Di sisi lain, Honpil berada di ruangannya sembari menatap segala berkas kasus yang terjadi pada beberapa hari minggu belakangan ini.
Kasus pencopetan, kasus penyerangan, dan kasus penganiayaan. Dari hampir seluruh kasus itu Honpil bisa menebak siapa dalangnya. Namun Honpil tidak bisa melakukan apa pun sekarang. Melainkan menghapus berkas kasus-kasus itu dan bersikap tidak pernah menerima laporan itu sebelumnya. "Apakah kamu sedang sibuk?" tanya seorang laki-laki berjalan masuk ke ruangan Honpil membawa dua kopi kaleng. "Bagaimana kelihatannya?" tanya Honpil menatap malas laki-laki itu. Kazue Vorc. Seorang inspektur polisi. Sekaligus sahabat dekat Honpil. Mereka sering kali terlibat karena harus memecahkan kasus yang sama. Dan dari situlah mereka semakin dekat sampai sekarang. "Bagaimana dengan kaki anakmu?" tanya Kazue menyerahkan satu kaleng kopi panas pada Honpil. "Sudah mulai membaik. Hanya saja dia harus menggunakan kursi roda saat berada di sekolah," balas Kazue membuka tutup kaleng kopi itu. "Hee, bukankah waktu aku menjenguknya saat itu, dia bisa menggunakan tongkat?" "Apakah kamu bodoh? Apakah menurutmu anakku memiliki kekuatan sebesar itu untuk berpindah tempat menggunakan tongkat? Dia akan kelelahan saat di sekolah." "Lalu kenapa kamu tidak memintanya untuk istirahat lebih dulu?" "Aku akan melakukannya jika aku bisa." Kazue mengangguk pelan. Membuka tutup kaleng kopi miliknya. Lalu meminum sedikit minuman yang terasa sedikit pahit itu. "Bagaimana dengan anak laki-laki itu?" tanya Kazue. "Dia akan membantuku. Dia sudah menemuiku tadi," balas Honpil. "Sangat mengejutkan. Aku pikir dia adalah orang yang tidak suka diatur. Dan sering melakukan segala hal sesukanya sendiri." "Aku rasa itu tidak mengejutkan. Bukankah memang itu yang harus dia lakukan? Melakukan segala hal untuk bisa membayar biaya rumah sakit ibunya?" "Kamu jahat sekali, Honpil. Kamu ingin memanfaatkan seorang anak kecil yang sedang berjuang untuk pengobatan ibunya. Benar-benar terlihat seperti iblis." "Aku tidak memanfaatkannya. Aku memberikannya peluang. Aku membayar biaya sekolahnya. Aku juga akan memberikannya gaji." "Lalu kamu akan membebaskannya dan menghapuskan segala kasus yang melibatkan dirinya?" "Kamu yang lebih dulu mengatakan ini. Jadi aku akan mengembalikannya padamu. Memangnya apa yang salah darinya? Dia hanyalah seorang anak kecil yang sedang berjuang mencari uang untuk pengobatan ibunya." "Sepertinya setelah ini, aku harus berpikir lebih dulu sebelum mengatakan sesuatu." Kazue menatap ke arah luar jendela. Suasana kota saat malam hari memang terlihat cukup indah. Namun Kazue yakin, saat mereka bersantai seperti ini, ada sebuah tindakan kriminal di luar sana. "Bagaimana dengan kasus itu? Kasus pengedaran narkoba dan penyelundupan binatang dilindungi?" tanya Kazue melirik ke arah Honpil. "Memangnya apa yang bisa kita lakukan? Sudah jelas sekali orang di belakang semua ini adalah orang-orang yang ada di pemerintahan. Kita tidak bisa melakukan apa pun selama masih menggunakan seragam. Dan aku tidak rela jika harus kehilangan jabatanku hanya untuk hal bodoh ini," balas Honpil. "Aku rasa kita bisa menggunakan anak laki-laki itu." "Apakah kamu sudah kehilangan akalmu? Dia masih terlalu kecil. Jangan libatkan dia dalam masalah besar seperti ini. Dia bisa saja kehilangan nyawanya bahkan sebelum dia bisa mencari tau identitas di balik kasus itu." "Dia tidak akan kehilangan nyawanya selama kita bisa menghapus segala jejaknya." "Tidak-tidak. Aku menugaskannya hanya untuk menjaga putriku. Aku tidak akan memberikannya tugas lain." "Aku rasa