Esok paginya, Satria memutuskan kuliah dengan alasan supaya tidak tertinggal banyak pelajaran apalagi dia pernah terancam tereliminasi hingga Haris dan Mia memberi izin, padahal alasan yang sebenarnya karena dia ingin bertemu Naura dan mendengar secara langsung berita menyenangkan tentang hubungannya dengan Naura.Benar saja, setibanya di kampus, semua orang yang menanamkan perhatian lebih pada Satria memanggilnya dengan sebutan pacar Naura-si gadis cantik dan salihah. Tentu saja hati Satria berbunga, ini pertama kalinya dia merasakan hatinya sangat berbunga karena seolah cintanya dengan Naura sudah mulai menemukan jalan. “Ya, kita memang pacaran.” Blak-blakan Satria mengatakannya tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan Naura.Sebelum masuk ke dalam kelas, Satria berbicara empat mata dengan Naura. Saat ini dia berpura-pura polos. “Tadi banyak pemuda menyapa saya dan membicarakan hubungan kita. Jadi di sini kita dianggap berpacaran? Saya baru tahu ....” Tatapannya senada dengan ak
Naura adalah gadis baik-baik jadi dia menolak dengan tegas ajakan Satria walaupun hatinya sangat ingin menjalin hubungan spesial dengan Satria. Gadis ini segera pergi meninggalkan sahabat masa kecilnya sebelum Satria semakin banyak mengungkapkan kalimat-kalimat sensitif. “Saya mau bersama kamu, tapi saya tidak bisa ....” Perasaan semakin menyiksanya, tetapi menurutnya ini lebih baik dibandingkan harus menyetujui ajakan Satria.Satria bersedih dan merasa usahanya mendapatkan Naura selalu sia-sia karena kehadiran Isabella. “Abel memberikan syarat rumit agar kita bisa berpisah, dia memang licik!” Saat ini Satria mendengus berang.Saat ini, tanpa Satria tahu jika Dika mengunjungi kampusnya. “Saya mencari Satria yang katanya pacarnya Naura.” Alibynya.Namun, sikap lelaki ini tidak biasa. “Kamu penggemar Naura? Mendingan mundur deh. Saingan kamu Satria. Dia lelaki populer di kampus, banyak cewek suka dia, tapi akhirnya Satria memilih Naura, cewek populer di kampus ini walaupun Naura tidak m
Isabella segera melepaskan tangannya yang digenggam Dika. Jadi, laki-laki ini tidak memaksa. Namun setelah melewati lampu merah, gadis ini meminta berhenti dan turun dari motor. “Kamu tidak sopan!” Dia segera menegur hingga Dika cukup kaget, tetapi reaksi Isabella sudah bisa ditebak karena dia seorang gadis salihah yang tentunya tidak ingin disentuh oleh lelaki selain suaminya.“Maaf, saya cuma ....” Belum selesai Dika berkata, Isabella memotong.“Kamu bukan suami saya!” Isabella merasa ternodai walaupun mungkin itu berlebihan, tetapi sebagai seorang istri tidak seharusnya kulitnya disentuh lelaki lain yang memiliki perasaan khusus padanya. Isabella memang sering bersentuhan dengan lelaki lain, tetapi tidak ada perasaan khusus di antara keduanya, dia hanya menjalankan propesinya.“Maaf ....” Dika mulai cemas, dan dia juga meminta maaf dari hatinya berharap Isabella dapat memaafkannya dan melupakan sikap lancangnya.Isabella tidak menyukai sikap lancang Dika, tetapi dia juga tidak ingi
Devan sangat cemas karena bisa saja pertemanannya dengan Satria hancur, tetapi dia tidak menyesal telah menasihati Satria walaupun secara tidak langsung karena tidak mungkin dia memperlihatkan maksud sebenarnya.Devan kembali ke rumah bersama sopir setelah kontrol di rumah sakit tempat Isabella bekerja, tetapi ternyata tanpa sengaja dia berada di tempat yang sama dengan Isabella dan Dika, ini adalah hal paling tidak terduga.Saat ini Devan menghubungi Naura, “Nay, kamu di mana?” Suaranya terdengar lembut.“Masih di kampus. Saya sedang menunggu dijemput. Kenapa, perlu bantuan?” Naura mengkhawatirkan Devan sebagaimana pada saudaranya.“Tidak, saya baik-baik saja. Eu ... Nay. Apa hari ini Satria mendekati kamu?” Sebenarnya Devan merasa canggung menanyakan hal ini karena ini bagian dari privasi Naura, dia tidak memiliki hak mencampuri.“Iya, kenapa?” jawab datar Naura yang merasa kesal sekalian tidak nyaman dengan pertanyaan Devan karena nama Satria selalu mengingatkannya pada cinta yang
