Inge mengangguk. Mencoba tersenyum, meski air mata yang tersimpan dalam indera penglihatannya seperti mendesak ingin keluar.Pada akhirnya sisa perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan. Lucas dan Inge sesekali saling melirik. Keduanya menjadi canggung untuk memulai percakapan.Sampai di rumah, begitu mobil berhenti di halaman, Lucas bergegas keluar dari mobil dan menghampiri Inge. Dia mengambil Naomi dari pangkuan sang istri.Tiba-tiba Naomi menggeliat panjang, nyaris saja terlepas dari genggaman Lucas. Inge dan Lucas tentu saja sama-sama kaget. Beruntung mereka berdua sigap merespon dengan bergerak cepat berbarengan. Akan tetapi… .Cup.Tanpa sengaja bibir Inge menempel sekilas di pipi Lucas. Keduanya pun kembali terkejut berbarengan. Manik-manik mata mereka bertemu, dan saling terpaku beberapa detik.Lucas merekahkan senyum. Ada binar-binar kecil yang muncul di aura wajahnya.Inge menunduk malu.“Maaf,” desis Inge. “Tidak sengaja.”Lucas tertawa kecil sembari membawa Naomi ke
“Sudahlah Inge, jangan terus berpura-pura polos padahal otakmu sedang menyusun rencana jahat,” tukas Bu Emma.Inge menghela napas. Dia terdiam, menundukkan kepala. Kali ini dia berpikir untuk mengalah lagi, menerima semua tuduhan Bu Emma, walau sebetulnya dia tidak tahu apa yang sedang diributkan oleh mama mertua Lucas ini.“Kenapa diam? Kamu tidak bisa mengelak kan?” cetus Bu Emma.Inge tetap menunduk.“Saya tidak habis pikir kalau kamu menggunakan Mimi untuk kepentinganmu! Tega-teganya kamu melarang Mimi sekolah, bahkan berniat memindahkan sekolah Mimi. Apa maksudmu begitu?” tuding Bu Emma dengan wajah memerah rata.Inge mendongak. Menatap Bu Emma dengan kebingungan. Tuduhan macam apa lagi ini?“Kamu mau mempermalukan keluarga saya hah? Masa cucu pemilik sekolah elit akan sekolah di tempat lain? Pikir pakai otakmu itu!”Bu Emma berjalan mendekati Inge. Matanya tajam menghunjam kepada sosok Inge. Kemudian dia mencondongkan kepalanya, sehingga mulutnya dekat dengan telinga Inge.“Saya
“Miss Inge batuk-batuk, huek huek gitu,” ujar Nona Naomi, seraya menirukan suara Miss Inge. Sebenarnya yang dia maksud adalah muntah, tetapi entah mengapa bibir gadis kecil itu mengeluarkan kata ‘batuk’.“Mimi juga liat Miss Inge nangis, ada air mata di pipinya. Nanti Oma Emma harus ganti dimarahin sama Papa ya, karena Oma Emma udah bikin Miss Inge sedih,” celotehnya tanpa beban.Hal itu membuat Bi Yati yang berada di samping Nona Naomi menjadi semakin kalut. Dia berpikir cepat, apakah perlu memberitahu Miss Inge tentang aduan Nona Naomi ini? Bagaimana kalau hal ini akan memicu pertengkaran yang lebih besar antara Nyonya Emma dan Miss Inge?Bi Yati meremas-remas jari jemarinya dengan perasaan tidak tentu. ART itu menjadi sedikit lega ketika mendengar Nona Naomi mengucapkan salam kepada sang papa, kemudian mengulurkan gagang telepon itu kembali kepadanya. Setidaknya tidak ada informasi aneh-aneh lebih banyak yang diadukan Nona Naomi kepada Tuan Lucas.“Papa Nona bilang apa?” tanya Bi Y
Lucas mendekati Naomi. Lalu berjongkok di hadapan sang putri.“Mimi jangan ganggu Miss Inge dulu hari ini ya! Nanti main sama Papa, tapi sekarang Mimi sama Bi Yati dulu, Papa mau tengok Miss Inge. Oke?” ujar Lucas panjang lebar.“Ya, Pap. Tapi Mimi titip ini buat Miss Inge, jus mangga enak. Mimi sharing sama Miss Inge,” sahut Naomi mengulurkan gelas jusnya kepada Lucas.Lucas menerima gelas itu sembari tertawa kecil. Dia lalu mengusap kepala Naomi dengan sayang. Lelaki itu berdiri kembali, lalu menatap Bi Yati yang tampak tertunduk di belakang Naomi.“Saya titip Naomi ya, Bi,” ucap Lucas. Tanpa menunggu jawaban dari ART-nya dia segera menuju tangga. Naik dengan cepat lalu tiba di kamar Inge.Lucas mengetuk dengan perlahan pintunya dua kali, setelah itu dia buka.“Pak Lucas,” desis Inge. Tampak dia berusaha setengah duduk sembari mencari posisi bersandar yang nyaman.“Tiduran saja kalau kamu pusing, Ing,” Lucas cepat merespon. Kakinya melangkah cepat mendekati Inge.Inge menyeringai ti
