Share

Bab 8

Penulis: SanSan954
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-19 08:00:10

Setelah jenazah Seno dan Yono selesai diotopsi, keduanya dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Maya, Akmal. Sofa, dan semua teman kampus serta dosen datang melayat.

Di rumah Yono, Maya melihat seorang gadis berkerudung putih kumal, berada di deretan para keluarga, gadis itu tersenyum sinis menatap jenazah yang tengah ditangisi keluarga. Menyadari dirinya ditatap, gadis itu perlahan mengangkat kepala dan menyeringai ke arah Maya.

“Astagfirullah, Dewi!” Maya berseru membuat semua orang terkejut dan menatap ke arahnya, sosok gadis berkerudung putih kusam hilang dari pandangan. Maya gelagapan, perlahan dia mundur dan menyingkir dari rumah duka.

“May ... Maya, tunggu!” seru Sofa seraya berlari kecil menyibak kerumunan pelayat untuk mengejar Maya yang telah berada di luar pekarangan rumah duka.

Sofa memeluk Maya, yang menangis ketakutan. “Aku ... aku melihat Dewi, Sof.” Ujarnya memberi tahu Sofa.

“Udah udah, tenang ya, kamu jangan ngomong aneh-aneh, ingat Dewi sudah meninggal,” pujuk Sofa. Tak berselang lama Akmal datang menghampiri kedua gadis itu.

“Kenapa? Apa kalian gak mau ikut ke makam?” tanya Akmal yang tidak mengetahui alasan sebenarnya kedua gadis meninggalkan pekarangan rumah Yono.

“Kita ke rumah Seno aja yuk, aku dengar tadi katanya mereka akan dimakamkan di komplek yang sama, jadi kita ngiring jenazah dari rumah Seno aja,” usul Sofa.

Akmal mengangguk, “Baiklah, ayo.”

Ketiga sahabat itu berjalan menuju mobil yang terparkir, mereka sampai di rumah Seno saat jenazah siap diantarkan ke makam.

"Baiklah semuanya, karena jenazah telah siap maka saatnya untuk kita menyempurnakan fardhu kifayah ini dengan mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir." ucap seorang bapak yang memimpin proses pelepasan jenazah.

Semua orang berdiri dan mundur beberapa langkah, untuk memberi ruang kepada tim pengangkat keranda berisi jenazah Seno keluar dari ruang utama rumah duka.

Dalam perjalanan menuju makam, baik Maya, Sofa, maupun Akmal tidak berkata apa-apa. Mereka mengikuti setiap proses pemakaman tanpa suara sama sekali, sampai dengan saat tanah kuburan selesai ditimbun dan para pelayat berangsur meninggalkan lokasi makam.

Sofa yang menggandeng Maya terkejut, karena tiba-tiba mendengar suara teriakan seorang pria dari arah makam Seno. Ketika dia menoleh, mata gadis itu terbelalak melihat jenazah Seno, yang masih terbungkus kain kafan melayang di udara dengan posisi terbalik.

"Sof ... ak ... aku tak ... takut," keluh Maya, tangan gemetaran dan basah oleh keringat dingin.

Pandangan kedua gadis itu tidak lepas dari jasad Seno yang berayun-ayun di udara, dari mulutnya terus terdengar lolong kesakitan campur ketakutan. Di dahan pohon kamboja, duduk berjuntai kaki seorang perempuan muda dengan tampilan mengerikan. Wajahnya berlumuran cairan warna merah, yang terus mengucur dari kening nan berlubang. Begitu pula perutnya, memiliki luka menganga memperlihatkan keseluruhan isi perut termasuk janin yang menjuntai di selangkangan.

"Hihihihi ... baru kau tahu seperti apa sakitnya 'kan, Seno? itu belum seberapa dibandingkan sakit yang aku rasakan, hihihihi ...." sosok perempuan di atas pohon tertawa melengking memekakkan telinga.

Sofa berusaha melafalkan ayat-ayat pendek yang dihafalnya, sambil terus menatap sosok perempuan di atas pohon dengan tatapan iba.

