"Gimana kondisi kamu?" Surya memandang putranya. Ia bertanya , ketika mereka sedang makan malam."Mualnya cuman pagi tadi aja pa, gitu siang sudah enak makan." Daffin makan dengan lahap. Apa yang tadi pagi dikeluarkannya, kini harus digantinya lagi, agar tenaganya kuat lagi."Kamu nikmati saja yang seperti itu." Surya tersenyum."Kenapa gitu pa?" tanya Daffin. Ia berharap, bahwa yang dialaminya pagi tadi tidak akan terulang lagi. "Kamu pilih mana, kamu yang ngalami hal seperti itu, atau istri kamu?" Surya memberi pertanyaan pilihan untuk putranya.Hana yang sedang makan, tidak terlalu fokus dengan apa yang saat ini dibicarakan papa mertua dan suaminya. Ia hanya menikmati menu yang saat ini disantapnya sambil ngobrol dengan mama mertua. Selama ini, papa dan suaminya hanya sibuk cerita tentang bisnis. Karena dia tidak mengerti, jadi sering tidak menghiraukan. Daffin tidak mengerti dengan pertanyaan dari papanya. "Maksudnya pa?" tanyanya."Kamu pilih mana? kamu yang ngalangin muntah
Setelah menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja, Daffin menyimpan data yang tadi dikerjakannya di folder penyimpanan di laptopnya. Ia kemudian memadamkan laptop dan meninggalkan ruang kerja.Daffin berjalan menuju ke kamarnya di lantai atas dan berharap Hana belum tidur. Mengingat saat ini belum terlalu malam.Dibukanya pintu kamar secara pelan-pelan dan melihat Hana yang duduk di atas tempat tidur. "Lagi apa?" Ia berjalan mendekati tempat tidur. Pria itu kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil memandang piring yang ada di pangkuan istrinya."Belajar buat ngantuk bang, jadi Hana makan buah, biar nggak ngantuk. Lagian mau makan yang lain-lain, takut tambah gendut." Hana tersenyum dan menggigit buah yang saat ini ada di tangannya."Adek makan apa?" tanya Daffin yang penasaran."Mangga," jawab Hana."Kenapa warnanya tidak kuning?" Daffin melihat daging mangga yang berwarna putih. Meskipun tahu bahwa mangga yang dimakan istrinya, mangga muda, namun tetap saja ia bertanya."Biar mata
Susi begitu sangat menyayangi anaknya. Apapun yang diinginkan Berliana akan selalu diturutinya. Penghasilan yang didapat Berliana menjadi artis tidaklah begitu besar. Berhubung ia tidak termasuk kedalam artis yang memiliki pembayaran tinggi. Sedangkan untuk dunia tarik suara, karir Berliana bersinar, karena suaranya yang masuk kategori biasa-biasa saja. Selama ini penghasilannya di dunia hiburan akan habis untuk berfoya-foya. Susi tidak menyangka bahwa sikapnya yang begitu sangat menyayangi, akan berakhir dengan cara yang seperti ini. Dulu Berliana, memiliki uang yang nominal besar di rekening. Apartemen mewah, dan mobil. Semua itu, Daffin yang memfasilitasi. Namun pada saat putrinya melarikan diri di saat beberapa hari acara pernikahannya berlangsung, membuat Daffin begitu sangat marah. Susi sudah mencoba untuk menyelamatkan dirinya dan berharap dengan mengorbankan Hana untuk menjadi istri pengganti Daffin. Pria itu tidak mencabut semua fasilitas yang dinikmatinya selama ini. N
"Apa yang biasanya, keluar banyak dek?" Daffin mengulum senyumnya."Abang jangan pura-pura nggak tahu." Hana mencubit pinggang suaminya.Daffin tertawa ketika mendengar ucapan istrinya. "Beneran ini nggak tahu apa, sayang," ucapnya dengan gaya genit."Selai strawberry, makanya Hana gak minta pembalut." Hana menjelaskan dengan kesal."Oh ternyata dari situ bisa keluar selai strawberry ya, kalau selai nanas ada nggak? dengan sengaja Daffin menggoda istrinya.Hana menggelengkan kepalanya."Terus ?" Daffin kembali dengan topik yang sedang dibahas saat ini. "Bulan ini belum dapat." Hana memajukan bibirnya. "Apa karena haidnya nggak lancar ya, makanya perutnya jadi besar." Hana mulai menebak-nebak penyebab perutnya yang menjadi besar seperti sekarang. perutnya yang rata, kini sudah menonjol bahkan terkesan seperti orang hamil 3 bulan."Sepertinya ini masalah yang serius dek, apa mau kita periksa?" Daffin tampak panik."Tunggu 2 minggu lagi." Hana mengangkat dua jarinya."Kenapa nungguin