cepat atau lambat, anak laki-laki itu akan terlibat dengan orang-orang yang ada di dalam kasus ini." "Maksudmu?" "Sekolah putrimu berisikan oleh orang-orang kaya. Ada banyak sekali anak penjabat di sana. Mungkin saja di antara mereka semua, ada salah satu anak dari penjabat yang memang menjadi dalang atas kasus itu." Honpil diam sejenak. Kazue adalah seorang pemikir yang kritis. Selama ini, Kazue lah yang membantu Honpil dalam memecahkan kasus yang membingungkan. Memberikan bukti bahwa segala macam hal yang ada di dalam pikiran Kazue kemungkinan besar akan menjadi kenyataan. "Bagaimana kamu akan mengatasinya? Sudah kubilang bukan? Bahwa anak laki-laki itu bukanlah orang yang bisa kamu kendalikan. Hanya perlu menunggu waktu sampai anak laki-laki itu menyalakan kembang apinya sendiri. Dan saat itu terjadi, maka pilihannya ada dua. Kita berdua berserta anak laki-laki itu akan binasa. Atau anak laki-laki itu dan ibunya yang akan binasa," ujar Kazue tersenyum lebar sembari memandang Honpil.Tanpa mengetahui hal yang direncanakan sang ayah, Serena menggerakkan kursi rodanya seorang diri menuju ke arah kantin. Tidak ada yang menemaninya. Ia memang sudah terbiasa sendiri. Semenjak ia menggunakan kursi roda. Pergerakan Serena terhenti saat sudah berada di kantin. Serena tidak bisa bergerak ke arah tempat pengambilan makanan. Bukan karena kursi rodanya rusak. Melainkan karena ada beberapa orang yang berhenti di depannya dan menghalangi jalannya. Seorang perempuan dengan rambut pirang. Terlihat sepertinya berandalan. Mingzu. Seorang anak dari salah satu penjabat di pemerintahan. Dengan teman-teman menghalangi jalan Serena. "Ada apa?" tanya Serena dengan tatapan kosong. "Pergilah. Di sini bukanlah tempat untuk orang cacat sepertimu. Sekolah ini kehilangan wibawanya saat ada orang tanpa kaki sepertimu," jawab Mingzu dengan keras sehingga menjadi pusat perhatian. Serena melirik ke sudut kantin. Di sana ada Brian Mcknight. Mantan pacar Serena. Sekaligus orang yang paling dita
Serena menatap bunga-bunga yang tumbuh di taman sekolahnya. Menghela nafas sejenak. Lalu memilih untuk menatap ke arah seorang laki-laki yang sedang duduk di kursi taman.Serena tidak mengenal laki-laki itu. Laki-laki itulah yang tiba-tiba saja menariknya dari kantin ke taman sekolah. Serena ingin marah. Namun Serena sadar bahwa tanpa laki-laki itu, pasti kondisi badannya saat ini sudah kotor karena terkena tumpahan jus jambu."Mau?" tanya Yoshiro menyodorkan roti yang sudah ia gigit sedikit."Aku tidak bisa memakan makanan sisa," balas Serena."Makanan sisa? Aku hanya mengingat sedikit di bagian ujungnya. Lagipula ini juga belum dibuang ke tempat sampah. Lalu kenapa kamu menyebutnya sebagai makanan sisa?""Karena sudah kamu gigit.""Aku tidak akan membagi apa pun lagi padamu setelah ini."Yoshiro mengingat rotinya dengan perasaan kesal. Menguyahnya tanpa kembali memandang ke arah Serena."Siapa yang menabrakmu?" tanya Yoshiro melirik ke arah kaki Serena."Entahlah. Tapi yang pasti,
Brian naik dari kolam renang sekolah dengan kondisi basah kuyup dan bagian atas badannya tanpa selesai kain sedikit pun.Kolam renang sekolah memang tempat umum. Para murid bisa masuk dan keluar semua mereka. Mereka pun bebas menggunakannya kapan saja.Namun aturan itu tidak berlaku saat Brian sedang menggunakannya. Brain adalah anak dari perdana menteri. Brain memiliki hak penuh dan kekuasaan di sekolah itu. Dan semua orang mengerti akan hal itu. Kecuali seorang laki-laki yang sekarang sedang berdiri sembari menatap Brian. Seorang laki-laki menggunakan almamater putih. Yoshiro."Sepertinya aku sudah menaruh dua pengawal di pintu masuk, apakah mereka lalai dan kamu mengambil kesempatan untuk masuk?" tanya Brian berhenti dalam kondisi masih cukup jauh dari Yoshiro."Manusia memiliki dua tangan. Tergantung pemiliknya mau digunakan untuk apa. Bisa digunakan untuk hal baik. Dan bisa juga digunakan untuk membuat orang lain tak sadarkan diri," balas Yoshiro memperlihatkan kedua tangannya pa