Lucas segera merespon telepon Papa Benny di depan Inge.“Halo, Pa, aku telpon balik sepuluh menit lagi ya,” kata Lucas. Setelah itu dia mematikan sambungan, lalu mengantongi telepon genggamnya. Kemudian dia menatap Inge kembali. Dilihatnya perempuan itu menunduk, ada gerak gerik kegelisahan yang Inge perlihatkan.Lucas menghela napas. “Baiklah Inge, agar hatimu menjadi tenang, aku akan membuat pengakuan.”Inge mendongak cepat, kekagetan tidak dapat dia tutupi. Terpancar jelas dari ekspresi wajahnya. Mata yang melebar, mulut melongo dan alis bertaut tinggi.“Aku sebenarnya kuatir Mimi memaksamu ikut hadir di sekolah, aku hanya tidak ingin sesuatu yang tidak baik menimpamu di sana,” lirih Lucas. Manik matanya bergerak satu kali ke kanan.Inge menatap dalam. Kali ini dia merasakan kejujuran dalam ucapan Lucas. Mendadak dia merasa matanya menjadi panas, dan sosok Lucas secara perlahan menjadi tidak jelas. Itu karena matanya berangsur-angsur diselimuti air.Hati perempuan itu merasa tersan
Lucas menegakkan badan. Kenapa pertanyaan Papa Benny sama dengan pertanyaan Inge tadi? Mendadak pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan.“Sebenarnya tadi pagi Mama sudah mendengar berita ini, Papa pikir itu hanya gosip saja. Tapi barusan Bu Farah mengkonfirmasi langsung, katanya Mimi juga sudah tidak masuk tiga hari ini,” lanjut Papa Benny. Yang dimaksud mama oleh Papa Benny tentu saja Mama Emma.Otak Lucas langsung menjalar. Lalu berkesimpulan bahwa pertanyaan Inge tadi kemungkinan besar berasal dari Mama Emma. Kemudian dia teringat laporan Naomi, pastilah Mama Emma datang, dan marah-marah karena berita ini juga. Firasat Lucas semakin yakin, jika Mama Emma mempersalahkan Inge dalam hal ini.“Luc!” panggil Papa Benny, nadanya menjadi naik, sebab sampai detik-detik berlalu dia tidak mendengar suara menantunya sama sekali.Lucas tidak langsung menjawab, dia malah menghela napas panjang.“Memangnya kenapa sampai Bu Farah berkesimpulan begitu?” Lucas bukannya menjawab, malah melempar pe
Bu Farah harus menunggu sekitar sepuluh menit, sebelum akhirnya Viana mengetuk ruang kerja Bu Farah dan Viana masuk dengan sikap yang rileks, senyumnya terkembang sempurna. Viana menyangka dia terpilih untuk mengemban tugas baru, yang berarti itu adalah sebuah prestasi kehormatan.“Maaf, Bu, saya baru keluar dari kelas, sehingga perlu bersiap sebentar,” kata Viana memberi alasan.Bu Farah menyipit. Dia tahu pasti, kelas Viana sudah bubar sekitar lima belas menit yang lalu.“Tadi saya perlu menunggui siswa yang masih ingin bermain di kelas, Bu,” lanjut Viana. Dia seakan mengerti arti gerakan mata atasannya, sehingga buru-buru melengkapi alasannya.Bu Farah menghela napas, lalu menyuruh Viana duduk. Viana pun duduk. Senyum lebarnya kembali muncul.“Viana, tadi pagi kamu melaporkan kepada saya tentang berita Naomi yang akan pindah sekolah. Sebenarnya kamu mendapat berita itu dari mana?” tandas Bu Farah.Wajah Viana seketika memerah. Bias gelisah terpancar dari sorot matanya yang meredup.
