Brian naik dari kolam renang sekolah dengan kondisi basah kuyup dan bagian atas badannya tanpa selesai kain sedikit pun.
Kolam renang sekolah memang tempat umum. Para murid bisa masuk dan keluar semua mereka. Mereka pun bebas menggunakannya kapan saja. Namun aturan itu tidak berlaku saat Brian sedang menggunakannya. Brain adalah anak dari perdana menteri. Brain memiliki hak penuh dan kekuasaan di sekolah itu. Dan semua orang mengerti akan hal itu. Kecuali seorang laki-laki yang sekarang sedang berdiri sembari menatap Brian. Seorang laki-laki menggunakan almamater putih. Yoshiro. "Sepertinya aku sudah menaruh dua pengawal di pintu masuk, apakah mereka lalai dan kamu mengambil kesempatan untuk masuk?" tanya Brian berhenti dalam kondisi masih cukup jauh dari Yoshiro. "Manusia memiliki dua tangan. Tergantung pemiliknya mau digunakan untuk apa. Bisa digunakan untuk hal baik. Dan bisa juga digunakan untuk membuat orang lain tak sadarkan diri," balas Yoshiro memperlihatkan kedua tangannya pada Brian. "Apakah kamu serius dengan semua ini? Kamu baru saja mencari masalah dengan Mingzu dan sekarang mulai menunjukkan taringmu di hadapanku. Apakah kamu tau hal buruk apa yang akan terjadi setelah ini?" "Kemungkinan besar akan ada beberapa orang yang tidak aku kenal datang dan menghajarku atas perintahmu dan perempuan itu. Lalu lantas apa? Aku sangat percaya diri dengan kemampuan bela diriku. Sampai aku sendiri yakin bisa membuatmu pingsan hanya dengan sekali pukul." "Apakah kamu pernah merasakan bagaimana rasanya peluru menembus kepalamu dan berdiam diri di dalam otakmu?" "Entahlah. Tapi kalau memang itu pernah terjadi, aku tidak akan ada di sini saat ini." Brian menghela nafas. Pembicaraan yang bodoh. Brian tidak menyukai itu. Dan Brian tidak suka pengganggu. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Brian. "Kenapa kamu tadi diam saja saat pacarmu sedang ditindas?" tanya Yoshiro. "Aku tidak tertarik terlibat dalam sebuah perundungan. Itu akan merusak nama keluargaku." "Aku rasa nama keluargamu akan diangkat derajatnya jika videomu membantu seorang perempuan di atas kursi roda terbebas dari perundungan yang sedang terjadi." "Menyingkirlah jika memang kamu masih sayang dengan nyawamu. Jangan pernah masuk ke dalam masalah yang bukan masalahmu." Brian menyadari adanya yang beda dari sisi Yoshiro. Para murid beasiswa yang lain, tidak pernah berhadapan dengan para murid kelas elite. Mereka tau akan kelemahan mereka. Dan mereka tidak mau, kehidupan mereka menderita hanya karena berurusan dengan para murid yang terkenal akibat nama orang tuanya. Yoshiro berbanding terbalik dengan para murid beasiswa pada umumnya. Membuat Brian memiliki firasat bahwa di balik sosok Yoshiro, ada seseorang yang juga memiliki pangkat atau posisi di pemerintahan. Sehingga Yoshiro tidak takut lagi dengan apa pun yang ada di hadapannya. "Aku rasa keputusanmu cukup bijak," ujar Yoshiro menatap tajam Brian. "Apa yang kamu maksudkan?" tanya Brian. "Memutuskan hubunganmu dengan Serena saat kondisi Serena dalam keadaan seperti itu. Dengan begitu, keluargamu tidak akan mendapatkan masalah, karena tentu saja akan ada banyak orang yang akan menyebarkan cerita buruk jika tau kamu berpacaran dengan perempuan yang tidak bisa berdiri. Dan, ya, aku rasa itu juga adalah keputusan yang berat untukmu. Harus menyelamatkan nama baik keluargamu dengan cara mengobarkan perempuan yang kamu cintai. Dan dengan begitu, kamu bisa menyelamatkan Serena dari tanggapan negatif orang-orang yang aktif di media sosial." Brian tidak pernah mengatakan alasan mengapa ia meninggalkan Serena. Kebanyakan orang