Yoshiro menghela nafas saat tiba-tiba saja ada tiga orang menggunakan jas hitam berwajah mengerikan menghadang jalannya.Tanpa bertanya lebih dulu, Yoshiro sudah mengerti alasan mengapa ketiga orang itu datang. Mingzu. Sudah pasti perempuan itu dalang dari kedatangan ketiga orang itu.Dua orang membawa tongkat besi. Dan satu orang yang berjaga membawa pistol. Kelompok mafia."Apakah kamu yang mencari masalah dengan putri dari Keluarga Archine?" tanya seorang mafia yang membawa pistol."Sepertinya aku tidak terlalu asing dengan lambang yang ada di jasmu," balas Yoshiro mengabaikan pertanyaan laki-laki itu. Dan lebih memiliki fokus pada lambang yang terdapat pada jas laki-laki itu."Wajah burung hantu berwarna putih? Apakah kalian dari WO?" tanya Yoshiro menatap saksama laki-laki pemegang pistol itu."Hee. Tidak kusangka kamu bisa menyadari itu. Sepertinya kamu bukanlah anak murid pada umumnya. Karena bisa tau sesuatu tentang kelompok kami," balas laki-laki itu.WO. Atau lebih tepatnya
Serena menatap seorang laki-laki menggunakan mantel yang baru saja mendekat ke arah mobilnya. Ia membuka kaca mobil dan mengulurkan sebuah amplop cokelat yang berisikan tentang segala dokumen dan foto yang Serena minta.Serena meminta segala informasi tentang Yoshiro Shikazu pada Kazue. Karena laki-laki paruh baya itu sangat dekat dengan ayahnya. Dan Serena yakin bahwa Kazue tau sesuatu tentang Yoshiro."Nona Muda, tidak baik keluar malam seperti ini. Ada banyak orang jahat di luar sana. Supirmu saja tidak akan sanggup melawan mereka," ujar Kazue bersandar pada body mobil Serena."Aku tau itu," balas Serena membuka amplop cokelat itu."Apakah Ayah sedang ada di dalam?" tanya Serena."Tidak. Ayah Nona Muda sedang keluar untuk melakukan patroli bersama para anggota polisi yang lainnya. Nona Muda tau sendiri kalau beliau itu tidak bisa diam di satu tempat dalam waktu yang lama," balas Kazue.Serena mengangguk pelan. Diam. Membaca biografi tentang Yoshiro Shikazu. Memahami secara detail
Keenan harus mengakui kemampuan bela diri Yoshiro. Karena laki-laki muda itu berhasil membuat kedua anak buah kepercayaannya terkapar di tanah, setelah melakukan pertarungan sengit.Yoshiro mendapatkan luka lebam akibat pertarungan itu. Namun Yoshiro terlihat masih memiliki tenaga untuk bertarung melawan Keenan."Haruskah kita menyelesaikan ini?" tanya Yoshiro dengan tatapan tajam ke arah Keenan."Bukankah semua yang sudah dimulai harus diselesaikan?" tanya Keenan melepaskan jas hitam miliknya. Menyisakan kemeja putih.Keenan menerjang maju. Dengan kecepatan yang sangat cepat. Selama ini tidak ada orang yang bisa memperhitungkan kapan Keenan akan mendaratkan kakinya dan di mana Keenan akan muncul setelah bergerak dengan kecepatan tinggi seperti itu.Namun Yoshiro bisa. Tinju keras Keenan yang seharusnya mengenai kepala Yoshiro, melenggang begitu saja karena Yoshiro menggeser kepalanya menjauh dari jalur lintas kepalan tangan Keenan."Di mana kamu belajar ilmu bela diri?" tanya Keenan