Inge berusaha melihat wajah Naomi yang berbaring dengan meletakkan kepala kecilnya di pangkal lengannya. Rasanya sedetik tadi bocah itu masih mengoceh riang, tiba-tiba saja suaranya tidak ada lagi.“Mimi.” Inge mencoba memanggil gadis cilik itu.Tidak ada balasan. Inge bergerak hati-hati, bangkit dengan perlahan dengan melepaskan lengannya pelan-pelan dari kepala Naomi.Inge seketika tersenyum lebar. Rupanya anak cantik ini sudah terlelap. Mata Naomi terpejam sempurna, bulu matanya yang lentik tampak melengkung indah. Ah, Inge tidak dapat menahannya lagi. Diciumnya wajah polos Naomi berkali-kali. Sosok mungil yang menggemaskan itu tampak menggeliat halus beberapa jenak, lalu kembali terbujur tenang.Inge menjadi tertawa sendiri. Ternyata menggoda Naomi saat tertidur sama membahagiakannya saat bocah itu sedang bisa diajak bicara. Senyum Inge memudar, seiring kepalanya teringat bahwa kebersamaannya dengan gadis cilik nan menggemaskan ini mungkin tidak akan lama lagi. Dalam hitungan se
“Temuilah Lucas, coba kalian bicara dulu dengan lebih tenang. Apa pun keputusanmu, Mama akan mendukungmu.”Inge bergerak memeluk sang mama. Dia mengucapkan terima kasih, tetapi satu detik kemudian perempuan itu terisak. Ketika Mama Niken terlihat cemas, Inge justru mengeluarkan tawa kecil. Tentu saja Mama Niken mengernyit heran.“Kamu kenapa? Jangan bikin Mama bingung, Ing.” Nada suara perempuan yang melahirkan Inge itu menjadi naik.Inge justru tertawa lebih kencang.“Inge!” Mama Niken menjerit tertahan. Untung saja semua pegawainya sedang sibuk di depan, menata katering di dalam mobil, untuk segera diantar pada para pelanggan.“Aku tiba-tiba ingat , Ma. Dulu waktu Mama nganter aku sekolah naik sepeda, Mama pernah bilang kan kalau besok suamiku adalah orang yang sangat kaya, jadi aku bisa diantar kemana-mana naik mobil. Terus suamiku punya restoran di mana-mana… . Ingat kan?” Mama Niken memandang Inge dengan lurus. Senyumnya merekah. “Mama rasa kamu enggak perlu cocoklogi begitu. D
Inge yang masih memandangi pesan gantung di telepon Lucas, menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba mendengar Lucas berdehem tepat di belakang punggungnya.“Pak Lucas.” Inge salah tingkah. Dia merasa seperti tertangkap basah sedang melakukan hal yang kurang sopan. Dengan sedikit gemetar dia menyodorkan telepon itu kepada si empunya.Lucas menerima, kemudian memeriksa telepon tersebut. Dua detik kemudian dia merekahkan senyum. “Apa kamu baca pesan dari Mama ini?”“Maaf, benar-benar tidak sengaja, Pak.” Inge menunduk lebih dalam.Lucas tertawa kecil. “Baguslah. Jadi aku enggak perlu repot memberitahu kamu kalau Mama menunggumu di rumah. Ayo kembalilah ke rumah kita.”“Maksudnya… .” Inge sengaja menggantung ucapannya. Dia beranikan diri untuk menatap wajah Lucas.“Ini sedikit memalukan, Ing. Ternyata selama ini Mamaku menyewa orang untuk menyelidiki kamu.” Lucas bergerak mendekat. Dia mengambil kedua tangan Inge, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak lucu dengan mata membel