hanya berpikir bahwa Brian adalah seorang yang egois, karena tidak mau menemani Serena saat perempuan itu berada di titik terendah hidupnya. Namun Yoshiro berbeda. Otak Yoshiro bisa dengan mudah menerka alasan utama mengapa Brian melakukan itu semua. "Sepertinya kamu memiliki otak yang cukup cerdas," balas Brian. "Kalau begitu, katakan padaku. Siapa orang yang membayar mu untuk melindungi Serena? Tidak mungkin bagimu bisa tiba-tiba pindah ke sekolah ini. Dan berani menentang murid-murid terkenal di sini tanpa ada orang yang melindungimu dari pusat," tanya Brian. "Berapa uang yang akan kamu berikan padaku jika aku berani menyebutkan nama orang yang memberikan perintah itu padaku?" tanya Yoshiro tersenyum kecil. "Semua orang yang ada di kartu rekeningku," jawab Brian. Yoshiro cukup puas dengan jawaban Brian. Karena tidak mungkin seorang anak perdana menteri menyimpan uang di kartu rekeningnya. Ada banyak sekali uang di sana. Saking banyaknya uang di sana, uang itu tidak akan habis hanya untuk operasi penyakit ibu Yoshiro. "Aku tidak tertarik. Aku bukan seorang anjing yang akan mengkhianati tuanku sendiri. Yang jelas kamu sendiri sudah paham bahwa aku di sini hanya untuk melindungi Serena. Tidak akan melakukan yang lain," jawab Yoshiro menggelengkan kepalanya pelan. "Apakah kamu berani melawan para murid kelas elite yang ada di sini?" tanya Brian. "Aku tidak pernah takut. Aku akan melindungi apa yang ingin aku lindungi. Gunakan saja kekuasaan kalian jika memang kalian ingin menggunakannya. Aku akan berdiri tegak dan melawan kalian sampai titik darah penghabisanku. Dan mari kita lihat, siapa yang akan tertawa di akhir," jawab Yoshiro.Yoshiro menghela nafas saat tiba-tiba saja ada tiga orang menggunakan jas hitam berwajah mengerikan menghadang jalannya.Tanpa bertanya lebih dulu, Yoshiro sudah mengerti alasan mengapa ketiga orang itu datang. Mingzu. Sudah pasti perempuan itu dalang dari kedatangan ketiga orang itu.Dua orang membawa tongkat besi. Dan satu orang yang berjaga membawa pistol. Kelompok mafia."Apakah kamu yang mencari masalah dengan putri dari Keluarga Archine?" tanya seorang mafia yang membawa pistol."Sepertinya aku tidak terlalu asing dengan lambang yang ada di jasmu," balas Yoshiro mengabaikan pertanyaan laki-laki itu. Dan lebih memiliki fokus pada lambang yang terdapat pada jas laki-laki itu."Wajah burung hantu berwarna putih? Apakah kalian dari WO?" tanya Yoshiro menatap saksama laki-laki pemegang pistol itu."Hee. Tidak kusangka kamu bisa menyadari itu. Sepertinya kamu bukanlah anak murid pada umumnya. Karena bisa tau sesuatu tentang kelompok kami," balas laki-laki itu.WO. Atau lebih tepatnya
Serena menatap seorang laki-laki menggunakan mantel yang baru saja mendekat ke arah mobilnya. Ia membuka kaca mobil dan mengulurkan sebuah amplop cokelat yang berisikan tentang segala dokumen dan foto yang Serena minta.Serena meminta segala informasi tentang Yoshiro Shikazu pada Kazue. Karena laki-laki paruh baya itu sangat dekat dengan ayahnya. Dan Serena yakin bahwa Kazue tau sesuatu tentang Yoshiro."Nona Muda, tidak baik keluar malam seperti ini. Ada banyak orang jahat di luar sana. Supirmu saja tidak akan sanggup melawan mereka," ujar Kazue bersandar pada body mobil Serena."Aku tau itu," balas Serena membuka amplop cokelat itu."Apakah Ayah sedang ada di dalam?" tanya Serena."Tidak. Ayah Nona Muda sedang keluar untuk melakukan patroli bersama para anggota polisi yang lainnya. Nona Muda tau sendiri kalau beliau itu tidak bisa diam di satu tempat dalam waktu yang lama," balas Kazue.Serena mengangguk pelan. Diam. Membaca biografi tentang Yoshiro Shikazu. Memahami secara detail