"Huhuhuhu ...." sosok perempuan itu tiba-tiba menangis, "sakit, sakit sekali, mereka menyiksaku!" ujarnya.

Maya yang sejak tadi gemetar ketakutan, ikut pula menangis.

"Maya, Sofa, ayo pulang ngapain kalian bengong di sini?"

Teguran dan tepukan pada pundak keduanya menyadarkan Maya dan Sofa, apa yang mereka lihat barusan lenyap seketika. Berganti dengan kehadiran Akmal yang mengajak keduanya untuk segera meninggalkan komplek pemakaman.

******

Akibat penampakan yang mereka lihat di komplek pemakaman Seno tadi, Sofa dan Maya merasa takut tidur di kamar asrama. Bukan tanpa alasan ketakutan keduannya, pasalnya sosok perempuan yang duduk menjuntai di pohon bunga kamboja siang tadi adalah Dewi-teman sekamar mereka. Lebih dari sebulan yang lalu, Dewi tiba-tiba menghilang selama dua pekan. Keluarga dan pihak kampus mencari dan melaporkan perihal hilangnya Dewi, sampai kemudian gadis itu ditemukan membusuk di sebuah gudang koosong yang berada di tengah semak belukar.

Polisi menduga Dewi tewas dibunuh, hasil outopsi jenazah menunjukkan ada luka hantaman benda tumpul pada tulang tengkorak korban, selain itu janin yang ditemukan disekitar jenazah terlihat keluar sebelum korban meninggal, dan janin itu keluar bukan di jalan yang seharusnya.

Akmal teman mereka sempat dicurigai sebagai pelaku, karena selama ini semua orang mengetahui jika Akmal adalah kekasih Dewi. Namun kemudian, uji DNA terhadap kerangka janin yang diduga hasil hubungan Dewi dan Akmal membuktikan kalau janin tersebut bukan darah daging Akmal. Maka dengan tidak ditemukannya barang bukti dan juga saksi, serta kuatnya alibi yang dimiliki Akmal, pemuda itu akhirnya dibebaskan dari segala tuduhan.

Karena merasa takut akan kemunculan Dewi di kamar mereka, Maya dan Sofa meminta izin menginap di rumah Juriah. Gani dan Zubaidah membolehkan kedua gadis itu menginap, ketika melihat Juriah begitu akrab dengan keduanya.

Ketiga gadis itu asyik bercerita hingga larut malam, sesekali mereka tertawa, keasyikan ini membuat Maya dan Sofa melupakan kejadian menakutkan yang mereka lihat di komplek pemakaman.

Ceklek!

Suara handle pintu yang terbuka membuat ketiganya terdiam, tiga pasang mata sama melihat ke arah pintu kamar yang tadinya tertutup rapat kini terbuka sendiri.

Tanpa berkata apa-apa Juriah bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu, awalnya Maya dan Sofa mengira kalau gadis itu akan menutup kembali pintu kamar. Namun, mereka heran ketika Juriah terus berjalan menuju pintu utama. Lebih heran lagi, ketika pintu utama kembali terbuka dengan sendirinya sebelum Juriah menyentuh handle.

"Aneh, kamu bangunin tante sama Om biar aku ikutin Juriah," berkata Sofa kepada Maya, meskipun mulai dicekam perasaan takut tapi Maya mengangguk setuju.

Sofa berlari cepat ke arah luar guna mengejar Juriah yang entah hendak pergi ke mana, sedangkan Maya bergegas mengetuk pintu kamar Gani dan Zubaidah memberitahu keduanya kalau Juriah pergi tanpa kata.

Sofa terus berlari mengejar Juriah yang telah berjalan jauh ke arah kanan, menuju gerbang ke arah gedung kampus.

"Ria tunggu," panggil Sofa.

Juriah menghentikan langkah dan tersadar di mana kini dirinya berada, tidak lagi di dalam kamar melainkan berada di jalan yang sangat gelap sebelum gedung kampus. Perasaan takut seketika menguasai gadis itu, dia menoleh kebelakang untuk memastikan siapa yang memanggilnya tadi?

