Benar kata Davian, mereka menempati rumah dinas yang jaraknya sangat dekat dengan kantor pria itu tapi di dalamnya disulap seperti rumah mewah yang tentunya dengan budget sendiri tidak ditanggung pemerintah.Ini semua Davian lakukan agar Cinta kerasan tinggal di sana.Dari luar, rumah itu seperti rumah dinas yang lain tapi dalamnya sangat eksclusive bahkan Davian mengganti cat dan lantai agar terasa lebih nyaman.Papi cukup puas saat melihat ke dalam rumah, bibir beliau sedikit tersenyum sambil manggut-manggut sembari memindai keseluruhan ruangan di rumah itu.Mami dan papi kemudian dituntun oleh driver yang membawa koper ke kamar tamu untuk membersihkan diri sebelum makan malam.“Kamu istirahat aja ya, aku minta Encum masak makan malam dulu.” Encum dan pakaian juga barang-barang Cinta sudah sampai seminggu yang lalu.Sengaja Encum pergi duluan ke Medan untuk merapihkan rumah dan barang-barang Cinta agar ketika datang—semua barang-barang Cinta sudah tertata rapih di kamar.Cinta meng
Davian masuk ke dalam kamar setelah tadi mami keluar dari kamar dan memberitahunya kalau Cinta sudah tidur.Dia akan tidur di ranjang yang sama dengan Cinta tidak peduli istrinya suka atau tidak.Cinta tidur meringkuk menghadap sisi ranjang bagiannya jadi Davian bisa menatap wajah cantik sang istri yang tengah tertidur pulas.Diusapnya pipi Cinta lembut seringan bulu dengan sorot mata sendu.“Maafin aku Cinta, aku menyesal.” Davian melirih.“Aku enggak tahu kalau kamu akan semenderita ini karena patah hati,” sambung Davian lagi.Perlahan Davian menyelipkan tangan ke bawah leher Cinta dan istrinya itu bergerak tanpa sadar masuk ke dalam pelukannya.Menempelkan sisi wajahnya ke dada Davian dengan satu tangan melingkari pinggang pria itu.Tangan Davian yang bebas mengusap-ngusap punggung Cinta.Dia kecup dalam kening Cinta sebelum akhirnya mengeratkan pelukan dan mulai terlelap menyusul Cinta ke alam mimpi.*** Beberapa hari ini Jingga sering memergoki suaminya diam-diam melamun sendiri
Mami dan papi sudah kembali ke Jakarta.Tinggalah Cinta bersama Encum, Davian tidak perlu dihitung karena Cinta tidak mempercayai pria itu.Kemarin malam sebelum pulang, mami dan papi cukup lama bicara dengan Davian entah membicarakan apa.Pasti papi melayangkan banyak ancaman kepada Davian agar tidak menyakiti Cinta.Tapi bukan hanya Davian, mami dan papi juga adil memberikan banyak nasihat untuk Cinta.Salah satunya adalah agar Cinta mau membuka hati untuk Davian.Kenapa mami dan papi percaya sekali kepada Davian?Pria itu sudah pernah menyakitinya begitu hebat sampai rasanya Cinta ingin mati saja agar terlepas dari sakit ini.“Cinta,” panggil Davian dari pintu depan.Kebiasaan baru Davian setelah mami papi pulang adalah berteriak memanggilnya dari pintu depan ketika pulang kerja.Mungkin Davian berharap Cinta menyambut dengan senyum seperti seorang istri pada umumnya.“Ih ogah,” gumam Cinta membayangkan dia harus melakukan itu.Dia menaikkan volume televisi dan pura-pura fokus meno