Brian berdiri di dalam kelas XI-A. Kelas yang memang diisi oleh murid-murid yang berasal dari keluarga kolongmerat. Tidak ada satu pun murid miskin di sana. Semua yang masuk ke sana sudah dipastikan memiliki uang jajan harian yang melebihi gaji para guru yang ada di sekolah. Brian menatap bingung Yoshiro yang sedang terlihat mendorong kursi roda Serena. Dan sepertinya ingin membawa perempuan itu ke ruang makan. Tidak lama pandangan Brian beralih menatap ke seorang wanita yang tiba-tiba saja datang dan berdiri di sisinya. Mingzu. "Apakah kamu sudah makan? Kebetulan keluargaku membeli sebuah restoran besar di pusat kota. Maukah kamu ke sana bersamaku? Aku ingin meminta penilaianmu terhadap rasa makanan di restoran keluargaku," tanya Mingzu dengan penuh semangat. "Tidak bisa. Temanku sudah menyewa sirkuit dan kami akan berlomba di sana. Aku ingin mencoba seberapa kencang mobil baruku," tolak Brian. "Bagaimana kalau setelah itu?" "Aku akan memikirkannya nanti." Mingzu sangat tero
Serena menatap segala hidangan yang ada di meja makannya. Meja makan mewah dengan taplak berwarna putih dengan corak emas. Pelayan yang membawakan hidangan itu ke meja Serena. Lalu pandangan Serena beralih menatap seorang laki-laki yang duduk di hadapannya. Seorang laki-laki yang sedang sibuk dengan kotak makan kecil yang berisikan telur goreng serta nasi.Berbanding terbalik dengan makanan milik Serena."Aku dengar kamu juga bekerja di sebuah cafe," tanya Serena mengambil garpu dan pisau."Benar. Aku bekerja di cafe malam hari," balas Yoshiro setelah membuka tutup kotak makannya."Apakah kamu tidak belajar?""Aku belajar hanya saat aku ingin belajar."Serena diam. Menurut data yang ia terima dan baca, seluruh nilai laki-laki itu selalu sempurna. Tidak ada satu pun kesalahan saat ujian diadakan. Menandakan bahwa memang otak laki-laki itu bekerja dengan benar. "Aku dengar kamu pintar memainkan piano," tanya Yoshiro menatap ke arah Serena."Sedikit," balas Serena."Bagaimana caranya m
Ven berada di luar balkon dengan ukuran cukup luas dengan posisi bisa melihat secara utuh area gerbang masuk sampai seluruh taman yang ada di depan rumah.Itu adalah rumah pribadinya. Yang tentu saja ia beli menggunakan uang ayahnya baru-baru ini. Dan ia membeli rumah itu memang untuk merencanakan penculikan itu.Ia berada di luar sana bersama dengan Yuki Yamazaki. Seorang Yakuza terkenal berdarah dingin yang tak pernah membiarkan lawannya hidup setelah melihat keberadaannya.Dan ada Serena yang pingsan di atas kursi roda bersama mereka berdua di balkon."Bukankah ini personil kita terlalu banyak kalau hanya untuk mengurus satu orang saja?" tanya Yuki menatap segala anak buahnya yang berjaga di halaman."Lebih baik sedia payung sebelum hujan bukan?" tanya Ven balik."Tapi saya rasa satu anggota saya saja cukup untuk mengalahkan anak itu.""Entah kenapa aku meragukan hal itu. Aku sempat melawan laki-laki itu dan kemampuannya benar-benar di luar pemikiran manusia.""Hee, aku jadi penasa
Ivona Olivia. Seorang pendiri Partai Unity yang sering mendapatkan gelar sebagai Gadis Es. Seorang perempuan yang dikelilingi oleh banyak perempuan. Dan tak pernah sekali pun terlihat berdua bersama laki-laki. Bahkan ketika harus berurusan dengan para kader atau politisi dari partai pun, Ivona lebih sering mengirim asisten kepercayaannya untuk berbicara dengan mereka.Ivona hanya datang saat pertemuan besar. Dan tak ingin terlihat berdua bersama seorang laki-laki. Tidak peduli apa pun status laki-laki itu serta sepenting apakah laki-laki itu di sistem kenegaraan.Ivona menatap secara saksama asisten kepercayaannya yang tiba-tiba saja memasuki ruangannya tanpa ia hubungi lebih dulu. Elaine Yuri. "Maaf jika saya mengganggu waktu Anda. Namun saya rasa Anda harus melihat berita ini," ujar Yuri menyodorkan tablet miliknya."Berita? Apakah ada yang penting?" tanya Ivona mengambil tablet itu."Komisaris polisi dan anak perempuannya diculik."Ivona membaca berita itu. Keningnya mengkerut. Be