Naomi memandang wajah Inge sejenak, sebelum akhirnya mengangguk samar. Dia pun menurut saat dibawa masuk ke dalam kamar.“Mimi,” panggil Karina dari layar telepon Lucas. Tampak wajah cantiknya masih sedikit pucat. Latar belakang ranjang rumah sakit juga ikut terekam dalam panggilan video. Tampaknya Karina sedang sendirian di ruang tersebut.Inge mengajarkan Naomi untuk melambaikan tangan sekaligus mengucapkan salam pada ibu kandungnya itu. Lagi-lagi Naomi menurut, meski dengan sedikit canggung.“Mimi senang ya main sama Mama Inge?” ujar Karina.“Iya.” Naomi yang dipangku Lucas menyahut dengan menundukkan kepala .“Mimi sayang sama Mama Inge?” tanya Karina lagi.Naomi spontan memandang Inge, sehingga Inge sekuat tenaga melempar senyum. Segumpal perasaan bersalah menyergap hatinya. Dia begitu tertohok dengan pertanyaan Karina.Lucas cepat menguasai keadaan. Dia pun bersuara dengan meminta Naomi untuk menjawab ujaran sang ibu. Sementara tangan Lucas perlahan mengulur untuk menyentuh ping
Inge menunduk. Perasaannya berkecamuk.“Pak Lucas, boleh saya bicara dengan Bu Karina?” Alih-alih menjawab, Inge justru melempar pertanyaan. Lehernya bergerak sehingga kepala Inge kini tegak dan memandang Lucas yang duduk di sampingnya.“Saya ingin menjelaskan hubungan kita,” ucap Inge.Respon pertama kali Lucas adalah menghela napas. Kemudian dia mereguk susunya kembali, sebelum akhirnya menyahut, “Tentu saja boleh. Tapi tolong jangan terus merasa aku dan Karina bercerai karena kamu.”Inge mengulas senyum. “Tapi pikiran dan pandangan orang pasti akan seperti itu. Bayangkan saja, Bu Karina baru bangun setelah koma empat tahun, tiba-tiba diceraikan, lalu Pak Lucas melanjutkan hidup bersama saya sebagai suami istri. Apa kata orang nanti?”Lucas meraih tangan Inge. Dia remas sedikit sembari memberi tepukan kecil.“Apakah anggapan orang sangat berarti buat kamu?” tanya Lucas. Nadanya tegas. “Kita sudah melewati sejauh ini bukan?”Inge kembali menunduk. Tanpa sadar dia membalas remasan Luc
Inge terbangun dengan kaget, tiba-tiba dia merasa ada tangan yang memukul kandungannya. Ketika dia membuka mata, dia mendapati tangan mungil Naomi sudah terparkir manis di atas perut. Sedang tubuh kecil Naomi terlihat bergerak merapatkan diri pada Inge, sepertinya si kecil mencari kehangatan, sebab udara pagi di kota kecil ini memang lebih dingin dibanding di rumah Naomi.Inge menghela napas. Semalam dia akhirnya tertidur setelah berdiam diri memandangi wajah Lucas dan Naomi berganti-ganti. Entah mengapa hatinya merasa lebih tentram. Demikian juga dengan si bayi, dia terus bergerak tetapi gerakannya sangat halus.‘Eh, kemana Lucas?’ Inge tidak menemukan lelaki itu di samping Naomi. Bantal bekas dipakai Lucas sudah terlihat rapi.Tidak berapa lama, sayup-sayup telinga Inge mendengar tawa renyah di luar kamarnya. Dapat dipastikan suara itu berasal dari para ibu yang membantu mamanya. Mereka juga terdengar saling berbalas kalimat seperti biasa.Inge pun bangun dengan hati-hati. Sedikit m
Mesin mobil segera mati, dan Pak Ali perlahan turun. Dia membungkukkan sedikit badannya kepada Lucas dan juga orang tuanya, kemudian mengundurkan diri tanpa sepatah kata pun.“Mama kita perlu bicara.” Lucas menatap Mama Helen.Sedetik kemudian Naomi menjerit-jerit. Dia seperti sudah mempunyai firasat jika sang papa akan menggagalkan rencana mereka untuk pergi ke rumah Inge. Namun Edward sigap menenangkan gadis kecil itu. Edward membujuk Naomi untuk turun.Akan tetapi Naomi masih terus menjerit, sehingga Lucas akhirnya mendekati sang putri. Lelaki itu menatap Edward sejenak, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Naomi.“Kita jemput Mama Inge, tapi kita siapkan dulu strawberry untuk Mama Inge. Tadi Mama Inge telepon minta dibawain strawberry,” ujar Lucas terpaksa sedikit berbohong. Dia perlu waktu untuk bicara dengan Mama Helen.Naomi terlihat langsung menghentikan kehebohannya. Dengan mata basahnya dia tersenyum lebar. “Mimi yang siapin, Pap?”Lucas mengangguk. “Coba tanya Bi Yati a