Keenan harus mengakui kemampuan bela diri Yoshiro. Karena laki-laki muda itu berhasil membuat kedua anak buah kepercayaannya terkapar di tanah, setelah melakukan pertarungan sengit.Yoshiro mendapatkan luka lebam akibat pertarungan itu. Namun Yoshiro terlihat masih memiliki tenaga untuk bertarung melawan Keenan."Haruskah kita menyelesaikan ini?" tanya Yoshiro dengan tatapan tajam ke arah Keenan."Bukankah semua yang sudah dimulai harus diselesaikan?" tanya Keenan melepaskan jas hitam miliknya. Menyisakan kemeja putih.Keenan menerjang maju. Dengan kecepatan yang sangat cepat. Selama ini tidak ada orang yang bisa memperhitungkan kapan Keenan akan mendaratkan kakinya dan di mana Keenan akan muncul setelah bergerak dengan kecepatan tinggi seperti itu.Namun Yoshiro bisa. Tinju keras Keenan yang seharusnya mengenai kepala Yoshiro, melenggang begitu saja karena Yoshiro menggeser kepalanya menjauh dari jalur lintas kepalan tangan Keenan."Di mana kamu belajar ilmu bela diri?" tanya Keenan
Brian berdiri di dalam kelas XI-A. Kelas yang memang diisi oleh murid-murid yang berasal dari keluarga kolongmerat. Tidak ada satu pun murid miskin di sana. Semua yang masuk ke sana sudah dipastikan memiliki uang jajan harian yang melebihi gaji para guru yang ada di sekolah. Brian menatap bingung Yoshiro yang sedang terlihat mendorong kursi roda Serena. Dan sepertinya ingin membawa perempuan itu ke ruang makan. Tidak lama pandangan Brian beralih menatap ke seorang wanita yang tiba-tiba saja datang dan berdiri di sisinya. Mingzu. "Apakah kamu sudah makan? Kebetulan keluargaku membeli sebuah restoran besar di pusat kota. Maukah kamu ke sana bersamaku? Aku ingin meminta penilaianmu terhadap rasa makanan di restoran keluargaku," tanya Mingzu dengan penuh semangat. "Tidak bisa. Temanku sudah menyewa sirkuit dan kami akan berlomba di sana. Aku ingin mencoba seberapa kencang mobil baruku," tolak Brian. "Bagaimana kalau setelah itu?" "Aku akan memikirkannya nanti." Mingzu sangat tero
Serena menatap segala hidangan yang ada di meja makannya. Meja makan mewah dengan taplak berwarna putih dengan corak emas. Pelayan yang membawakan hidangan itu ke meja Serena. Lalu pandangan Serena beralih menatap seorang laki-laki yang duduk di hadapannya. Seorang laki-laki yang sedang sibuk dengan kotak makan kecil yang berisikan telur goreng serta nasi.Berbanding terbalik dengan makanan milik Serena."Aku dengar kamu juga bekerja di sebuah cafe," tanya Serena mengambil garpu dan pisau."Benar. Aku bekerja di cafe malam hari," balas Yoshiro setelah membuka tutup kotak makannya."Apakah kamu tidak belajar?""Aku belajar hanya saat aku ingin belajar."Serena diam. Menurut data yang ia terima dan baca, seluruh nilai laki-laki itu selalu sempurna. Tidak ada satu pun kesalahan saat ujian diadakan. Menandakan bahwa memang otak laki-laki itu bekerja dengan benar. "Aku dengar kamu pintar memainkan piano," tanya Yoshiro menatap ke arah Serena."Sedikit," balas Serena."Bagaimana caranya m
Yoshiro yang sedang sibuk membersihkan meja pun langsung berdiri tegap untuk menyapa orang yang baru saja memasuki cafe tempatnya bekerja."Selamat malam," ujar Yoshiro dengan ragu menatap ke arah seorang gadis yang terlihat sangat elegan itu.jas, jam tangan, dan tas kecil. Semua barang-barang itu saja sudah menunjukkan betapa kayanya perempuan itu."Bisakah aku memesan sesuatu?" tanya tanya perempuan itu duduk di salah satu meja kosong."Silahkan," balas Yoshiro menaruh buku menu pada meja perempuan itu."Apakah memang selalu seperti ini? Sepi.""Selalunya tempat ini ramai. Kebetulan Anda datang lima menit sebelum cafe tutup. Jadi kondisinya memang hanya tersisa saya sekarang.""Di mana teman-temanmu?""Mereka sudah pulang duluan. Saya diminta untuk membuang sampah dan mengunci beberapa pintu.""Ah, begitu."Suasana hening. Yoshiro menatap secara saksama perempuan itu. Yoshiro mengetahui siapa perempuan itu.Ivona Olivia. Atau lebih sering dipanggil dengan sebutan Olivia. Pendiri se