Kazue menghadap ke arah sebuah dermaga pelabuhan yang sudah dikosongkan. Bersama beberapa polisi khusus yang sudah berada di titik-titik persembunyian siap dengan sniper mereka.Kazue memiliki firasat bahwa dermaga itu adalah tempat di mana Honpil dan Serena dibawa. Kazue menatap ke arah sebelah kiri. Memandang sebuah mobil sport yang baru saja berhenti di sana. Lalu muncul dua orang yang Kazue cukup kenal. Yoshiro dan Brain."Anak kecil tidak boleh ke sini. Pergilah dan bermain bersama dengan orang yang seusia kalian," usir Kazue takut jika kedua orang itu akan merepotkannya."Saya anak dari perdana menteri. Saya datang karena melihat berita tentang teman satu kelas saya yang terlibat penculikan dan kemungkinan berada di sini," jawab Brain."Lalu? Kenapa kamu berada di sini? Ini sudah sepenuhnya urusan kepolisian. Yang tidak berkepentingan tidak boleh mendekat ke area ini," balas Kazue."Kamu pun sama. Pergilah. Ini bukan tugasmu," balas Kazue menatap ke arah Yoshiro. "Siapa kamu?"
Yoshiro berada di dalam mobil sport mewah. Keluaran terbaru. Berwarna putih. Yang terparkir jelas di depan cafe tempatnya bekerja.Tentu saja itu bukanlah miliknya. Melainkan milik seorang laki-laki yang satu sekolah dengannya. Seorang laki-laki yang tidak pernah ia sangka akan menemuinya dan mengajaknya untuk berbicara empat mata.Brain Mcknight. "Bukankah sangat aneh? Murid dari sekolah paling mahal di negeri ini bekerja paruh di cafe kecil seperti ini?" tanya Brain menatap secara saksama cafe tempat Yoshiro bekerja."Jangan samakan aku denganmu. Aku bukan anak pejabat atau anak pemilik perusahaan besar," balas Yoshiro."Lalu bagaimana bisa kamu masuk ke sana? Apakah ada orang yang mendaftarkanmu menggunakan nama keluarganya? Keluarga Mith contohnya?""Bukankah itu sudah sangat jelas? Lalu untuk apa kamu menanyakan itu padaku?""Begitu, 'ya? Mereka memintamu untuk menjaga Serena. Sebagai gantinya, mereka membayarmu untuk hal itu."Alasan yang sudah sangat jelas. Membuat Yoshiro tid
Serena kembali dengan Honpil menggunakan mobil sport milik Honpil. Sedangkan Yoshiro kembali ke cafe untuk menjadi pelayan di sana. Honpil cukup senang saat mendengar laporan dari dokter bahwasannya keadaan kaki Serena mulai membaik. Hanya butuh sedikit waktu lagi untuk Serena bisa lepas dari kursi rodanya."Bagaimana di sekolah? Apakah kamu mulai bisa terbiasa dengan kondisi yang sekarang?" tanya Honpil masih fokus dengan kondisi jalan di depannya."Baik-baik saja. Tapi akan lebih baik jika Ayah memperingati laki-laki bodoh itu untuk tidak menyerang semua orang yang dia lihat," balas Serena menatap ke arah luar kaca mobil di sampingnya."Yoshiro? Apakah dia melakukan sesuatu yang di luar perjanjian?""Dia menyerang Mingzu dan Ven. Dua orang yang jelas-jelas anak dari dewan perwakilan rakyat. Jika saja kedua orang itu ingin melaporkan kejadian itu kepada kedua orang tuanya, maka kita juga akan terlibat dalam masalah.""Benarkah? Apakah dia benar-benar melakukan itu? Kenapa tidak ada
