Kazuha dan Keenan bertarung bersama. Kazuha seorang petinggi kepolisian. Dan Keenan seorang pemimpin dari kelompok pembunuh bayaran. Tidak seharusnya mereka bekerja sama. Namun kali ini adalah kasus yang berbeda. Kazuha ingin membalaskan kematian atasannya. Dan Keenan ingin menjalankan tugas dengan imbalan uang sangat banyak.
Jika dilihat dari kemampuan Keenan jauh di atas Kazuha. Walau laki-laki itu lebih tua dari Kazuha, laki-laki itu masih bisa bergerak cepat dan memukul dengan sangat keras. Satu pukulan ke dada lawannya saja sudah bisa membuat lawannya jatuh sesak nafas. "Apakah tidak masalah kamu tidak ikut bersamanya ke atas?" tanya Kazuha setelah menendang kepala musuhnya. "Kenapa juga aku harus ikut ke atas dan melawan monster-monster yang ada di sana? Itu bukan tugasku. Lagipula anak kecil itu sudah mengatakan bahwa dia akan melawan ketiga orang itu seorang diri," jawab Keenan menghapuskan darah yang menempel pada jasnya.Yoshiro terpental setelah mendapatkan tendangan keras dari Aewon. Benar kata Keenan. Secara kekuatan Yoshiro masih jauh di bawah Aewon. Belum saatnya Yoshiro bertarung satu lawan satu melawan iblis itu. Namun inilah yang ditunggu-tunggu oleh Yoshiro selama ini. Yoshiro tidak akan mundur.Ada dua hal yang merepotkan dari diri Yoshiro adalah kemampuannya meniru kemampuan beladiri orang lain dan kecepatan gerakannya. Aewon tidak bisa mengalihkan pandangannya sedikit saja dari tubuh laki-laki itu. Karena dalam sedetik saja laki-laki itu bisa menghilang dan muncul di titik buta Aewon. Akan sangat berbahaya jika itu terjadi.Aewon sendiri pun juga menerima beberapa pukulan dari Yoshiro. Walau sedikit, namun pukulan itu memberikan memar pada tubuh Aewon. Membuktikan bahwa latihan Yoshiro dengan Keenan membuahkan hasil. Tubuh Yoshiro lebih kuat daripada sebelumnya. Walau belum mencapai titik sempurna, tubuh Yoshiro sekarang bisa untuk menopang kemampuannya dalam jangka wak
"Hoosh...."Yoshiro mencoba mengatur nafasnya yang sudah memburu hebat akibat pertarungan sengitnya melawan sekelompok geng motor yang menjadi targetnya kali ini. Ya, Yoshiro memang merencanakan untuk mengalahkan mereka dan mengambil barang berharga yang dimiliki oleh anggota geng motor itu. Sayangnya, Yoshiro salah perhitungan.Meski sudah berhasil mengalahkan sepuluh orang itu, namun kini Yoshiro benar-benar kehabisan tenaga. Ditambah lagi dengan segala luka yang ada, membuat Yoshiro tidak bisa bergerak.Untung saja para musuhnya itu sudah terpakai di tanah dalam kondisi pingsan. "Kenapa kamu tidak membunuh mereka sekalian?" tanya seorang laki-laki asing dari arah belakang. "Siapa kamu?" tanya Yoshiro menatap ke arah laki-laki itu. "Komisaris polisi," balas laki-laki itu melemparkan kartu tanda anggota kepolisiannya ke hadapan Yoshiro. Honpil Mith. Laki-laki dengan pangkat perwira itu cukup direpotkan dengan ulah Yoshiro yang selalu saja menyerang secara membabi buta seg
Kini, Yoshiro berdiri diam di samping ranjang rumah sakit. Menatap ke arah wajah ibunya yang sedang tertidur pulas dengan bagian tangan terpasang infus. Wajah keriput, tubuh yang kurus kering, dan rambut yang sudah penuh dengan uban. Benar-benar tidak enak untuk dipandang. Setiap Yoshiro menatap wajah Sheila, Yoshiro merasa bahwa ia harus pergi. Menuju ke tempat di mana ia bisa menghasilkan banyak uang dan membayar segala pengobatan ibunya. "Apa kamu tidak berangkat ke sekolah lagi? Bukankah saat ini seharusnya kamu berada di sekolah?" tanya Sheila membuka mata dan menatap Yoshiro. "Aku ke sekolah. Hanya saja pulang lebih awal. Guru mengatakan bahwa mereka akan rapat dan para murid bisa pulang lebih dulu," bohong Yoshiro. "Jangan seperti itu. Sekolah itu penting. Ibu tidak masalah jika harus berada di rumah sakit sendiri. Masa depanmu lebih penting. Ibu tidak mau anak Ibu dikeluarkan dari sekolah hanya karena sering tidak masuk kelas." "Aku tidak berbohong." "Lucu sekali. Ibu s
