Ahana membuka matanya dan melihat matahari yang perlahan terbit. Menghirup udara dalam-dalam dan kembali menghembuskannya perlahan. la menarik rapat selimut yang menutupinya. Tersenyum karena mimpi buruk yang dialaminya kini berakhir dan mandapati pemandangan begitu indah.
Setelah beberapa kali menghirup udara, ia merasakan hembusan angin semakin mengusiknya. Ia berbalik dan merasakan pembaringannya keras. Tidak empuk seperti kasurnya. Masih dengan mata terpejam ia meraba mencari bantal gulingnya. Namun telapak tangannya justru menyentuh permukaan yang kasar.
Matanya kembali mengerjap dan melihat suaminya bersandar di pohon dengan melipat lengan di dadanya. Mata tajam itu masih terpejam dan tidurnya terlihat begitu pulas. Pandangannya beralih dan mendapati rumput dan batuan. Menyadari mereka tidak berada di kamar ataupun tenda, Ahana bangun dan duduk menyapu pandang sekitarnya. Kini ia sadar jika ini bukan mimpi. Apa yang dialaminya semalam benar-benar terjadi.
Bersambung... Terima kasih masih betah di sini. maaf juga kalau kalau koin buat buka gembok gede, soalnya bingung... mau cut bagian yang mana??? Selamat membaca ya...
"Aku merusak pagimu dengan mengatakan hal ini,” tambah Ibram karena istrinya masih saja diam. “Tapi aku senang kamu bersedia membaginya. Lalu apa yang membuatmu tidak membalas dendam saja padanya? Misalnya saja menurunkannya dari tahta sebagai ibu suri kerajaan atau melakukan pembalasan lainnya?" tanya Ahana yang merasa jika hal itu tidak akan sulit dilakukan oleh Ibram. “Aku melakukannya dengan caraku. Balas dendam pertamaku padanya dengan menyagangi kedua putranya. Sabir dan Samir adalah saudaraku dan mereka tidak terlibat sama sekali,” jawab Ibram lugas. Ibram kembali melanjutkan ceritanya tentang kegigihan Sabir maupun Samir untuk mencaritahu. Sesekali Ahana akan membelalak mendengar dan tanpa ia sadari semakin tertarik dengan empat bersaudara itu. Hari-hari Ibram dan saudara-saudaranya terdengar begitu berbeda dan mengundang rasa penasarannya. “Meski Sabir dan Samir terus bertanya, aku diam. Ibu Suri diam, kakak dan juga kakak ipar diam. Begitu j
Malam sudah menyapa dan Ahana merasa takjub. Ini pertama kali dalam hidupnya mengendarai kapal sebesar ini. Sama sekali tidak terasa guncangan ombak. Belum lagi pergerakan kapal hitam ini tergolong cepat dibanding kapal-kapal pada umumnya. Tadinya ia sempat meremehkan ucapan suaminya. Ibram mengatakan jika tidak ada kendala, mereka akan tiba besok siang di Kerajaan Akhtaran. Namun sepertinya sekarang ia harus percaya mengingat anggukan Zain dan menyadari kecepatan laju kapal dengan ukiran harimau di dindingnya ini. Setahunya, Hanan dan pamannya mengatakan jika butuh dua hari dua malam untuk tiba di dermaga utama Kerajaan Akhtaran dengan menggunakan kapal besar. Bisa dengan sehari semalam jika menunggang kuda dan menyebrang melalui kerajaan lain yang hanya berbatas selat dengan kerajaan mereka. Perjalanan laut hanya akan butuh sekitar tiga hingga empat jam dengan perahu biasa. Teringat kala dirinya pamit, Ahana beranjak membuka bungkusan yang diberikan Paman M
Jika saja tidak menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, maka mereka pasti mengira pangeran yang satu itu tengah berdusta. Seorang Ibram Al-Ikram menggandeng tangan seorang wanita untuk pertama kalinya. Pangeran Mahkota Kerajaan Akhtaran itu baru saja menuntun istrinya turun dari kereta kuda. Bahkan menggunakan sepatunya sendiri sebagai pijakan untuk wanita itu turun. Belum lagi pakaian yang mereka kenakan terlihat senada. Kapten Zain terperangah mendapati jejeran pejabat tinggi kerajaan bersedia menyambut kedatangan Pangeran Ibram dan Putri Ahana siang ini. Mungkin lebih tepatnya, mereka penasaran. Tentu saja karena mereka terkejut mendengar kabar pernikahan Pangeran Ibram yang tiba-tiba. Kembali ke kerajaan ini dengan memboyong istrinya. Ayah Kapten Zain, Panglima Ahlam sudah mengabari jika para pejabat kerajaan gusar. Pemicunya adalah ketika mendengar kapal hitam dengan dinding berukiran harimau milik Pangeran Ibram meninggalkan dermaga khususnya. Awalnya me