Serena telah selesai memeriksakan kondisi kakinya di rumah sakit. Dokter yang menangani kakinya, mengatakan bahwa hanya butuh waktu sekitar satu bulan lagi untuk Serena bisa lepas dari kursi rodanya.Serena menunggu di ruang tunggu obat. Bersama dengan Yoshiro. Mereka masih sama-sama menggunakan almamater High School Scarlt. Mereka tidak menunggu obat. Tanpa perlu ditunggu pun Serena bisa mendapatkan obatnya. Itu sudah diurus oleh anak buah ayahnya. Yang Serena tunggu adalah ayahnya yang akan datang menjemputnya."Pergi saja," usir Serena."Aku tidak menunggumu. Aku memang ingin berada di sini," jawab Yoshiro menyandarkan punggungnya pada kursi."Untuk apa kamu di sini? Ibumu saja tidak dirawat di sini. Tidak ada alasan untukmu tetap berada di sini.""Berbicaralah sesukamu. Tugasku sebagai pengawalmu hanya saat berada di sekolah. Saat di luar sekolah, aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Tanpa harus menuruti kemauanmu."Serena melirik ke arah Yoshiro. Laki-laki itu hanya diam. Me
Kelas XI-A. Hanya berisi sebelas murid saja. Murid-muriddi sana adalah murid istimewa yang memang memiliki keluarga terpandang. Atau lebih tepatnya, murid-murid yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan.Brian, Mingzu, dan Serena adalah sedikit contohnya. Lalu juga ada salah satu laki-laki berambut pirang. Berbadan kekar. Bernama Ven Cloris. Sama seperti Mingzu, ayah Ven memiliki kursi di dewan perwakilan rakyat pada periode sekarang. Membuat Ven bisa melakukan segala hal yang ia inginkan tanpa harus mengkhawatirkan apa pun. Berbanding terbalik dengan Brian yang tidak terlalu banyak berinteraksi. Ven selalu berinteraksi. Hanya saja dengan para wanita. Dengan tujuan untuk meniduri wanita itu.Sudah lebih dari seratus wanita yang sudah ditiduri oleh Ven. Lalu dibuang begitu saja. "Apakah kamu membutuhkan bantuan?" tanya Ven berdiri di samping kursi roda Serena."Tidak. Terima kasih," balas Serena menutup seluruh buku yang ada di meja belajarnya.Percakapan antara Ven dan Serena
Yoshiro yang sedang sibuk membersihkan meja pun langsung berdiri tegap untuk menyapa orang yang baru saja memasuki cafe tempatnya bekerja."Selamat malam," ujar Yoshiro dengan ragu menatap ke arah seorang gadis yang terlihat sangat elegan itu.jas, jam tangan, dan tas kecil. Semua barang-barang itu saja sudah menunjukkan betapa kayanya perempuan itu."Bisakah aku memesan sesuatu?" tanya tanya perempuan itu duduk di salah satu meja kosong."Silahkan," balas Yoshiro menaruh buku menu pada meja perempuan itu."Apakah memang selalu seperti ini? Sepi.""Selalunya tempat ini ramai. Kebetulan Anda datang lima menit sebelum cafe tutup. Jadi kondisinya memang hanya tersisa saya sekarang.""Di mana teman-temanmu?""Mereka sudah pulang duluan. Saya diminta untuk membuang sampah dan mengunci beberapa pintu.""Ah, begitu."Suasana hening. Yoshiro menatap secara saksama perempuan itu. Yoshiro mengetahui siapa perempuan itu.Ivona Olivia. Atau lebih sering dipanggil dengan sebutan Olivia. Pendiri se
Serena menatap segala hidangan yang ada di meja makannya. Meja makan mewah dengan taplak berwarna putih dengan corak emas. Pelayan yang membawakan hidangan itu ke meja Serena. Lalu pandangan Serena beralih menatap seorang laki-laki yang duduk di hadapannya. Seorang laki-laki yang sedang sibuk dengan kotak makan kecil yang berisikan telur goreng serta nasi.Berbanding terbalik dengan makanan milik Serena."Aku dengar kamu juga bekerja di sebuah cafe," tanya Serena mengambil garpu dan pisau."Benar. Aku bekerja di cafe malam hari," balas Yoshiro setelah membuka tutup kotak makannya."Apakah kamu tidak belajar?""Aku belajar hanya saat aku ingin belajar."Serena diam. Menurut data yang ia terima dan baca, seluruh nilai laki-laki itu selalu sempurna. Tidak ada satu pun kesalahan saat ujian diadakan. Menandakan bahwa memang otak laki-laki itu bekerja dengan benar. "Aku dengar kamu pintar memainkan piano," tanya Yoshiro menatap ke arah Serena."Sedikit," balas Serena."Bagaimana caranya m