Pintu kamar terbuka, sosok suaminya yang bertubuh tegap masuk.Sialnya Cinta malah menoleh dan dia mendapati Davian tersenyum.“Hai Cantik,” sapa Davian.Cinta mendelik manja, mengembalikan tatap ke layar televisi.Pria itu tidak menghampiri Cinta malah bergerak mendekati lemari lalu mengeluarkan tas dari dalam lemari.Cinta jadi semakin curiga karena biasanya Davian akan menggodanya dengan mengusap kepala atau mencuri kecup di kening atau pipi.“Aku harus ke luar kota, sekitar dua sampai tiga hari … nanti aku minta anggota buat ngecek keadaan kamu tiap hari, ada mobil sama supir kalau kamu mau jalan-jalan keluar … tapi kalau bisa jangan jauh-jauh ya.” Davian mengatakannya sambil memasukan pakaian ke dalam tas.Cinta langsung negatif thinking, dia berprasangka kalau Davian akan pergi bersama wanita yang sering datang ke kantornya.Tidak adanya sahutan dari Cinta itu tidak terlalu dianggap serius oleh Davian karena Cinta memang sering mengabaikannya. Pria itu bolak balik ke kamar mand
“Saya Sofia … Pak Davian ada?” Wanita itu bertanya dengan senyum ramah di bibir.“Lagi keluar kota,” jawab Cinta singkat.“Oh … ini, saya bawa kue untuk pak Davian … tadi saya di kasih tahu tukang parkir Polsek katanya pak Davian enggak ke kantor hari ini terus saya tanya alamat rumahnya dan ternyata dekat jadi saya ke sini,” tutur wanita itu, wajahnya tampak berseri. Cinta tidak langsung meraih paperbag itu.“Ada keperluan apa ya Mbak Sofia kasih-kasih kue gini sama suami saya? Suami saya aparat penegak hukum yang dilarang keras menerima hal-hal seperti itu.”Deg.Raut wajah wanita tadi berubah pias.Bukan karena perempuan yang di depannya menolak secara halus kue yang dia bawa melainkan karena informasi yang baru saja dia dapat bahwa perempuan muda ini adalah istrinya Davian. “Oh … pak Davian udah punya istri?” Dia bergumam.“Memangnya dia enggak cerita?” Cinta melipat tangannya di dada, tampangnya berubah judes.Wanita itu tersenyum canggung, dia menggelengkan kepala.Selama ini
Keesokan harinya Cinta seperti sedang menunggu seseorang, dia mandi pagi sekali menggunakan pakaian bagus sedikit seksi tidak lupa memoles sedikit wajahnya.Cinta duduk di depan jendela menjangkau pandangannya ke arah kantor Davian yang pelataran parkirnya sepi.Dia setia di sana sampai siang dan Encum mengajaknya makan siang.Lalu duduk di sana lagi sampai sore mengawasi apa saja yang dia bisa lihat di luar.Dan ketika hari hampir malam, Cinta membersihkan tubuhnya sebelum senja. Davian mengatakan akan pergi dua sampai tiga hari tapi tidak tahu kapan sebenarnya dia akan pulang.Seharian ini juga Davian tidak mengirim pesan sampai Cinta pegal menatap layar ponselnya.Mungkin Davian sedang dalam perjalanan pulang atau bisa jadi dia lelah mengirim banyak pesan hanya dibaca saja oleh Cinta.Dengam asumsi malam ini Davian akan pulang, Cinta pun memakai pakaian seperti malam ketika pria itu pergi, sesuai permintaan.Cinta menyemprotkan bodymist juga menggunakan lip product pelembap di bib
Davian bangun pagi itu tidak mendapati Cinta di sampingnya.Jam menunjukkan pukul sembilan pagi dan dia sudah sangat kesiangan untuk bangun tapi hari ini adalah hari liburnya jadi yang Davian lakukan bukan pergi ke kamar mandi melainkan keluar kamar mencari sang istri.Davian ingin tahu apa yang akan dilakukan atau dikatakan Cinta ketika mereka bertemu nanti setelah tadi malam untuk pertama kalinya setelah mereka menikah—melakukan hubungan suami istri.Dia yakin kalau tadi malam Cinta sadar saat bercinta dengannya karena dengan jelas Davian melihat mata Cinta sempat terbuka dan menatapnya sayu.Meski Davian tidak tahu kenapa Cinta tidak memprotes dan malah menikmati sentuhannya—yang padahal dia sudah berniat akan berhenti kalau tiba-tiba Cinta bangun dan menolak bercinta dengannya— tapi Davian merasa sangat bahagia.Bibir Davian tersenyum mengingat pergulatan panas mereka tadi malam.Ya ampun, Davian jadi ingin melakukannya lagi.Langkah Davian berhenti di dapur setelah mencari Cinta
