Pada tengah hari Satria menemui Isabella di rumah sakit. “Saya harap kamu mau melepaskan saya!” Blak-blakan dia mengatakannya kala mereka duduk berhadapan di kantin.“Kenapa saya harus melepaskan kamu?” Isabella menyahut dengan tenang.“Kamu sudah tahu Naura juga menyukai saya. Kita saling menyukai, kenapa kamu masih mempertahankan pernikahan ini?”“Kamu yakin mau sama Naura?” Isabella masih bersikap tenang bahkan dia menyuap makan siangnya seolah obrolan mereka bukan pembahasan berat.“Jangan tanya lagi. Kamu sudah tahu perasaan saya sama Naura dari sebelum kita menikah!” Satria mendengus kecil. Pun, dia menunjukan ekspresi serius.“Ceritakan saja perasaan kamu pada orangtua kamu. Dan lihat apakah orangtua kamu setuju.” Bukan menantang, Isabella hanya sedang mencoba menyadarkan Satria jika pernikahan mereka bukan hal main-main walau dijalani tanpa cinta.“Jangan mengada-ngada!” Satria kembali mendengus, tetapi hingga detik ini Isabella tetap bersikap tenang.“Ceritakan saja dulu. Kal
Haris mengerutkan dahinya sangat heran, “Apa maksud kamu, Nak? Kalian saling mencintai, jangan mencari-cari alasan tidak masuk akal supaya Papa percaya kalian tidak berjina.” Nada suaranya sedikit dibuat tegas saat menasihati Satria.Satria hening sesaat karena jauh di dalam lubuk hatinya dia tetap memikirkan kesehatan ayahnya. Penyakit asma yang diderita Haris sering kambuh ketika sangat marah atau sangat kaget. Jadi, Satria berakhir mendesah saat kata-katanya kembali ditelan. “Intinya kita tidak berjina, Pa. Harusnya sebelum Papa menikahkan kita, Papa mencari tahu dulu lebih dalam.” Terpaksa Satria mengganti ucapannya.“Berjina atau tidak, perbuatan kalian bisa mempermalukan keluarga. Kalian berduaan di dalam villa, apa kamu pikir hanya Papa dan Mama yang menganggap kalian berjina? Papa tidak ingin ambil resiko nama keluarga hancur, jadi lebih baik kalian menikah dan jalani pernikahan kalian dengan bersungguh-sungguh karena pernikahan bukan main-main. Papa yakin perlahan kalian juga
Naura kembali ke kampus, gadis ini mencoba membuka lembaran baru, tetapi gossip hubungannya dengan Satria sudah menyebar hampir satu kampus, maka banyak lelaki menanyakan keadaan Satria padanya. “Bagaimana keadaan Satria sekarang? Dulu saya dengar Satria dirawat di rumah sakit sama Devan.”“Tanya sendiri saja sama Satria.” Suaranya tidak ketus walaupun ingin karena Naura malas selalu dicap sebagai pacar Satria.“Susah hubungi Satria, jarang balas chat. Jadi tanya kamu saja karena kamu pacarnya.” Lelaki ini sedikit menggoda Naura walaupun dia tidak rela Naura dimiliki Satria. Banyak pengagum Naura yang kecewa atas gossip ini.Salah satu lelaki berkata pada Naura, “Rumah Satria di mana? Sebagai teman satu kampus kita wajib menjenguk karena sudah cukup lama Satria tidak kuliah.” Pun, dia adalah salah satu pengagum Naura jadi senyuman serta tatapannya sangat lembut.“Kalian tanya sendiri saja!” Naura mulai menunjukan kesalnya.“Lagi marahan ya, sama Satria.” Akhirnya godaan kedua lelaki i
Isabella menyantap makan malam bersama Haris dan Mia, kemudian menyaksikan acara televisi bersama mereka, sedangkan Satria dan kawan-kawannya tidak pernah turun ke lantai bawah. “Apa mereka akan menginap ya, Pa?”“Mungkin iya, Ma, atau mungkin pulang tengah malam. Namanya juga para pemuda.” Haris terkekeh.“Ini pertama kalinya teman-teman Satria datang kesini, dari semenjak pindah kesini Satria tidak pernah membawa teman-temannya.” Suara Mia lebih tenang karena mewakilkan perasaannya.“Biarkan saja, lebih baik mereka yang ke rumah, dibandingkan Satria yang keluar.” Pun, Haris menunjukan perasaan tenangnya.Isabella ikut merasakan ketenangan yang dirasakan kedua mertuanya. Namun, ada perasaan lain yang menelusup. ‘Di atas ada Dika. Kenapa sekarang saya merasa aneh karena kehadiran Dika?’Mereka menyelesaikan acara televisi pada pukul sepuluh malam. Saat ini Haris berkata lembut pada Isabella, “Nak, maafkan Satria ya jika malam ini telat datang ke kamar karena mungkin Satria keasikan de
