“Aaaah!”Suara teriakan tertahan memaksa Maya untuk kembali membuka matanya, tampak sebilah pisau menghujam perut Dewi. Kembali cairan merah memercik dan menggenang di lantai kamar,tubuh Maya bergetar hebat melihat kengerian yang terpampang di depan mata.Gadis yang dipanggil Maya dengan nama Dewi masih berdiri tegak walau tubuhnya berlumuran cairan merah, perlahan Dewi meraba keningnya yang berlubang akibat hantaman palu.“Lihat Maya, lihat otakku keluar, apa kau mau mencicipi?”Maya menggeleng, tubuhnya bergetar menahan takut. Dewi melangkah mendekati Maya, dengan langkah tertatih dan sedikit mengangkang. Sebelah tangan meraba perut yang tertusuk pisau, dicabutnya benda itu hingga cairan merah bercampur gumpalan usus melompat keluar.Dewi merogoh tangannya ke dalam lubang di perut, saat tangan ditarik keluar tampaklah gumpalan sebesar anak kucing berbentuk manusia. Dewi bagai melayang, kini dirinya hanya berjarak setengah langkah di hadapan Maya, di-ulurka
Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-ma
Setelah jenazah Seno dan Yono selesai diotopsi, keduanya dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Maya, Akmal. Sofa, dan semua teman kampus serta dosen datang melayat.Di rumah Yono, Maya melihat seorang gadis berkerudung putih kumal, berada di deretan para keluarga, gadis itu tersenyum sinis menatap jenazah yang tengah ditangisi keluarga. Menyadari dirinya ditatap, gadis itu perlahan mengangkat kepala dan menyeringai ke arah Maya.“Astagfirullah, Dewi!” Maya berseru membuat semua orang terkejut dan menatap ke arahnya, sosok gadis berkerudung putih kusam hilang dari pandangan. Maya gelagapan, perlahan dia mundur dan menyingkir dari rumah duka.“May ... Maya, tunggu!” seru Sofa seraya berlari kecil menyibak kerumunan pelayat untuk mengejar Maya yang telah berada di luar pekarangan rumah duka.Sofa memeluk Maya, yang menangis ketakutan. “Aku ... aku melihat Dewi, Sof.” Ujarnya memberi tahu Sofa.“Udah udah, tenang ya, kamu jangan ngomong aneh-aneh, ingat Dewi
Sofa dan Maya saling peluk satu sama lain, keduanya merasa mati ketakutan tetapi tidak hilang kesadaran."Hihihihihih ...." suara tawa Dewi kembali terdengar melengking, sosoknya perlahan menjauh, janin yang tadi dipamerkan kini didekap erat, dari mulutnya terdengar senandung kesedihan."Ayo kita balik ke rumah," ajak Gani sambil menggendong tubuh Juriah.Dengan sisa tenaga yang ada, Maya dan Sofa dituntun oleh Zubaidah menuju rumah, sosok Dewi sudah sepenuhnya menghilang dari pandangan.Dengan susah payah mereka akhirnya tiba kembali di rumah tapi teror belum berhenti, di kamar Juriah mereka menemukan tulisan merah di kaca standing yang berbunyi. "Mereka semua akan mati, kalian juga akan mati!"Sontak Maya, Sofa, Gani dan Zubaidah bergetar membaca pesan ancaman itu, "Sekarang katakan dengan jujur, siapa Dewi dan apa hubungannya dengan kalian?” tanya gani kepada kedua gadis teman anaknya itu.Secara singkat Sofa menceritakan siapa Dewi dan bagaimana akhi