Selanjutnya hanya Davian yang bicara meski pertanyaan ditujukan kepada CintaCinta diam saja memakan bubur yang rasanya sudah tidak senikmat sebelum kedatangan Davian.Setelah Dian dan Cinta menghabiskan satu mangkuk bubur, Davian pamit lebih dulu membawa Cinta pergi dari sana.“Kamu kalau mau keluar harus ditemenin, kalau ada yang nyulik gimana?” Davian berjalan di depan membuka jalan untuk Cinta karena padatnya orang-orang yang berlalu lalang di sana.Tidak lupa dia menggenggam tangan Cinta agar mengikutinya.Seperti biasa, Cinta tidak menjawab pertanyaan Davian tapi tidak melepaskan juga genggaman tangannya karena Cinta merasa dimudahkan berjalan di belakang tidak seperti tadi ketika berjalan sendiri banyak yang menyenggol tubuhnya.Davian berhenti di stand penjual minuman segar.Seorang wanita paruh baya memakai celemek yang menjual minuman dari jeruk peras itu.Orangnya tampak bersih, segala perabotannya juga bersih dan mejanya terlihat rapih karena langsung dibersihkan setiap s
Biru merangkul pundak Jingga, mengecup pelipisnya sebagai ungkapan Terimakasih yang sudah ribuan kali dia ungkapkan semenjak Jingga dengan kesadaran sendiri mengajak Biru ke dokter kandungan setahun lalu untuk membuka KB IUD.Katanya Jingga merindukan suara tawa bayi dan pekerjaannya yang sekarang pun tidak seberat dulu.Jadi Jingga merasa mungkin sudah waktunya memiliki anak ke tiga.Dan tanpa dia duga, hanya dalam jangka waktu kurang lebih setahun setelah membuka KB IUD—Tuhan mempercayakan malaikat kecilnya lagi kepada mereka. Semua bahagia mendengar kabar kehamilan Jingga.Kehamilannya yang ketiga ini pun begitu dinikmati oleh Jingga.Pekerjaan Jingga tidak terganggu karena tidak ada kendala berarti selama kehamilan.Sampai Jingga lupa mengajukan cuti hamil, dia tetap pergi ke kantor meski kandungannya sudah memasuki masa persalinan.Pagi itu satu kantor geger karena Jingga ditemukan jatuh di kamar mandi oleh stafnya dengan ketuban pecah.“Panggil ambulan!” Atasan Jingga berseru k
Papi sudah pensiun sebagai Panglima TNI Republik Indonesia, sekarang beliau sedang menikmati masa tua di rumah saja. Ada beberapa bisnis yang digeluti papi yang sudah dipersiapkan sebelum pensiun tapi tidak memerlukan perhatian khusus dari beliau.Hanya sesekali saja mengecek dan sisa waktunya papi bisa habiskan dengan bermain bersama cucu.Setelah Cinta menjadi sarjana meski sempat terseok menjalaninya karena harus melahirkan anak ke tiga, papi meminta besannya yaitu papanya Jingga untuk memasukan Cinta menjadi pegawai Bank dari jalur Officer Development Program.Kebetulan Cinta berkuliah di kampus unggulan dan memiliki IPK yang baik dan ternyata Cinta bisa lulus menjalani test yang dilakukan pihak ketiga dan sekarang Cinta seperti kakak iparnya, menjadi seorang bankir.Davian tidak melarang Cinta berkarir, seperti halnya Biru yang justru mendukung karir Jingga.Meski sekarang Jingga lebih menikmati bekerja dibalik meja menjadi backoffice berkutat setiap harinya dengan kertas dan an