Kelas XI-A. Hanya berisi sebelas murid saja. Murid-murid di sana adalah murid istimewa yang memang memiliki keluarga terpandang. Atau lebih tepatnya, murid-murid yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan. Brian, Mingzu, dan Serena adalah sedikit contohnya. Lalu juga ada salah satu laki-laki berambut pirang. Berbadan kekar. Bernama Ven Cloris. Sama seperti Mingzu, ayah Ven memiliki kursi di dewan perwakilan rakyat pada periode sekarang. Membuat Ven bisa melakukan segala hal yang ia inginkan tanpa harus mengkhawatirkan apa pun. Berbanding terbalik dengan Brian yang tidak terlalu banyak berinteraksi. Ven selalu berinteraksi. Hanya saja dengan para wanita. Dengan tujuan untuk meniduri wanita itu. Sudah lebih dari seratus wanita yang sudah ditiduri oleh Ven. Lalu dibuang begitu saja. "Apakah kamu membutuhkan bantuan?" tanya Ven berdiri di samping kursi roda Serena. "Tidak. Terima kasih," balas Serena menutup seluruh buku yang ada di meja belajarnya. Percakapan antara Ve
Serena telah selesai memeriksakan kondisi kakinya di rumah sakit. Dokter yang menangani kakinya, mengatakan bahwa hanya butuh waktu sekitar satu bulan lagi untuk Serena bisa lepas dari kursi rodanya.Serena menunggu di ruang tunggu obat. Bersama dengan Yoshiro. Mereka masih sama-sama menggunakan almamater High School Scarlt. Mereka tidak menunggu obat. Tanpa perlu ditunggu pun Serena bisa mendapatkan obatnya. Itu sudah diurus oleh anak buah ayahnya. Yang Serena tunggu adalah ayahnya yang akan datang menjemputnya."Pergi saja," usir Serena."Aku tidak menunggumu. Aku memang ingin berada di sini," jawab Yoshiro menyandarkan punggungnya pada kursi."Untuk apa kamu di sini? Ibumu saja tidak dirawat di sini. Tidak ada alasan untukmu tetap berada di sini.""Berbicaralah sesukamu. Tugasku sebagai pengawalmu hanya saat berada di sekolah. Saat di luar sekolah, aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Tanpa harus menuruti kemauanmu."Serena melirik ke arah Yoshiro. Laki-laki itu hanya diam. Me
Yoshiro bersantai di dalam bathtub yang berisikan dengan air hangat. Menatap ke arah televisi berukuran 43 inci yang terpasang di dinding. Menyimak berita siaran ulang tentang Ivona yang mengadakan konferensi pers terkait pemecatan Nova Wesl. Yoshiro belum bertemu dengan Ivona sehingga Yoshiro belum tau alasan pasti mengapa perempuan itu mengambil tindakan itu. Yoshiro menatap ke arah pintu masuk yang jaraknya cukup jauh dari bathtub saat mendengar suara gagang pintu. Dan secara kebetulan perempuan yang muncul di siaran ulang, kini muncul di hadapannya. Mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Melepaskan sepatu hak tinggi dan segala pakaian kerjanya. "Di mana ibumu?" tanya Ivona menyalakan shower dan membasahi seluruh tubuhnya. "Saya tidak tau. Tapi kemungkinan ibu saya sedang keluar untuk membeli bahan makanan makan malam," jawab Yoshiro menyalakan suara televisi sekeras mungkin supaya suara mereka tidak keluar dari luar. "A
