dan semua teman kampus serta dosen datang melayat.Di rumah Yono, Maya melihat seorang gadis berkerudung putih kumal, berada di deretan para keluarga, gadis itu tersenyum sinis menatap jenazah yang tengah ditangisi keluarga. Menyadari dirinya ditatap, gadis itu perlahan mengangkat kepala dan menyeringai ke arah Maya.“Astagfirullah, Dewi!” Maya berseru membuat semua orang terkejut dan menatap ke arahnya, sosok gadis berkerudung putih kusam hilang dari pandangan. Maya gelagapan, perlahan dia mundur dan menyingkir dari rumah duka.“May ... Maya, tunggu!” seru Sofa seraya berlari kecil menyibak kerumunan pelayat untuk mengejar Maya yang telah berada di luar pekarangan rumah duka.Sofa memeluk Maya, yang menangis ketakutan. “Aku ... aku melihat Dewi, Sof.” Ujarnya memberi tahu Sofa.“Udah udah, tenang ya, kamu jangan ngomong aneh-aneh, ingat Dewi
Sofa dan Maya saling peluk satu sama lain, keduanya merasa mati ketakutan tetapi tidak hilang kesadaran."Hihihihihih ...." suara tawa Dewi kembali terdengar melengking, sosoknya perlahan menjauh, janin yang tadi dipamerkan kini didekap erat, dari mulutnya terdengar senandung kesedihan."Ayo kita balik ke rumah," ajak Gani sambil menggendong tubuh Juriah.Dengan sisa tenaga yang ada, Maya dan Sofa dituntun oleh Zubaidah menuju rumah, sosok Dewi sudah sepenuhnya menghilang dari pandangan.Dengan susah payah mereka akhirnya tiba kembali di rumah tapi teror belum berhenti, di kamar Juriah mereka menemukan tulisan merah di kaca standing yang berbunyi. "Mereka semua akan mati, kalian juga akan mati!"Sontak Maya, Sofa, Gani dan Zubaidah bergetar membaca pesan ancaman itu, "Sekarang katakan dengan jujur, siapa Dewi dan apa hubungannya dengan kalian?” tanya gani kepada kedua gadis teman anaknya itu.Secara singkat Sofa menceritakan siapa Dewi dan bagaimana akhi
Suara kaca pecah disusul jeritan Sofa, terdengar oleh Gani yang sampai di pintu utama, dibaringkannya tubuh Juriah di atas sofa ruang tamu. Lalu, dengan sisa tenaga yang dimiliki ditendangnya pintu kamar Juriah.Brak! Pintu terbuka dan membanting dinding, sosok Dewi menghilang dari pandangan, tetapi lampu kamar tetap tidak menyala karena telah pecah. Maya tergeletak tidak sadarkan diri, Sofa terluka di bahu kiri, dan Zubaidah berusaha mencabut beling yang menancap di bahu Sofa.Gani mengangkat tubuh Juriah, membaringkan gadis itu di ranjang, dia juga mengangkat Maya dan membaringkan gadis itu di sebelah anaknya."Juriah kenapa, Pa?" tanya Zubaidah cemas, sambil membalut luka Sofa dengan kain kasa. Lalu, dia juga menyeka darah yang hampir mengering di telinga Juriah."Jangan cemas, dia cuma pingsan. Kalian tunggu di sini, Papa ambilkan bola lampu yang baru,” jawab Gani."Pa jangan," cegah Zubaidah, dia masih trauma khawatir suaminya juga diserang oleh sosok D
Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb
Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun
Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan
Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.
*Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa
Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya
Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di
Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk
"Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o