Karina buru-buru menyeka air matanya. Dia memandang sejenak kepada Papa Benny. Saat ayahnya mengangguk, perempuan cantik itu ikut pun melakukan hal yang sama. Kemudian dia memberanikan diri untuk menatap wajah Lucas, sembari menahan debaran di dadanya.Entah mengapa Karina melihat serpihan diri Edward dalam wajah Lucas. Dan di sinilah dia menjadi lebih paham apa yang Papa Benny maksudkan tadi. Karina mungkin tidak dapat melepaskan dirinya dari bayang-bayang Edward. Itu akan seperti mengantongi bom yang dapat meledak sewaktu-waktu, yang mungkin saja ledakannya lebih hebat dari pada empat tahun yang lalu.“Aku juga punya kabar yang harus kamu dengar, Luc,” kata Karina lirih.Mendengar hal tersebut, Papa Benny memberi kode kepada Mama Emma untuk keluar. Ketika sang istri terlihat masih terpaku, Papa Benny berjalan memutari ranjang Karina untuk mendapatkan tangan perempuan itu. Dalam diam, dia membawa Mama Emma keluar ruangan.Lucas tersenyum samar serta mengangguk pada kedua mertuanya, s
“Di sini juga ada Lucas, yang bisa ikut mendengar,” tambah Pak Benny.Inge tercekat. Dia menggigit halus bibir bawahnya sendiri. Berusaha untuk tidak memperdengarkan sesuatu yang bisa menampakkan kegugupannya, meskipun jantung dalam dadanya berdebar begitu kencang.“Dengar baik-baik, Inge. Saya ingin membatalkan perjanjian di antara kita,” kata Pak Benny. Suaranya serak tetapi diucapkan dengan mulus tanpa getaran. “Pernikahan antara kamu dan Lucas itu sah, hanya kamu dan Lucas yang berhak menentukan kelanjutannya.”Telinga Inge dapat mendengar suara Lucas terpekik kecil menyerukan kata ‘papa’ di belakang suara Pak Benny. Sebenarnya dia pun sama terkejutnya dengan Lucas, tetapi dia dapat mengendalikan diri. Inge telah belajar dari pengalaman bahwa berbicara dengan Pak Benny atau Bu Emma selalu saja muncul hal-hal tidak terduga.“Apa kamu dengar, Ing?” tanya Pak Benny.“I-iya, Pak.”Inge pun terbata-bata kembali mengiyakan ketika Pak Benny menanyakan apakah dia paham dengan yang dimaksu
Keluar dari ruang perawatan Karina, Lucas langsung menuju ke arah barat rumah sakit. Di situ ada taman dengan kolam ikan yang suasananya lumayan sejuk, sebab beberapa pohon rindang berjajar melingkupi area tersebut. Beruntung taman tampak tidak seramai biasanya.Lucas duduk di salah satu kursi di situ, dia menghela napas. Kesejukan dan kedamaian suasana taman, sama sekali tidak dapat meredakan panas di hatinya. Rasa sakit pada pagi hari itu, empat tahun lalu, bahkan masih terasa sampai sekarang. Siapa yang tidak sakit jika ternyata istri yang dicintai menyimpan rasa untuk lelaki lain. Apalagi jika lelaki tersebut adalah orang yang selama ini tidak dia sukai.Ya, Lucas menganggap Edward pengkhianat. Edward Kavell adalah sepupu dari papa kandungnya, yang artinya masih paman Lucas. Dia menikahi Mama Helen tepat tiga bulan setelah kematian papanya. Ada desas desus yang beredar di kalangan keluarga besarnya sendiri, bahwa Mama Helen telah hamil dengan Edward. Namun seiring berjalannya wakt