Di sisi lain, Honpil berada di ruangannya sembari menatap segala berkas kasus yang terjadi pada beberapa hari minggu belakangan ini. Kasus pencopetan, kasus penyerangan, dan kasus penganiayaan. Dari hampir seluruh kasus itu Honpil bisa menebak siapa dalangnya. Namun Honpil tidak bisa melakukan apa pun sekarang. Melainkan menghapus berkas kasus-kasus itu dan bersikap tidak pernah menerima laporan itu sebelumnya. "Apakah kamu sedang sibuk?" tanya seorang laki-laki berjalan masuk ke ruangan Honpil membawa dua kopi kaleng. "Bagaimana kelihatannya?" tanya Honpil menatap malas laki-laki itu. Kazue Vorc. Seorang inspektur polisi. Sekaligus sahabat dekat Honpil. Mereka sering kali terlibat karena harus memecahkan kasus yang sama. Dan dari situlah mereka semakin dekat sampai sekarang. "Bagaimana dengan kaki anakmu?" tanya Kazue menyerahkan satu kaleng kopi panas pada Honpil. "Sudah mulai membaik. Hanya saja dia harus menggunakan kursi roda saat berada di sekolah," balas Kazue membuka tu
Tanpa mengetahui hal yang direncanakan sang ayah, Serena menggerakkan kursi rodanya seorang diri menuju ke arah kantin. Tidak ada yang menemaninya. Ia memang sudah terbiasa sendiri. Semenjak ia menggunakan kursi roda. Pergerakan Serena terhenti saat sudah berada di kantin. Serena tidak bisa bergerak ke arah tempat pengambilan makanan. Bukan karena kursi rodanya rusak. Melainkan karena ada beberapa orang yang berhenti di depannya dan menghalangi jalannya. Seorang perempuan dengan rambut pirang. Terlihat sepertinya berandalan. Mingzu. Seorang anak dari salah satu penjabat di pemerintahan. Dengan teman-teman menghalangi jalan Serena. "Ada apa?" tanya Serena dengan tatapan kosong. "Pergilah. Di sini bukanlah tempat untuk orang cacat sepertimu. Sekolah ini kehilangan wibawanya saat ada orang tanpa kaki sepertimu," jawab Mingzu dengan keras sehingga menjadi pusat perhatian. Serena melirik ke sudut kantin. Di sana ada Brian Mcknight. Mantan pacar Serena. Sekaligus orang yang paling dita
Serena menatap bunga-bunga yang tumbuh di taman sekolahnya. Menghela nafas sejenak. Lalu memilih untuk menatap ke arah seorang laki-laki yang sedang duduk di kursi taman.Serena tidak mengenal laki-laki itu. Laki-laki itulah yang tiba-tiba saja menariknya dari kantin ke taman sekolah. Serena ingin marah. Namun Serena sadar bahwa tanpa laki-laki itu, pasti kondisi badannya saat ini sudah kotor karena terkena tumpahan jus jambu."Mau?" tanya Yoshiro menyodorkan roti yang sudah ia gigit sedikit."Aku tidak bisa memakan makanan sisa," balas Serena."Makanan sisa? Aku hanya mengingat sedikit di bagian ujungnya. Lagipula ini juga belum dibuang ke tempat sampah. Lalu kenapa kamu menyebutnya sebagai makanan sisa?""Karena sudah kamu gigit.""Aku tidak akan membagi apa pun lagi padamu setelah ini."Yoshiro mengingat rotinya dengan perasaan kesal. Menguyahnya tanpa kembali memandang ke arah Serena."Siapa yang menabrakmu?" tanya Yoshiro melirik ke arah kaki Serena."Entahlah. Tapi yang pasti,