Hari berikutnya dan hari-hari selanjutnya, Cinta seakan bukan miliknya lagi.Cinta dikuasai oleh Kiana dan Bara apalagi Bara yang masih sering tantrum, kalau kata bunda dan mami—mungkin Bara tahu akan memiliki adik sementara dia masih ingin kasih sayang dan perhatian full dari kedua orang tuanya.Baiklah, ingatkan Davian untuk meminta Cinta pasang KB setelah melahirkan anak ketiga mereka nanti.Karena sesungguhnya, tanpa ada yang tahu kalau Cinta tertekan.Dia lelah karena harus membagi waktu dengan anak-anak dan kuliah.Berimbas pada bobot tubuh Cinta yang menurun padahal sedang mengandung.“Sayang.” Suara Davian yang baru saja masuk ke dalam kamar membuat Cinta refleks mengusap air mata di pipi.“Kamu nangis?” Davian bergerak mendekat dengan langkah cepat.Pria yang gagah dan selalu tampan di mata Cinta dengan seragam Polisinya itu langsung menangkup wajah Cinta menggunakan tangannya yang besar.“Kamu nangis?” Davian mengulang.“Enggak, tadi aku pakai obat tetes mata karena mata aku
Semenjak kejadian Davian menyusul Cinta yang pergi tanpa ijinnya ke Puncak, Cinta jadi banyak berubah.Sekarang Cinta lebih mementingkan keluarga kecilnya.Cinta sudah tidak lagi melimpahkan urusan anak-anak kepada Nanny kalau dia ada di rumah.Meski keteteran dengan tugas kuliah tapi sebisa mungkin Cinta yang mengambil peran untuk mengurus anak-anaknya.Davian juga sebagai suami tidak merasa dirinya paling benar, dia berpikir kalau Cinta sempat khilaf pasti karena kesalahannya juga.Bila dulu Davian jarang sekali mengajak Cinta jalan-jalan, setelah kejadian itu Davian membuat jadwal kencan berdua dengan Cinta di malam minggu.Jadi setiap malam minggu, Davian dan Cinta akan mengantarkan Kiana dan Bara bergantian antara rumah papinya Cinta atau rumah ayahnya Davian untuk menitipkan mereka sementara dia dan Cinta menghabiskan malam minggu berdua.Entah itu hanya makan malam, nonton konser, nonton film atau checkin di hotel berbintang dan pulang keesokan harinya. Dan malam ini—selagi ka
Davian menarik pundak Cinta kemudian mengecup pelipis istrinya.“Aku pake baju dulu ya, kasian papi sama mami udah nungguin.” Tidak ada respon dari Cinta, raut wajahnya masih masam.“Papi ganti baju dulu ya, Kiana duduk sini sama bunda.”Cinta merangkul Kiana sehingga Kiana mau duduk di atas pangkuannya sedangkan Davian pergi ke walk in closet memakai pakaian.“Kakak kenapa pukul ade? Adenya disayang ya?” Cinta menegur Kiana dengan suara lembut.Melihat jejak air mata di wajah sang bunda membuat perasaan Kiana jadi tidak nyaman.Dia memeluk sang bunda.“Maafin Kiana Buna.” “Harus sayang sama ade ya?” pinta sang bunda dengan pendar sendu di mata.Kiana mengangguk.Davian bisa mendengar percakapan Cinta dengan Kiana dari dalam walk in closet kemudian bibirnya tersenyum karena hatinya menghangat.*** Mobil yang kemudikan Davian dan Biru bersamaan tiba di pelataran parkir sebuah studio.Protokoler papi yang mengetahui kedatangan mobil putra dan menantu sang Jendral langsung mengarahkan
“Mas … tolong jawab dulu itu telepon enggak tahu dari siapa,” kata Cinta meminta bantuan saat sang suami masuk ke dalam kamar anak-anak untuk mencari tahu kenapa anak-anak menangis.“Oh … oke.” Davian bergerak ke sebuah meja di mana ponsel sang istri berada.“Kiana … hey, udah nangisnya … tadi Bunda ‘kan harus menyusui ade Bara dulu.”“Hallo ….” Suara Davian terdengar menyahut.Om Ridho sampai menjauhkan ponsel dari telinga untuk mengecek apakah mungkin dia salah menekan nomor karena bukan suara Cinta yang seharusnya dia dengar malah suara seorang pria.“Om Ridho!” Davian berseru karena telah melihat nama di layar ponsel Cinta. “Oh … ini Mas Davian ya?” Ridho memastikan.“Iya, Om.” “Uuuh sayang … sayang …” Suara Cinta bersama tangisan anak kecil masih bisa didengar oleh Ridho.Seperti dejavu karena saat menghubungi Biru tadi dia juga mendengar hal yang sama.“Ini kalian masih di rumah ya? Ibu sama Bapak udah sampai, beliau meminta kalian segera datang.” Om Ridho memberitahu.“Iya Om