Kemampuan bertahan milik Yuki. Teknik pukulan milik Aewon. Dan teknik tendangan milik Keenan. Martin melihat itu semua pada diri Yoshiro saat ini. Membuat Martin merasa sedikit tertarik dengan bakat yang dimiliki oleh anak muda itu.Meniru kemampuan beladiri orang lain dan menyempurnakan semua teknik dari berbagai orang dalam satu tubuh. Itu bukanlah sesuatu yang mudah. Dan Martin tidak pernah melihat itu sebelumnya.Sedangkan di satu sisi lain, Keenan merasa ada yang aneh. Yoshiro terlihat seperti bergerak di luar kendali. Seakan-akan ada yang mendorongnya untuk segera menyelesaikan pertarungan itu dengan cepat. Tidak seperti Yoshiro biasanya yang selalu menikmati segala pertarungan dan suka mengulur waktu."Hujan, 'ya? Apakah karena ini?" tanya Keenan menatap ke arah luar kaca. Atau lebih tepatnya ke arah air hujan yang turun sangat deras.Semua orang yang mafia, Yakuza, ataupun kelompok pembunuh bayaran tau bahwa Aewon sangat berbahaya saat huj
Martin menatap secara saksama pertarungan yang terjadi di gedung olahraga. Yoshiro menggunakan tangan kosong. Dan Galil menggunakan pedang katana. Keuntungan penuh ada di sisi Galil. Hanya saja Martin merasa bahwa pertarungan yang ada tidak berjalan sesuai dengan keinginan Galil. Seakan-akan Galil bertarung sesuai dengan kemauan Yoshiro. Semua orang yang ada di sana pun menyadarinya bahkan Yoshiro tidak sama sekali merasakan tekanan atas kondisi yang menguntungkan Galil. Tidak ada satupun tebasan Galil yang dapat mengenai titik vital Yoshiro. Dan Yoshiro terus bisa bergerak ke sana ke mari sesuka hatinya. "Apa yang sedang dia lakukan?" tanya Martin pada Aewon. "Mengulur waktu. Dia selalu seperti itu. Bertarung sesuka hatinya di awal. Dan mulai serius setelah mendapatkan luka fatal," balas Aewon mengamati pergerakan Martin. "Bukankah kamu sudah pernah bertarung dengannya sebelumnya? Lalu mengapa dia masih ber
Yuri masuk ke dalam ruangan kerja Ivona setelah menjawab sebuah sambungan telepon. "Yoshiro bertemu dengan perdana menteri dan memprovokasinya," ujar Yuri melaporkan keadaan yang ada.Ivona diam sejenak. Ia mengenal baik bagaimana sikap Martin. Tidak mungkin orang sepertinya akan meladeni tingkah anak kecil seperti Yoshiro. Sehingga Ivona yakin kalaupun memang ada pertarungan di sana, maka yang akan bertarung bukanlah Martin ataupun orang bawaan Martin."Siapa yang akan dilawan oleh Yoshiro?" tanya Ivona mengambil ponselnya."Galil Fal. Pengawal dari Keluarga Wesl," jawab Yuri. "Wesl? Bukankah kepala keluarga mereka anggota partaiku?" "Benar. Nova Wesl. Dan anaknya Ethan Wesl."Ivona bukanlah tipe ketua partai yang sering menghabiskan waktu bersama dengan anggota partainya. Apalagi dengan anggota partainya yang berjenis kelamin laki-laki. Ivona bahkan tidak pernah mau datang jika seandainya ada undangan minum yang ber
Pertemuan antara orang tua dilaksanakan di sekolah. Untuk membahas beberapa hal termasuk progam studi lanjutan, serta penerimaan hasil laporan sementara terkait nilai siswa.Itu dilaksanakan di dua hari yang berbeda. Hari pertama akan didatangi oleh orang tua dari murid kelas elite. Sedangkan hari kedua didatangi oleh orang tua dari murid kelas beasiswa.Hari ini adalah hari di mana para orang tua murid kelas elite menampilkan kekayaaan yang mereka punya. Mereka membawa mobil yang sangat mahal. Menggunakan setelan jas serta barang-barang mewah. Serta membawa pengawal dengan nama besar.Martin Mcknight. Seorang perdana menteri datang dan menjadi pusat perhatian. Tubuh laki-laki itu benar-benar besar, melebihi tubuh orang pada umumnya. Serta dipenuhi oleh otot. Membuat semua orang yang melihat kedatangan perdana menteri itu tidak berani bertindak macam-macam."Sepertinya baru kali ini kita bertemu setelah sekian lama," ujar Martin menatap seorang la