Brian naik dari kolam renang sekolah dengan kondisi basah kuyup dan bagian atas badannya tanpa selesai kain sedikit pun.Kolam renang sekolah memang tempat umum. Para murid bisa masuk dan keluar semua mereka. Mereka pun bebas menggunakannya kapan saja.Namun aturan itu tidak berlaku saat Brian sedang menggunakannya. Brain adalah anak dari perdana menteri. Brain memiliki hak penuh dan kekuasaan di sekolah itu. Dan semua orang mengerti akan hal itu. Kecuali seorang laki-laki yang sekarang sedang berdiri sembari menatap Brian. Seorang laki-laki menggunakan almamater putih. Yoshiro."Sepertinya aku sudah menaruh dua pengawal di pintu masuk, apakah mereka lalai dan kamu mengambil kesempatan untuk masuk?" tanya Brian berhenti dalam kondisi masih cukup jauh dari Yoshiro."Manusia memiliki dua tangan. Tergantung pemiliknya mau digunakan untuk apa. Bisa digunakan untuk hal baik. Dan bisa juga digunakan untuk membuat orang lain tak sadarkan diri," balas Yoshiro memperlihatkan kedua tangannya pa
Yoshiro menghela nafas saat tiba-tiba saja ada tiga orang menggunakan jas hitam berwajah mengerikan menghadang jalannya.Tanpa bertanya lebih dulu, Yoshiro sudah mengerti alasan mengapa ketiga orang itu datang. Mingzu. Sudah pasti perempuan itu dalang dari kedatangan ketiga orang itu.Dua orang membawa tongkat besi. Dan satu orang yang berjaga membawa pistol. Kelompok mafia."Apakah kamu yang mencari masalah dengan putri dari Keluarga Archine?" tanya seorang mafia yang membawa pistol."Sepertinya aku tidak terlalu asing dengan lambang yang ada di jasmu," balas Yoshiro mengabaikan pertanyaan laki-laki itu. Dan lebih memiliki fokus pada lambang yang terdapat pada jas laki-laki itu."Wajah burung hantu berwarna putih? Apakah kalian dari WO?" tanya Yoshiro menatap saksama laki-laki pemegang pistol itu."Hee. Tidak kusangka kamu bisa menyadari itu. Sepertinya kamu bukanlah anak murid pada umumnya. Karena bisa tau sesuatu tentang kelompok kami," balas laki-laki itu.WO. Atau lebih tepatnya
Yoshiro terpental setelah mendapatkan tendangan keras dari Aewon. Benar kata Keenan. Secara kekuatan Yoshiro masih jauh di bawah Aewon. Belum saatnya Yoshiro bertarung satu lawan satu melawan iblis itu. Namun inilah yang ditunggu-tunggu oleh Yoshiro selama ini. Yoshiro tidak akan mundur.Ada dua hal yang merepotkan dari diri Yoshiro adalah kemampuannya meniru kemampuan beladiri orang lain dan kecepatan gerakannya. Aewon tidak bisa mengalihkan pandangannya sedikit saja dari tubuh laki-laki itu. Karena dalam sedetik saja laki-laki itu bisa menghilang dan muncul di titik buta Aewon. Akan sangat berbahaya jika itu terjadi.Aewon sendiri pun juga menerima beberapa pukulan dari Yoshiro. Walau sedikit, namun pukulan itu memberikan memar pada tubuh Aewon. Membuktikan bahwa latihan Yoshiro dengan Keenan membuahkan hasil. Tubuh Yoshiro lebih kuat daripada sebelumnya. Walau belum mencapai titik sempurna, tubuh Yoshiro sekarang bisa untuk menopang kemampuannya dalam jangka wak
Kazuha dan Keenan bertarung bersama. Kazuha seorang petinggi kepolisian. Dan Keenan seorang pemimpin dari kelompok pembunuh bayaran. Tidak seharusnya mereka bekerja sama. Namun kali ini adalah kasus yang berbeda. Kazuha ingin membalaskan kematian atasannya. Dan Keenan ingin menjalankan tugas dengan imbalan uang sangat banyak. Jika dilihat dari kemampuan Keenan jauh di atas Kazuha. Walau laki-laki itu lebih tua dari Kazuha, laki-laki itu masih bisa bergerak cepat dan memukul dengan sangat keras. Satu pukulan ke dada lawannya saja sudah bisa membuat lawannya jatuh sesak nafas. "Apakah tidak masalah kamu tidak ikut bersamanya ke atas?" tanya Kazuha setelah menendang kepala musuhnya. "Kenapa juga aku harus ikut ke atas dan melawan monster-monster yang ada di sana? Itu bukan tugasku. Lagipula anak kecil itu sudah mengatakan bahwa dia akan melawan ketiga orang itu seorang diri," jawab Keenan menghapuskan darah yang menempel pada jasnya.