Pagi ini Satria kembali ke kampus, dia masih penasaran pada Naura, berharap Naura berubah pikiran dan menjalin hubungan terlarang di belakang Isabella. Namun, ternyata hari ini Naura tidak pergi ke kampus hingga menimbulkan pertanyaan besar. “Apa Naura sakit atau sengaja menghindari saya?”Satria tidak bisa mencari tahu apa yang terjadi pada Naura hari ini, tetapi dia masih mengingat ucapan Devan kemarin. “Naura sudah bilang Devan bukan keluarganya, tapi kenapa Devan mencurigakan!”Satria ingin meninggalkan kampus untuk menemui Devan, tetapi ID-Card miliknya sudah discan jadi otomatis namanya masuk catatan kehadiran. Jadi, dia harus mengikuti semua materi agar kampus tidak melaporkan absennya.Sementara, justru Naura sedang menemui Devan di kediaman lelaki itu. “Hari saya tidak kuliah. Saya bilang sama mama dan papa mau menjenguk kamu.” Ekspresi wajahnya terlihat polos hingga Devan terkekeh kegelian.“Menjenguk saya bisa pulang kuliah, loh.”“Mama sama papa juga bilang begitu. Tapi se
"Siapa Naura?" Namun, ekspresi Satria sangat berkebalikan dengan dugaan Devan karena raut wajahnya sangat santai. "Saudara." Devan menjawab santai, tapi sebenarnya hatinya masih mencoba menilai. "Namanya sama dengan Naura." Satria terkekeh. Begitupun Devan karena hatinya merasa lega. Namun, tatapan mata Satria tiba-tiba kembali memicing tajam. "Apa kamu tidak suka saya mendekati Naura?" Lagi, Devan harus dibuat tidak tenang. "Jangan menuduh." Nada suaranya dibuat santai. "Dari obrolan kamu sepertinya kamu tidak suka saya mendekati Naura." Ini adalah tujuan kedatangan Satria. "Jangan salah paham. Itu urusan kamu, kenapa saya harus tidak suka? Tapi sorry kalau kamu tidak suka cara bicara saya. Saya cuma mengingatkan kamu tentang status kamu yang sudah beristri." Devan masih harus menyembunyikan maksudnya karena saat ini dia belum bisa mengaku jika Naura adalah keluarganya. "Intinya, walaupun kita teman satu geng tapi kita tidak bisa mencampuri privasi masing-masing!" uca
Pukul lima sore Mia mengingatkan Satria untuk segera bersiap-siap. "Kenapa masih main gitar ..., sopir sudah menunggu di halaman." Suara lembutnya saat menghampiri Satria di balkon. "Janjiannya jam enam kan? Pergi setengah enam juga masih bisa kok." Pun, Satria bersuara lembut. "Lebih baik pergi sekarang loh, takut macet. Abel bilang tidak boleh telat karena dokternya sibuk." Lagi, Mia mengingatkan. Saat ini Satria merasa bersalah jika menentang perintah ibunya, maka dia beringsut dari duduknya walaupun tidak ada niat pergi ke rumah sakit. "Satria mau mandi dulu." Suaranya masih lembut dan santun hingga akhirnya menggerutu di dalam kamar mandi. "Ck, saya tidak suka diatur sama kamu!" Dia menghardik bayangan Isabella. Mau tidak mau, Satria tetap pergi diiringi doa terbaik dari ibunya, tetapi untuk membuat Isabella menunggu dengan sengaja dia meminta pada sopir untuk berhenti di restoran dan makan dia. Dia juga mengajak pria itu makan bersama dengan menu paling enak agar tidak memer
Beberapa minggu berlalu, kini Satria sudah bisa berjalan sebagaimana mestinya karena dia rutin melakukan pengobatan luar dan dalam sesuai dengan anjuran dokter. Selama beberapa minggu ini dia kembali mengambil cuti dari kampus karena Naura tidak menghargai usahanya yang telah bersusah payah mendatangi kampus hanya untuk mendekatinya. Jadi sementara Satria mundur, dia memberikan waktu beristirahat untuk dirinya sendiri dan juga untuk Naura. Berharap akhirnya keputusan gadis itu berubah. Pagi ini Satria sedang bermain basket di lapangan kampus, ini pertama kalinya dia bermain setelah beberapa lama tinggal di kampus favorit ini. Permainannya tidak buruk, tetapi Satria tidak merasa puas karena tidak ada Naura di bangku penonton.Satria menepi ke sisi lapangan, menghampiri Devan yang menepi lebih dulu. "Kamu lihat Naura?" "Di kelas." Datar Devan karena hingga hari ini Satria masih mengincar Naura dan hingga hari ini juga dia membenci hal itu. "Saya perhatikan, sekarang Naura lebih aktif