Suara kaca pecah disusul jeritan Sofa, terdengar oleh Gani yang sampai di pintu utama, dibaringkannya tubuh Juriah di atas sofa ruang tamu. Lalu, dengan sisa tenaga yang dimiliki ditendangnya pintu kamar Juriah.Brak! Pintu terbuka dan membanting dinding, sosok Dewi menghilang dari pandangan, tetapi lampu kamar tetap tidak menyala karena telah pecah. Maya tergeletak tidak sadarkan diri, Sofa terluka di bahu kiri, dan Zubaidah berusaha mencabut beling yang menancap di bahu Sofa.Gani mengangkat tubuh Juriah, membaringkan gadis itu di ranjang, dia juga mengangkat Maya dan membaringkan gadis itu di sebelah anaknya."Juriah kenapa, Pa?" tanya Zubaidah cemas, sambil membalut luka Sofa dengan kain kasa. Lalu, dia juga menyeka darah yang hampir mengering di telinga Juriah."Jangan cemas, dia cuma pingsan. Kalian tunggu di sini, Papa ambilkan bola lampu yang baru,” jawab Gani."Pa jangan," cegah Zubaidah, dia masih trauma khawatir suaminya juga diserang oleh sosok D
Akibat kecelakaan itu, Ratna mengalami cedera parah pada bagian kaki, dan sebelah kakinya terpaksa diamputasi. Baru saja tersadar dari pengaruh bius akibat operasi, sepasang mata Ratna tiba-tiba menatap nyalang ke langit-langit kamar, di sana dia melihat sosok hantu menyeringai ejekan ke arahnya."Pergi! Pergi!" teriak Ratna histeris, dia merasa jijik dengan darah yang keluar dari kening dan perut hantu itu.Benda cair kental berbau tersebut terus menetes setitik demi setitik mengenai badannya. "Bagaimana rasanya tidak memiliki kaki?" suaranya parau dan berat itu mengajukan tanya kepada Ratna.Mata Ratna membelalak, kepala digelengkan berulang kali. "Tidak! Tidak mungkin! Kakiku masih ada, aku tidak mungkin cacat!" pekiknya lantang."Ha ha ha ha ha!" Sosok hantu itu ganda tertawa, membuat darah muncrat-muncrat mengenai wajah Ratna."Aku tidak mau kakiku dipotong, Abang! Kembalikan kakiku, kembalikan!" teriakan Ratna membahana, beruntung dia di rawat di dalam
”Juriah,” Akmal menepuk pundak Juriah, membuat bayangan orang yang menggali tanah lenyap seketika.Juriah reflek menoleh, Akmal cepat mencengkram pergelangan tangan gadis itu sambil menatap ke arah lain karena Juriah tidak berbusana. Sofa sigap menyarungkan kain sarung ke tubuh Juriah, untuk menutupi aurat gadis tersebut.“Aku melihat ... aku melihat orang mengambil tengkorak manusia di sana,” adu Juriah tentang apa yang dilihatnya tadi.Akmal berjalan cepat menghampiri nisan yang ditunjuk Juriah, terlihat nama Dewi tertulis di papan nisan itu.“Apa kamu melihat wajahnya?” tanya Sofa berbisik.“Dia laki-laki, tinggi, masih muda, dan berkacamat ....”Kata-kata Juriah terpotong, karena tiba-tiba Sofa membekap mulutnya dan memberikan kode agar tidak melanjutkan kalimat.“Ada apa?” tanya Akmal sambil membetulkan posisi kacamatanya yang bergeser, pemuda itu heran melihat Sofa membekap mulut Juriah.Sofa menggele
Akmal memacu kendaraannya sekencang mungkin, mengikuti jalan yang diduga dilalui mobil misterius tadi. Hatinya, lega setelah melihat penampakan bagian belakang mobil itu.Si pemuda mulai memainkan kecerdikannya dalam menjaga jarak dengan mobil yang dikejar, agar si pengendara mobil tidak merasa tengah diikuti.Mobil melambat ketika mendekati area pemakaman umum, Akmal juga memperlambat laju mobilnya. Kuat dugaan si pengendara mobil akan berhenti di depan komplek pemakaman.Kecurigaan mereka kian bertambah terhadap orang itu, karena menyadari di komplek inilah Dewi, Seno, dan Yono dimakamkan. Namun, dugaan mereka meleset mobil yang mulai melambat tiba-tiba tancap gas."Kok gak dikejar, Mal?" tanya Sofa heran, ketika Akmal tetap diam di tempat sementara mobil itu melaju kencang meninggalkan gerbang komplek pemakaman."Biarin aja, ada yang lebih menarik untuk diselidiki," jawab Akmal sambil memarkirkan mobilnya di tempat yang agak terli