Wajah Juriah semakin pucat melihat sosok yang melangkah perlahan mendekati, "Dew ... Dewi," gumamnya dengan bibir bergetar menahan ketakutan.

Juriah melangkah mundur, terus mundur berusaha menjauh dari sosok Dewi yang terus mendekat.

"Ria, kenapa kamu?" panggil Sofa yang bingung melihat Juriah ketakutan.

"Tidak! pergi kamu, pergi! jangan ganggu aku!" teriak Juriah sambil terus bergerak mundur. Di depannya sosok Dewi yang berlumuran darah terus mendekati.

"Juriah stop, jangan mundur terus, di belakang kamu itu tangga!" seru Sofa cemas.

"Pergi kamu pergi! Aaaaaa!" Juriah melayang jatuh.

Tap! Gani berhasil menangkap tangan anaknya, “Ma tolong, berat!" serunya berusaha sekuat tenaga bertahan agar tidak ikut terjatuh.

Zubaidah menahan badan suaminya, sedangkan Maya membantu menarik Juriah naik kembali.

"Hu! akhirnya," ucap Maya lega setelah berhasil menarik Juriah.

"Hihihihihi ...." suara prempuan tertawa melengking, membuat bulu kuduk mereka merinding.

"Kalian dengar suara itu?" tanya Maya, baik Gani, Zubaidah dan Sofa sama mengangguk pertanda mereka semua mendengar apa yang didengar oleh Maya.

"Ayo Pa, cepat gotong Juriah pulang," rengek Zubaidah kepada suaminya.

Belum lagi Gani bergerak, Maya dan Sofa sudah menangis ketakutan karena melihat penampakan Dewi yang mengerikan.

"Hihihihi ... sakit, tolong aku kesakitan," jin qorin Dewi merintih meminta pertolongan, sosok itu melayang mendekati mereka. Jarak antara Dewi dengan mereka begitu dekat, sangat jelas mereka melihat luka yang menganga di perut Dewi.

Dewi menyeringai sambil memasukkan tangannya ke dalam rongga perut yang terbuka lebar, seperti mengeruk sesuatu lalu disodorkan ke dekat wajah Maya dan Sofa. Namun begitu, baik Gani dan Zubaidah juga dapat melihat apa yang ada di telapak tangan Dewi.

"Tolong, tolong berikan anak ini kepada bapaknya," pinta Dewi.

"Uekh!" Maya mengeluarkan suara seperti orang mau muntah, melihat janin merah seukuran anak kucing yang baru dilahirkan, bergerak-gerak di atas telapak tangan Dewi nan berlumuran darah.

Bab terkait

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 9

    Sofa dan Maya saling peluk satu sama lain, keduanya merasa mati ketakutan tetapi tidak hilang kesadaran."Hihihihihih ...." suara tawa Dewi kembali terdengar melengking, sosoknya perlahan menjauh, janin yang tadi dipamerkan kini didekap erat, dari mulutnya terdengar senandung kesedihan."Ayo kita balik ke rumah," ajak Gani sambil menggendong tubuh Juriah.Dengan sisa tenaga yang ada, Maya dan Sofa dituntun oleh Zubaidah menuju rumah, sosok Dewi sudah sepenuhnya menghilang dari pandangan.Dengan susah payah mereka akhirnya tiba kembali di rumah tapi teror belum berhenti, di kamar Juriah mereka menemukan tulisan merah di kaca standing yang berbunyi. "Mereka semua akan mati, kalian juga akan mati!"Sontak Maya, Sofa, Gani dan Zubaidah bergetar membaca pesan ancaman itu, "Sekarang katakan dengan jujur, siapa Dewi dan apa hubungannya dengan kalian?” tanya gani kepada kedua gadis teman anaknya itu.Secara singkat Sofa menceritakan siapa Dewi dan bagaimana akhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 10