Setelah melakukan lobi ke ketua jurusan, pada akhirnya, ia diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan dan menyaksikan istrinya yang sedang ujian. Kini ia menjadi penonton, meskipun bukan seorang mahasiswa. Selain meminta untuk menonton secara langsung, Daffin juga meminta agar jadwal ujian istrinya tidak terlalu lama, mengingat saat ini kondisi Hana yang sedang berbadan dua. Hana tersenyum ketika melihat suaminya yang memang benar-benar menemaninya ujian bahkan ikut serta masuk ke dalam ruangan ujiannya."Segitu cintanya bang Daffin, sampai-sampai istrinya ujian ditungguin." Nara memandang Hana.Hana hanya tersenyum malu ketika mendengar ucapan sahabatnya. Sejak tadi dirinya sudah sangat banyak mendengar teman-temannya mentertawakan, bukan hanya temannya saja, dosen pembimbing 1 dan 2, dosen yang akan mengujinya, juga ikut mentertawakan. Sekarang sahabatnya, juga ikut serta, hingga membuat Hana kesal. "Sudah dikasih tahu tadi nggak usah ikut, tapi dianya ngotot." Hana mengecilkan suaran
"Abang kantor ya sayang." Daffin senyum memandang Hana yang mengantarnya hingga ke teras depan. "Iya, hati-hati," jawab Hana."Adek kenapa, pagi ini kelihatannya beda?" Daffin memandang istrinya.Hana tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Coba cerita sama abang, biar abang tahu. Siapa tahu nanti abang punya solusinya." Daffin berkata dengan memegang kedua belah tangan istrinya. Ingin sekali ia tahu seperti apa perasaan Hana dan apa yang menjadi permasalahan yang saat ini mengganjal di hatinya. Ia tidak ingin bila Hana memiliki permasalahan namun tidak diungkapkan, sehingga akan berpengaruh terhadap janinnya. "Nggak ada kok, cuman pengen tidur aja," jawab Hana."Oh iya, belum ada tidur pagi ini." Daffin tersenyum. Biasanya, istrinya akan tidur setelah shalat subuh, namun pagi ini Hana, tidak tertidur setelah selesai salat subuh."Iya," jawab Hana."Ya sudah, kalau gitu. Tidur ya, Abang berangkat dulu.""Iya." Hana menjawab dengan singkat"Apa benar nggak mau main-main ke kantor?"
Begitu pulang ke rumahnya, Daffin masuk ke dalam kamar. Dilihatnya kamar yang dalam keadaan kosong.Matanya tertuju ke benda kecil yang ada di atas tempat tidur. Melihat benda pipih yang berukuran kecil itu, Daffin tahu bahwa benda itu, merupakan alat tes kehamilan. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat garis dua di benda kecil tersebut. Wajahnya mulai panik ketika mengingat istrinya. Dengan cepat Daffin berlari ke kamar mandi. Didengarnya suara tangis Hana di dalam kamar mandi. Hatinya terasa perih ketika mengetahui Hana yang menangis. Ia menyandarkan punggungnya dinding sebelah pintu.Entah apa yang saat ini dirasakan istrinya. Apakah bahagia seperti yang dirasakannya?Namun sudah pasti tidak, ia tahu bahwa tangis istrinya, sebagai bentuk meluapkan kesedihannya.Ia hanya diam dan menunggu Hana keluar dari kamar mandi. Cukup lama Daffin berdiri di depan pintu kamar mandi hingga pintu kamar mandi terbuka.Hana mengusap air matanya dengan cepat ketika mengetahui suaminya tern
Daffin menatap wajah istrinya yang sedang tertidur. Diciumnya bibir Hana dengan sangat lembut."Sayang bangun, ini sudah hampir magrib, kita Shalat dulu."Hana mendengar ucapan suaminya dan membuka matanya. Dipandangnya wajah Daffin yang kini berbaring di depannya. "Iya.""Jadi ini perutnya buncit karena apa?" Daffin memandang istrinya dan mengusap perutnya."Ada anak," jawab Hana"Bukan cacing?" Daffin mengulum senyumnya.Hana menggelengkan kepalanya."Mami nakal ya nak, masa iya, anak sayang papi dibilangin cacing." Daffin tersenyum dan mengusap perut Hana dengan lembut."Hana nggak tahu kalau lagi hamil," jawab Hana."Terima kasih ya dek, untuk hadiahnya sore ini." "Iya.""Jaga anak kita baik-baik ya sayang." Daffin tersenyum menatap wajah istrinya."Iya, apa Abang shalat di masjid?" "Nggak dek, di rumah aja mau shalat bareng anak." Rasa bahagia tidak bisa disembunyikan. Daffin yakin Hana pasti bisa menerima kehadiran calon anak mereka.Hana tersenyum dan menganggukkan kepalanya.