Kazue dan Serena berdiri di sisi danau. Menikmati hawa dingin dari angin malam. Serena baru saja selesai melakukan pemeriksaan rutin. Ia tidak mau langsung pulang ke rumah karena di rumah tidak ada siapa pun. Ayahnya sedang ada tugas di luar. Sehingga Serena meminta Kazue untuk membawanya ke danau yang pernah dikunjunginya bersama Yoshiro. Jika saja saat itu Yoshiro tidak membawanya ke sana, Serena tidak akan tau bahwa ada danau dengan pemandangan sebagus itu sampai detik ini. "Dari mana Nona Muda tau tentang danau ini?" tanya Kazue berdiri di belakang kursi roda Serena. "Yoshiro pernah membawaku ke sini," balas Serena. "Sepertinya pengetahuannya tentang tempat-tempat sepi seperti ini cukup bagus." "Tempat ini lebih bagus jika datang sesaat sebelum matahari terbenam." "Benarkah? Saya akan datang lain waktu untuk memeriksanya." Suasana hening. Serena menikmati keindahan air danau
Ivona bangun dalam kondisi terkejut saat melihat ada seorang perempuan melintas di hadapannya. Ia memegang dengan sempurna selimut yang menutupi tubuhnya. Ia teringat bahwa ia sedang berada di apartemen Yoshiro.Selama ini, ia berada di apartemen Yoshiro untuk tidur bersama laki-laki itu. Menghabiskan malam bersama sampai lupa waktu. Ia berpikir bahwa ia ketiduran saat sedang melakukan itu bersama dengan Yoshiro. Dan masih dalam kondisi telanjang. Namun ternyata tidak. Ia masih menggunakan kemeja putih miliknya. Terkejutnya Serena membuat Sheila dan Yoshiro yang berada di sana pun ikut terkejut. "Kenapa? Apakah ada yang salah?" tanya Sheila menatap Ivona dengan cemas."Tidak. Aku hanya bermimpi buruk," balas Ivona memegang keningnya. Yoshiro datang membawa sebotol air mineral dingin yang ia ambil dari kulkas dan memberikannya pada Ivona. Ia tidak tau apa yang terjadi pada perempuan itu. Namun setidaknya dengan seteguk air putih bisa me
Sheila baru saja kembali dari supermarket untuk membeli beberapa sayur dan daging menggunakan kartu kredit milik Yoshiro. Ia berniat untuk memasak sebelum Yoshiro datang. Anaknya itu akan datang sedikit lebih malam karena pekerjaannya ada yang belum selesai. Saat sampai di unit apartemen milik Yoshiro, Sheila mendapati pintu apartemennya terbuka sedikit. Ia berpikir bahwa mungkin saja Yoshiro datang lebih awal. Namun setelah ia masuk dan menutup pintu rapat-rapat, ia mendapati sepatu hak tinggi berwarna hitam. Itu bukan miliknya ataupun milik Yoshiro. Menandakan bahwa ada orang lain di dalam sana. Sheila masuk ke area ruang tamu. Ia mendapati seorang wanita yang sangat cantik sedang duduk di sofa. Seorang wanita dengan kulit seputih salju. Rambut hitam berkilau sepanjang pinggang. Dan badan ideal yang terlihat jelas walau sedang menggunakan kemeja berwarna putih. "Siapa?" tanya Sheila setelah sadar dari lamunannya. "Ah, ini
Brain dan Ethan duduk di kursi VVIP pada gedung sikuit balap milik Keluarga Mcknight. Mereka menatap ke arah lintasan kosong tanpa mobil balap. Mereka hanya ingin menghabiskan waktu di sana. Dengan makanan dan minuman yang menumpuk di meja depan mereka. Dan Aewon serta Galil yang berdiri di belakang kursi mereka. "Siapa laki-laki itu?" tanya Ethan masih mempertanyakan siapakah sebenarnya laki-laki yang tadi menjemput Serena."Yoshiro. Aku lupa nama panjangnya. Tapi yang jelas, dia pengawal Serena sampai kaki Serena bisa berjalan lagi," balas Aewon."Apakah dia memang menjengkelkan seperti itu?" "Terkadang. Tapi dia juga sudah beberapa kali membantuku. Aku rasa dia tidak terlalu buruk."Aewon masih belum mengerti Yoshiro sepenuhnya. Karena memang laki-laki itu datang dan pergi sesuka hatinya sendiri. Aewon tidak pernah benar-benar memiliki waktu untuk mengenal lebih dalam siapakah Yoshiro sebenarnya."Apa dia memang sekuat itu s