“Katakan saja pada mereka kalau Ibram Al-Ikram tidak pernah lupa dengan hukumannya. Aku sudah berjanji dan akan aku tepati. Kami berdua mohon diri,” kata Ibram pamit. “Istirahatlah, kalau bisa buat yang banyak,” kata Ibu Suri Sanjana saat menatap Ahana yang melongo mendengarnya. Wanita paruh baya itu turut serta dengan gurauan anak-anaknya. Sepanjang langkahnya menyusuri koridor istana, Ibram hanya diam saja. Ahana terusik dengan perubahan raut wajah suaminya ketika membalas ucapan Raja Abram. Tadinya Ibram terlihat malas dan tiba-tiba menjadi tegang. Sudah beberapa pintu kamar mereka lalui dan langkah Ibram belum juga berhenti. Istana ini jauh lebih besar dibanding istana Kerajaan Dharmajaya. Dirinya tidak tahu, kamar mana yang mereka tuju. Ahana diam-diam melirik suaminya yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia tersentak kala menabrak punggung suaminya. Ahana meringis karena tanpa sadar dirinya turut melamun. “Kamu penasaran dengan ucapa
Sabir meminta Alina mengajak Ahana ke ruang makan lebih dulu. Sementara mereka bertiga akan menyusul. Ibram mengangguk setuju dan kedua wanita itu patuh dan beranjak. Setelah keduanya cukup jauh, Samir mengguncang lengan kedua kakak laki-lakinya. “Apa yang kamu lihat di gerbang sampai ketakutan seperti ini?” tanya Ibram mengernyit memperhatikan keringat dingin di seluruh wajah adiknya. “Pri-pria yang a-aku temui beberapa ha-hari lalu di gerbang istana, di-dia tewas dengan ba-banyak luka gigitan di tu-tubuhnya,” jawab Samir terbata sembari menutup sebelah matanya dengan telapak tangan. “Maksudmu pria paruh baya yang mengalami kebutaan di mata kirinya?” tanya Sabir dan Samir langsung mengangguk kencang. Kini giliran Sabir yang terhenyak. Saking terkejutnya ia merasa kakinya lemas dan tangan kirinya berpegang di bahu kanan Ibram. “Kau mengenal pria itu?” tanya Ibram dan Sabir mengangguk. “Dia adalah mata-mataku yang selama beberapa waktu ini menghilang. Dia sempat mengirimkan pesan j
Ketegangan mendominasi aula istana di mana pertemuan sedang berlangsung. Pangeran Ibram berjalan masuk setelah dipersilahkan dan dengan santai duduk di kursinya. Sementara Sabir dan Samir saling lirik. Ibram bukannya tidak menyadari situasi, namun ia enggan melakukan sesuatu untuk mengawali pembahasan. Laporan mingguan dari pejabat kerajaan sudah selesai dipaparkan. Raja Abram juga sudah memberikan keputusan. Terkait masalah yang terjadi semalam pun sudah disampaikan oleh Pangeran Sabir dan mengungkapkan tindakan yang selanjutkan akan dilakukannya. Saat salah seorang mentri bertanya tentang acara penyambutan calon putri mahkota. Raja Abram langsung mengungkapkan jika Putri Ahana menolak untuk menggelar acara mewah itu. Pernyataan itu diangguki oleh Pangeran Ibram dan mengundang bisik kegaduhan. Wakil Perdana Mentri Irsyam akhitrnya mengajukan pertanyaan. Sejak tadi sudah banyak yang berbisik dan menunggu Pangeran Ibram mengemukakan rencana penyambutan untuk istrinya. Namun ia diam s
“Kita semua tahu jika Pangeran Ibram tidak peduli dengan pernikahan bahkan tidak tertarik pada wanita. Setiap kali membahas pernikahan ia terus saja berusaha berkelit dengan mengatakan akan memilih pasangannya sendiri. Mungkin ia memiliki kelainan tersendiri. Itu berarti Putri Ahana hanya datang sebagai istri pajangan saja,” sambung wakil perdana mentri. "Aku rasa itu tidak benar, Wakil Perdana Mentri,” ucap perdana mentri mengarahkan dagunya ke arah yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya sehingga tidak menanggapi rekan-rekannya. Ratu Meghna dan Ratu Ragina memberi berkat dan berdoa keselamatan Pada Pangeran Ibram dan para prajurit yang akan pergi ke wilayah perbatasan. Perdana mentri sempat melihat kedua ratu itu memanggilnya karena fokus menoleh ke sisi lain di mana istrinya berdiri. Saat itu Pangeran Ibram hanya tertegun menatap Ahana yang belum juga beranjak dan hanya diam menatapnya. Pangeran Ibram mencuci tangannya dengan air kendi yang disiramkan Ibu Suri Sanjana dan berg
Beberapa mentri yang menjadi anggota partai langit hanya bisa terdiam melihat Tuan Irsyam melampiaskan amarahnya. Barang-barang di ruangan tempat mereka berkumpul sudah hancur di sana-sini. Meja dan kursi sudah terbalik dan tidak berada di posisinya. Makanan dan minuman yang dihidangnkan sudah tumpah dan berserakan. Tubuh mereka sudah gemetaran dan keringat dingin mulai memenuhi tubuh mereka. bahkan di antara yang hadir itu bisa merasakan jika bulir keringatnya sudah sebesar biji jagung. Kabar terakhir yang mereka ketahui Pangeran Ibram menikahi putri buruk rupa dalam keadaan terpaksa. Tadinya mereka berpikir akan mudah mendapat celah untuk menyingkirkan Putri Ahana. Tapi dugaan mereka justru dibalas sebuah penegasan dari sang putra makhota kerajaan. “Dia… berani-beraninya pangeran yang satu itu! Dia sengaja melakukannya!!!” teriaknya diikuti kepalan kedua tangannya yang memukul permukaan meja. “Ibram Al-Ikram, dia sengaja melakukannya di depan semua orang untuk menegaskan hal itu se