**"Pergi, kamu!"Carissa tertegun. Tidak mengira bahwa respon Gara akan tetap seperti itu sekalipun sudah cukup lama waktu berlalu. Carissa sudah menguatkan mental dan fisik untuk kembali mendatangi sang suami setelah dua minggu mendinginkan hati, namun ternyata Sagara tidak sedikitpun berubah."K-Kak Gara ... kok begitu ngomongnya?"Sagara mendesis kesal, demi Tuhan, kesal kepada dirinya sendiri. Ia merindukan Rissa, ia bahkan membiarkan perempuannya itu memandang menelisik kepadanya hanya demi mendapati betapa berantakan hidupnya selama dua minggu ini. Namun mengingat bahwa selama dua minggu ini pula Abian sering berada bersamanya di mansion sang Mami, api besar yang berkobar seperti membara dalam dadanya."Mau apa lagi kamu ke sini, ha?""Kak Gara, aku udah bilang aku kangen. Kenapa kamu masih begini sama aku, Kak? Apa kesalahanku terlalu besar?""Kenapa kamu masih datang ke sini? Apa Abian kurang bisa memenuhi kebutuhanmu, ha?""Kak Gara!""Sana pergi! Bukankah kamu sudah bahagia
SEASON 2**Ini adalah weekend. Carissa sedang berbaring dengan nyaman di ruang tengah rumahnya, dengan sebuah buku novel di tangan dan kedua telinga tertutup headset. Menikmati hari setelah satu minggu bergelut dengan pekerjaan. Yeah, Yasmin memang sebenarnya tidak mengizinkan sang menantu datang ke butik untuk bekerja, namun Rissa merasa bosan jika harus berada di rumah sendirian sepanjang hari. Maka, ia tetap berangkat ke butik dan bekerja seperti biasanya."Baby, what are you doing?"Sagara melongokkan kepala, memandang sang istri yang tampak asyik sendiri. Tak ada jawaban yang terlontar, jadi lelaki itu beranjak mendekat."Sayang?""Ah?" Rissa buru-buru melepas headset-nya. "Kak? Ada apa?""Asyik banget kelihatannya. Diem aja aku panggil-panggil.""Sorry." Rissa terkekeh pelan. "Suka lupa dunia kalo udah pegang buku.""Taruh dulu lah, bukunya. Weekend adalah waktu buat aku.""Salah." Rissa mencibir. "Weekend itu waktu buat istirahat."Gara hanya mengangkat bahu. Ia memposisikan di
**"Mana ada orang jualan takoyaki jam setengah dua dini hari begini? Ya ampun, Ris, kamu begini banget kalo mau ngerjain aku?" Gara mengerang dengan frustasi seraya meninju pelan kemudi mobilnya setelah hampir setengah jam berputar-putar di jalanan. Kota memang tidak sepi dan ada satu dua toko atau kedai yang masih buka meski ini dini hari. Namun, sama sekali tidak tampak penjual takoyaki di antaranya. Lelaki itu tidak mau membuat Carissa kecewa, karena istrinya sangat jarang meminta sesuatu. Jadi harus bagaimana?"Mungkin emang nggak ada," keluh Gara sementara menghentikan mobilnya di tepi trotoar jalan. Tak mengapa, tidak ada petugas dishub pada jam sekian. "Mungkin Rissa bakalan ngerti kalo aku pulang dan bilang nggak ada. Ah, dia pasti ngerti, kan? Kita bisa cari lagi nanti kalau hari udah terang. Lagian aku ngantuk banget."Berbekal keyakinan dalam hati, Gara akhirnya kembali memutar kunci mobilnya dan menghidupkan mesin. Bersiap untuk pulang ke rumah. Berusaha mengumpulkan kons
**"Rissa?" Sagara memanggil pelan ketika sudah sampai kembali di rumah, beberapa saat kemudian. "Ris, aku dapet takoyakinya, nih. Awas aja kalo nggak diabisin, ya?"Lelaki itu melangkah perlahan menuju kamar. Membuka pintu, dan tertegun di sana. Diam memandang sosok yang sedang memejamkan mata seperti putri tidur itu. Gara mendekati sang istri dan mengelus pucuk kepalanya dengan lembut. Membuat yang bersangkutan menggeliat pelan dalam tidurnya."Bangun, Sayang.""Mmm ....""Nih, takoyaki. Aku udah berjuang buat dapet ini dini hari begini. Ayo, bangun." Gara mengecupi kening perempuan yang masih terlelap itu. Membuat tidurnya terganggu dan mau tak mau jadi membuka mata."Kak?""Iya. Bangun, ini aku dapet takoyakinya."Serta merta Rissa terbangun. Dengan wajah berseri dan mata berbinar-binar ia meraih bungkusan yang masih ada di tangan suaminya."Ah, masih panas.""Hati-hati kalo makan. Kan baru dimasak, jelas masih panas, dong."Rissa meniup kecil makanan berbentuk bulat-bulat