Aewon dan Galil berkumpul di lantai tiga saat mendengar ada banyak sekali ledakan di sekitar rumah. Serangan mendadak terjadi. Mereka diserang oleh pasukan dengan jumlah cukup banyak. Lebih banyak dari para pengawal yang dimiliki oleh Keluarga Mcknight.Mereka berdua kini bertugas untuk melindungi Martin dan Keenan yang juga berada di lantai tiga. Berjaga-jaga jika seandainya ada penyusup yang masuk ke dalam dan mengincar nyawa Martin.Mengulur waktu sebisa mungkin sampai pihak keamanan negara datang membantu dan mengamankan mereka."Ada seseorang di luar sana yang menyalakan api di dalam tubuh anak itu," ujar Martin menatap ke arah luar kaca. "Jika memang sejak awal Anda tau bahwa anak kecil itu berbahaya, seharusnya Anda menyingkirkannya saja sejak awal," tegur Aewon malas berhadapan dengan anak kecil itu lagi."Apakah itu mungkin? Mau dilihat dari manapun juga, anak kecil itu dikelilingi oleh orang-orang yang berbahaya. Dari caranya b
Ivona mulai tersadar dari tidurnya saat merasa tidak nyaman. Ia sadar bahwa ia tertidur sebelum makan malam. Sehingga perutnya kosong dan membuatnya terbangun di tengah mimpi indahnya. Saat matanya terbuka pandangannya tertuju ke arah wajah Yoshiro. Laki-laki itu masih bangun. Tidur di atas kasur dengan kondisi tubuh miring ke arahnya. Ivona merasa bahwa laki-laki itu sudah menatapnya semenjak ia tertidur. Yoshiro melingkarkan tangannya pada tubuh Ivona. Mengelus bagian punggung perempuan itu dengan lembut. Lalu menutup matanya tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Aku mau makan," rengek Ivona. "Bukankah kamu mengatakan ingin mengembalikan berat badanmu ke berat ideal? Badanmu akan semakin melebar jika kamu makan tengah malam," tanya Yoshiro menepuk punggung Ivona perlahan. "Aku mau makan." "Iya, iya. Aku sudah masak tadi. Hanya perlu menghangatkannya saja. Kamu mau makan sekarang atau nanti?"
Ivona kembali ke rumah lama Yoshiro. Ia sudah mendapatkan semuanya kembali. Perusahaan, kartu rekening, dan rumah. Namun tetap saja ia merasa bahwa berada di sisi Yoshiro lebih nyaman dibandingkan harus tinggal di rumah bersama penjaga dan asisten rumah tangganya.Ia berjalan menuju dapur. Karena ia sangat yakin pada saat seperti sekarang, Yoshiro sedang berada di dapur. Sedang memasak makanan untuk makan malam. Dan benar. Laki-laki itu sedang berada di dapur. Dengan kompor menyala. Merebus air. Lalu ada beberapa potongan ikan serta sayuran di atas meja dapur."Aku pikir kamu akan mengajakku makan malam di luar," ujar Ivona berjalan menuju kulkas."Aku pikir kamu tidak akan datang," balas Yoshiro melirik ke arah Ivona."Jika aku tidak datang, di mana aku akan tidur?""Bukankah kamu sudah mendapatkan rumahmu kembali?""Ya. Aku mendapatkannya. Tapi aku tidak bisa tidur jika tidak ada yang memelukku."Ivona mengambil susu b