Esok paginya, Satria memutuskan kuliah dengan alasan supaya tidak tertinggal banyak pelajaran apalagi dia pernah terancam tereliminasi hingga Haris dan Mia memberi izin, padahal alasan yang sebenarnya karena dia ingin bertemu Naura dan mendengar secara langsung berita menyenangkan tentang hubungannya dengan Naura.Benar saja, setibanya di kampus, semua orang yang menanamkan perhatian lebih pada Satria memanggilnya dengan sebutan pacar Naura-si gadis cantik dan salihah. Tentu saja hati Satria berbunga, ini pertama kalinya dia merasakan hatinya sangat berbunga karena seolah cintanya dengan Naura sudah mulai menemukan jalan. “Ya, kita memang pacaran.” Blak-blakan Satria mengatakannya tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan Naura.Sebelum masuk ke dalam kelas, Satria berbicara empat mata dengan Naura. Saat ini dia berpura-pura polos. “Tadi banyak pemuda menyapa saya dan membicarakan hubungan kita. Jadi di sini kita dianggap berpacaran? Saya baru tahu ....” Tatapannya senada dengan ak
Naura adalah gadis baik-baik jadi dia menolak dengan tegas ajakan Satria walaupun hatinya sangat ingin menjalin hubungan spesial dengan Satria. Gadis ini segera pergi meninggalkan sahabat masa kecilnya sebelum Satria semakin banyak mengungkapkan kalimat-kalimat sensitif. “Saya mau bersama kamu, tapi saya tidak bisa ....” Perasaan semakin menyiksanya, tetapi menurutnya ini lebih baik dibandingkan harus menyetujui ajakan Satria.Satria bersedih dan merasa usahanya mendapatkan Naura selalu sia-sia karena kehadiran Isabella. “Abel memberikan syarat rumit agar kita bisa berpisah, dia memang licik!” Saat ini Satria mendengus berang.Saat ini, tanpa Satria tahu jika Dika mengunjungi kampusnya. “Saya mencari Satria yang katanya pacarnya Naura.” Alibynya.Namun, sikap lelaki ini tidak biasa. “Kamu penggemar Naura? Mendingan mundur deh. Saingan kamu Satria. Dia lelaki populer di kampus, banyak cewek suka dia, tapi akhirnya Satria memilih Naura, cewek populer di kampus ini walaupun Naura tidak m
Isabella segera melepaskan tangannya yang digenggam Dika. Jadi, laki-laki ini tidak memaksa. Namun setelah melewati lampu merah, gadis ini meminta berhenti dan turun dari motor. “Kamu tidak sopan!” Dia segera menegur hingga Dika cukup kaget, tetapi reaksi Isabella sudah bisa ditebak karena dia seorang gadis salihah yang tentunya tidak ingin disentuh oleh lelaki selain suaminya.“Maaf, saya cuma ....” Belum selesai Dika berkata, Isabella memotong.“Kamu bukan suami saya!” Isabella merasa ternodai walaupun mungkin itu berlebihan, tetapi sebagai seorang istri tidak seharusnya kulitnya disentuh lelaki lain yang memiliki perasaan khusus padanya. Isabella memang sering bersentuhan dengan lelaki lain, tetapi tidak ada perasaan khusus di antara keduanya, dia hanya menjalankan propesinya.“Maaf ....” Dika mulai cemas, dan dia juga meminta maaf dari hatinya berharap Isabella dapat memaafkannya dan melupakan sikap lancangnya.Isabella tidak menyukai sikap lancang Dika, tetapi dia juga tidak ingi
Devan sangat cemas karena bisa saja pertemanannya dengan Satria hancur, tetapi dia tidak menyesal telah menasihati Satria walaupun secara tidak langsung karena tidak mungkin dia memperlihatkan maksud sebenarnya.Devan kembali ke rumah bersama sopir setelah kontrol di rumah sakit tempat Isabella bekerja, tetapi ternyata tanpa sengaja dia berada di tempat yang sama dengan Isabella dan Dika, ini adalah hal paling tidak terduga.Saat ini Devan menghubungi Naura, “Nay, kamu di mana?” Suaranya terdengar lembut.“Masih di kampus. Saya sedang menunggu dijemput. Kenapa, perlu bantuan?” Naura mengkhawatirkan Devan sebagaimana pada saudaranya.“Tidak, saya baik-baik saja. Eu ... Nay. Apa hari ini Satria mendekati kamu?” Sebenarnya Devan merasa canggung menanyakan hal ini karena ini bagian dari privasi Naura, dia tidak memiliki hak mencampuri.“Iya, kenapa?” jawab datar Naura yang merasa kesal sekalian tidak nyaman dengan pertanyaan Devan karena nama Satria selalu mengingatkannya pada cinta yang