    Suara kaca pecah disusul jeritan Sofa, terdengar oleh Gani yang sampai di pintu utama, dibaringkannya tubuh Juriah di atas sofa ruang tamu. Lalu, dengan sisa tenaga yang dimiliki ditendangnya pintu kamar Juriah.Brak! Pintu terbuka dan membanting dinding, sosok Dewi menghilang dari pandangan, tetapi lampu kamar tetap tidak menyala karena telah pecah. Maya tergeletak tidak sadarkan diri, Sofa terluka di bahu kiri, dan Zubaidah berusaha mencabut beling yang menancap di bahu Sofa.Gani mengangkat tubuh Juriah, membaringkan gadis itu di ranjang, dia juga mengangkat Maya dan membaringkan gadis itu di sebelah anaknya."Juriah kenapa, Pa?" tanya Zubaidah cemas, sambil membalut luka Sofa dengan kain kasa. Lalu, dia juga menyeka darah yang hampir mengering di telinga Juriah."Jangan cemas, dia cuma pingsan. Kalian tunggu di sini, Papa ambilkan bola lampu yang baru,” jawab Gani."Pa jangan," cegah Zubaidah, dia masih trauma khawatir suaminya juga diserang oleh sosok D

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 11

    Akibat kecelakaan itu, Ratna mengalami cedera parah pada bagian kaki, dan sebelah kakinya terpaksa diamputasi. Baru saja tersadar dari pengaruh bius akibat operasi, sepasang mata Ratna tiba-tiba menatap nyalang ke langit-langit kamar, di sana dia melihat sosok hantu menyeringai ejekan ke arahnya."Pergi! Pergi!" teriak Ratna histeris, dia merasa jijik dengan darah yang keluar dari kening dan perut hantu itu.Benda cair kental berbau tersebut terus menetes setitik demi setitik mengenai badannya. "Bagaimana rasanya tidak memiliki kaki?" suaranya parau dan berat itu mengajukan tanya kepada Ratna.Mata Ratna membelalak, kepala digelengkan berulang kali. "Tidak! Tidak mungkin! Kakiku masih ada, aku tidak mungkin cacat!" pekiknya lantang."Ha ha ha ha ha!" Sosok hantu itu ganda tertawa, membuat darah muncrat-muncrat mengenai wajah Ratna."Aku tidak mau kakiku dipotong, Abang! Kembalikan kakiku, kembalikan!" teriakan Ratna membahana, beruntung dia di rawat di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 12

    ”Juriah,” Akmal menepuk pundak Juriah, membuat bayangan orang yang menggali tanah lenyap seketika.Juriah reflek menoleh, Akmal cepat mencengkram pergelangan tangan gadis itu sambil menatap ke arah lain karena Juriah tidak berbusana. Sofa sigap menyarungkan kain sarung ke tubuh Juriah, untuk menutupi aurat gadis tersebut.“Aku melihat ... aku melihat orang mengambil tengkorak manusia di sana,” adu Juriah tentang apa yang dilihatnya tadi.Akmal berjalan cepat menghampiri nisan yang ditunjuk Juriah, terlihat nama Dewi tertulis di papan nisan itu.“Apa kamu melihat wajahnya?” tanya Sofa berbisik.“Dia laki-laki, tinggi, masih muda, dan berkacamat ....”Kata-kata Juriah terpotong, karena tiba-tiba Sofa membekap mulutnya dan memberikan kode agar tidak melanjutkan kalimat.“Ada apa?” tanya Akmal sambil membetulkan posisi kacamatanya yang bergeser, pemuda itu heran melihat Sofa membekap mulut Juriah.Sofa menggele

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 13

    Akmal memacu kendaraannya sekencang mungkin, mengikuti jalan yang diduga dilalui mobil misterius tadi. Hatinya, lega setelah melihat penampakan bagian belakang mobil itu.Si pemuda mulai memainkan kecerdikannya dalam menjaga jarak dengan mobil yang dikejar, agar si pengendara mobil tidak merasa tengah diikuti.Mobil melambat ketika mendekati area pemakaman umum, Akmal juga memperlambat laju mobilnya. Kuat dugaan si pengendara mobil akan berhenti di depan komplek pemakaman.Kecurigaan mereka kian bertambah terhadap orang itu, karena menyadari di komplek inilah Dewi, Seno, dan Yono dimakamkan. Namun, dugaan mereka meleset mobil yang mulai melambat tiba-tiba tancap gas."Kok gak dikejar, Mal?" tanya Sofa heran, ketika Akmal tetap diam di tempat sementara mobil itu melaju kencang meninggalkan gerbang komplek pemakaman."Biarin aja, ada yang lebih menarik untuk diselidiki," jawab Akmal sambil memarkirkan mobilnya di tempat yang agak terli