Mengetahui kalau Biru dengan Davian telah berdamai, papi dan mami berinisiatif untuk melakukan foto keluarga bersama anak, cucu, menantunya.Kebahagiaan yang setiap tahun dirasakan mami dan papi dengan kehadiran cucu-cucu patut diabadikan.Studio foto milik photographer ternama yang menjadi pilihan papi dan mami untuk mengabadikan moment kelengkapan keluarga mereka.“Lho … Biru sama Cinta belum sampai?” Papi bicara pada Ridho-sang ajudan begitu tiba di studio foto dan tidak mendapati anak cucu dan menantunya di sana.Ya mana Ridho tahu, ‘kan dia pergi dari rumah bersama papi.“Sepertinya belum, Pak.” Ridho menjawab.“Mungkin mereka kejebak macet. “Mami menimpali.”“Selamat siang Pak Yuna Dewangga.” Sang photographer menyambut.“Selamat siang.” Papi dan pria Photographer saling menjabat tangan, setelah itu pria photographer beralih pada mami.“Anak dan menantu beserta cucu-cucu saya belum datang, bisa kita tunggu sebentar?“ kata papi meminta waktu.“Oh … tidak masalah, bagaimana kalau
“Raina itu sekertaris aku … aku akan selalu ngajak dia ke pesta untuk cari tahu tentang klien dari sekertaris mereka … aku sengaja beliin dia gaun biar dia enggak ngoceh di luaran kalau uangnya habis beli gaun untuk nemenin aku ke pesta … hubungan aku sama Raina hanya sebatas pekerjaan.” Reyshaka akhirnya bersuara setelah beberapa lama diam sambil memeluk Namira.Namira tidak menyahut, membiarkan kalimat penjelasan Reyshaka menguap begitu saja.Gemas karena Namira tidak memberikan respon, pria itu lantas menegakan tubuh membawa Namira dalam pelukannya.“Terus … penjelasan kamu apa?” tanya Reyshaka menuntut setelah mengurai pelukan.Mata almond Namira mengerjap, istri cantiknya melongo bingung.“Penjelasan atas apa?” Namira bertanya polos.“Tadi ‘kan aku udah jelasin kenapa aku harus pergi ke pesta dengan Raina dan beliin dia gaun … sekarang aku mau denger penjelasan kamu kenapa bisa makan siang sama Erwan?”Namira tersenyum di dalam hati, suaminya ternyata benar-benar cemburu dan dia
“Pagi, Pak …,” sapa Jingga saat netranya bertemu dengan netra sang bos yang duduk di balik meja kerja.“Pagi … duduk, Bu Jingga.” Pak Kurnia mempersilahkan.Jingga tahu kalau dia akan dicecar habis-habisan karena target timnya masih merah sedangkan lima hari lagi akhir bulan.Jingga duduk, senyumnya tampak kaku tapi dia siap menerima apapun yang akan disampaikan pak Kurnia.“Begini Bu Jingga, mengingat hampir sepanjang tahun target Bu Jingga antara merah kuning belum pernah mencapai hijau … maka kemarin dalam panel saya terus dicecar oleh Bos … saya sudah mencoba mempertahankan Bu Jingga karena saya tahu kinerja Bu Jingga sebelum menikah tapi ternyata mereka tidak mau tahu … dan tetap memutuskan untuk mengganti Bu Jingga ….” Pak Kurnia menjeda mencari tahu ekspresi Jingga namun bawahannya itu memasang ekspresi datar hanya kerjapan mata sebagai respon.“Bu Jingga tidak diberhentikan tapi dipindahkan ke divisi lain, backoffice.” Pak Kurnia melanjutkan.Jingga mengembuskan napas berat,