Pertemuan diadakan di salah satu gedung kosong yang tak terpakai. Ada tiga kelompok yang berkumpul. Fei sebagai orang yang membentuk kelompok itu. Keenan sebagai pemimpin kelompok White Owl yang akan dibayar oleh Fei untuk melaksanakan tugas. Dan Yoshiro sebagai orang yang akan membantu.Fei membawa Sherly. Keenan membawa salah satu anak buahnya. Dan Yoshiro membawa Kazuha.Siapa sangka bahwa Yoshiro akan membawa dan bekerja sama seorang petinggi dari kepolisian untuk meruntuhkan kejayaan dari Martin Mcknight."Bukankah ini terlalu sedikit jika untuk mengalahkan mereka?" tanya Keenan menatap Fei."Kamu bisa mundur jika memang kamu pecundang," balas Yoshiro tersenyum kecil."Lucu sekali anak kecil ini," balas Keenan menatap sinis Yoshiro."Kenapa kamu membawa pihak kepolisian?" tanya Fei menatap Yoshiro."Ah, dia. Dia bukan polisi yang baik. Dia ini anjing peliharaannya Honpil. Seekor anjing tidak mungkin diam saja saat t
Yoshiro dan Serena duduk di sofa. Menatap ke layar televisi yang sedang menyiarkan sebuah drama. Dengan kondisi lampu ruang tengah mati dan Sheila sudah tertidur di kamarnya. Yoshiro berada di apartemen malam ini hanya untuk makan malam. Itupun karena diundang oleh Sheila. Jika tidak, Yoshiro sudah berada di rumah lama dan tidur. Ia tidak langsung pulang karena memang ingin meluangkan sedikit waktu untuk Serena. Dan tanpa ia mengatakan apapun, Serena pun berpikiran hal yang sama. Mengurangi sedikit waktu tidurnya untuk bisa berbicara dengan Yoshiro. "Bagaimana? Apakah kamu sudah terbiasa?" tanya Yoshiro memecah keheningan yang sudah lama ada. "Belum. Kenapa ada banyak sekali barang tidak terpakai di kamarmu? Bagaimana bisa aku tidur dengan tenang saat ada barang-barang itu?" tanya Serena balik. "Kamu bisa membuangnya jika memang kamu tidak memerlukannya." "Ke
Fei meninggalkan restoran karena memang jadwal kerjanya yang sangat padat. Ia pun sudah menerima penolakan dari Sheila. Sehingga tidak ada alasan lain untuknya tetap bertahan di sana.Sekarang hanya ada Ivona, Yoshiro, dan Sheila di sana. Yoshiro duduk di samping Ivona. Bertatap muka dengan Sheila."Aku ingin memastikan apa yang dikatakan kakaknya Ivona tadi. Apakah kalian benar-benar sedang berpacaran?" tanya Sheila menatap Yoshiro."Tidak," ujar Yoshiro.Dengan cepat Ivona menggerakkan tangannya. Memukul bagian belakang kepala Yoshiro dengan kencang. "Tolong izinkan saya menikahi putra Anda," ujar Ivona dengan badan tegap. "A-apa? Menikah?" tanya Ivona gugup karena terkejut."Kami sudah dekat semenjak Anda dirawat di rumah sakit. Ada banyak hal yang sudah kami lewati bersama. Dan setelah semua itu, saya mulai menaruh rasa padanya. Saya ingin memilikinya sepenuhnya," ujar Ivona."Tidak. Tunggu dulu. Kenapa ti
Fei, Ivona, Yoshiro, dan Sheila sudah berada di restoran yang sudah dipesan dan dikosongkan oleh Fei supaya tidak ada yang menganggu pertemuan mereka kali ini.Ivona duduk di samping Fei. Dan Yoshiro duduk di samping Sheila. Mereka saling berhadapan."Senang bisa bertemu dengan Anda. Saya berterima kasih karena Anda telah memenuhi undangan saya untuk datang ke mari. Terima kasih," ujar Fei memulai pertemuannya."Saya juga berterima kasih atas undangan yang Anda berikan," balas Sheila."Mungkin ini akan sedikit mendadak. Tetapi adik saya, Ivona akan berangkat ke Jepang untuk mendirikan dan mengembangkan perusahaan di sana. Dan saya ingin Yoshiro ikut bersama dengan Ivona. Sekolah akan kami tanggung. Dia akan bekerja paruh waktu langsung di bawah pengawasan Ivona. Jadi upahnya akan sama seperti yang sekarang," ujar Fei.Sheila melirik ke arah Yoshiro. Anak laki-lakinya itu sudah mengatakan kepadanya bahwa akan pergi ke Jepang dan bersekolah