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 14

    Hari kamis sore, beberapa hari setelah memergoki Umar di makam Dewi. "Kamu sudah dapat berita belum?" tanya Akmal sembari mengambil tempat duduk di sebelah Sofa."Berita apa?” Sofa balik bertanya, sejak Maya dirawat di rumah sakit dirinya tidak lagi tidur di kamar asrama, gadis itu memilih menginap di kamar Juriah."Pak Umar masuk rumah sakit, terkena penyakit cacar," jelas Akmal."Penyakit cacar aja, kirain berita apaan?" cibir Sofa."Tapi ini aneh, Sof. Semakin hari kondisinya bukan semakin membaik tapi semakin memburuk." jelas Akmal."Memburuk bagaimana?""Menurut kakak senior yang bertugas di RS tersebut, Luka cacarnya pak Umar bukan mengering, tapi malah semakin melebar dan berair. Setiap hari beliau merintih kepanasan, dan mengatakan badannya terbakar." tutur Akmal.“Loh Akmal, kapan sampai?” tanya Gani yang baru saja keluar dari dalam rumah.“Eh iya Om, ini baru juga sampai,” jawab Akmal se

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 15

    Orang-orang terus mengejar Juriah yang terseret semakin jauh ke arah Selatan gedung, sampai di dekat bangunan kantin lama ada tanaman bonsai mini, yang ditanam berjejer sebagai pagar pembatas dengan tempat parkir.Tanaman bonsai itu bisa dilangkahi, tapi Juriah melewati tanaman tersebut dengan posisi badan terseret. Zubaidah dan Sofa menangis melihat penderitaan sang anak, sudah dapat ditebak pastilah kulit gadis itu terkelupas. Apalagi saat melewati tempat parkir gedung kantin lama, yang mana lantainya adalah semen cor keras.Air mata Juriah bercucuran, jangan ditanya seperti apa rasa badannya?Sakit, perih, panas, semua itu membaur menjadi satu. Belum lagi rasa sesak, karena sejak tadi dia merasa mulutnya dibekap oleh telapak tangan yang tidak terlihat.Badan Juriah terus terseret masuk ke dalam bangunan gedung kantin yang lama tidak terpakai, suasana gelap membuat semua orang menyalahkan flash ponsel mereka.Keadaan menjadi terang bend

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 16

    Pagi hari keempat setelah malam mengerikan itu, Juriah kembali kedatangan pengunjung. Seorang pria setengah baya, berbadan tegap, memakai jaket coklat, tersenyum ramah menatapnya. Pria itu tidak datang sendiri, ia bersama tiga orang pria lain, yang berdiri siaga di depan pintu kamar perawatan Juriah.Selain tiga orang yang bersamanya, ada pula Sofa dan ibunya—Sofa yang berdandan ala wanita gipsi.Sikap Juriah dingin saja menyambut para tamu yang datang membesuknya, tatap mata gadis itu kosong dan ketika ditanya pun dia tidak menjawab.Setelah mendapat izin dari Gani dan Zubaidah, Ibunda Sofa memegang puncak kepala Juriah, mulut wanita itu komat-kamit seperti tengah membacakan mantra. Tidak lama kemudian Juriah menunduk, sebagian rambut menutupi wajahnya, gadis itu menangis tergugu.“Jangan takut anakku, sudah waktunya kau memberikan pengakuan kepada orang yang tepat,” ujar ibunda Sofa, seolah berbicara dengan sosok ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28

Bab terbaru

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 43

    Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 42

    Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 41

    Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 40

    Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 39

    *Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 38

    Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 37

    Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 36

    Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 35

    "Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o

DMCA.com Protection Status