itu, ke
**"Kok wajahnya begitu, sih?" Gara tertawa kecil saat melihat raut sang istri yang cemberut."Begitu gimana? Aku wajahnya kan ya emang begini. Kamu berharap wajahku mau kek mana lagi?""Itu cemberut begitu. Kenapa? Cemburu ya kalo aku ketemu sama Aneska?""Siapa yang cemburu?""Kamu, lah. Kalo aku sih ya jelas cemburu kalo kamu ketemu sama laki-laki lain." Gara masih tertawa menggoda saat wajah Carissa tampak semakin kusut."Nyebelin kamu, tuh. Udah ah, sana jauh-jauh!"Sagara benar-benar tertawa. Ia memeluk sang istri dari samping sembari menciumi pipi perempuan itu. "Hei, aku kan cuma ketemu sama dia. Itu nggak sengaja, Sayang. Jangan cemberut begitu, dong.""Gimana mungkin ketemu sama Aneska jam segitu?""Nah, itu. Aku sempet tanya juga, katanya dia baru pulang kerja.""Jam segitu pulang kerja? Kerja apaan?" Rissa terbelalak, melupakan rasa cemburu yang tadi sempat menyapa. Sekarang ia benar-benar serius bertanya. "Kamu nggak tanya dia kerja apa, Kak?""Katanya dia kerja di restor
**Oh, God.Sagara bertukar pandang dengan Carissa, menampilkan dua raut wajah yang berbeda. Gara tampak seratus persen terkejut, sementara Rissa terlihat penuh haru."Mami!" Perempuan itu berseru. "Ah, ini berita bagus!""Bagus, tapi rupanya Gara nggak berpikir demikian," timpal Yasmin seraya melirik sang putra.Rissa mendelik kepada suaminya yang masih terpaku di tempat. "Kak Gara! Jangan sampai kamu mengacaukan rencana baik ini, ya! Mami sama Papa udah kepisah cukup lama. Kalau sekarang ada yang mau halangin mereka kembali, aku yang berdiri paling depan buat ngebelain!"Oh, sial. Sagara bisa apa jika sang istri sudah berlagak demikian? Maka mau tak mau kini lelaki itu hanya melambaikan tangan sambil lalu."Terserahlah.""Ah, bagus!" Rissa bertepuk tangan kecil dengan wajah gembira. "Jadi, kapan acaranya, Mam? Apakah lebih dulu dari Radit?""Nggak, Ris. Radit yang lebih dulu, lah. Lagian ini aku sama papanya Gara hanya akan menikah tanpa acara apapun.""Kok begitu, Mam?""Kamu nggak
**Sagara dan Radit yang masih bercengkerama dengan obrolan ringan seputar rencana pernikahan itu mendadak menghentikan kegiatan kala ketukan pelan di pintu terdengar menginterupsi. Radit segera merapikan dirinya dan berada pada posisi siaga sebelum pintu terbuka."Tamara?" Lelaki tiga puluh tahun itu menyebut dengan heran saat melihat siapa yang kemudian masuk."Selamat pagi," sapa sosok cantik yang baru menampakkan diri itu."Tumben?" Radit menggerutu pelan, melirik sekilas ke arah Sagara yang tetap diam di sampingnya. "Ada perlu apa, Tam?""Biasanya aku ke sini, kamu nggak pernah tanya ada perlu apa," tukas si perempuan, menjawab Radit dengan ketus."Karena ini nggak biasa."Tamara berdecih singkat kepada Radit seraya meletakkan sebuah stopmap di atas meja Sagara. "Itu titipan dokumen dari Papi. Kamu liat aja sendiri.""Cuma jadi kurir doang ternyata." Radit mendengus kecil, disambut pelototan garang dari perempuan seksi yang sore ini sedang mengenakan dress ketat berwarna merah me
**"Selamat datang!"Rissa menyambut dengan ramah saat pintu butik didorong terbuka. Selalu itu yang ia lakukan saat customer datang, tanpa terkecuali. Kemudian biasanya Rissa akan menawarkan bantuan rekomendasi baju atau bertanya dengan ceria,apa yang mereka butuhkan. Nah, namun kali ini, hanya sapaan saja yang Rissa bisa sampaikan. Setelahnya, perempuan itu diam terpaku memandang sosok yang baru saja memasuki butik."Tamara?""Begitu cara kamu nyambut pelanggan?""Oh?" Rissa bergerak dengan kikuk. "Silakan masuk. Ada yang bisa aku bantu? Kamu mau cari baju apa?"" Actually, nothing." Perempuan semampai itu mengibaskan rambut panjangnya sembari memandang sekeliling. Membuat Rissa kesal saja."Jadi, ke sini mau ngapain, eh?""Aku mau cari Mami. Mana Mami?""Nggak ada." Rissa menjawab pendek dengan kesal. Jelas saja belum bisa ia lupakan pertemuan terakhirnya dengan perempuan ini yang menyebabkan dirinya nyaris keguguran atau bahkan kehilangan suami."Ke mana?" Tamara ternyata masih me