"Apa yang biasanya, keluar banyak dek?" Daffin mengulum senyumnya."Abang jangan pura-pura nggak tahu." Hana mencubit pinggang suaminya.Daffin tertawa ketika mendengar ucapan istrinya. "Beneran ini nggak tahu apa, sayang," ucapnya dengan gaya genit."Selai strawberry, makanya Hana gak minta pembalut." Hana menjelaskan dengan kesal."Oh ternyata dari situ bisa keluar selai strawberry ya, kalau selai nanas ada nggak? dengan sengaja Daffin menggoda istrinya.Hana menggelengkan kepalanya."Terus ?" Daffin kembali dengan topik yang sedang dibahas saat ini. "Bulan ini belum dapat." Hana memajukan bibirnya. "Apa karena haidnya nggak lancar ya, makanya perutnya jadi besar." Hana mulai menebak-nebak penyebab perutnya yang menjadi besar seperti sekarang. perutnya yang rata, kini sudah menonjol bahkan terkesan seperti orang hamil 3 bulan."Sepertinya ini masalah yang serius dek, apa mau kita periksa?" Daffin tampak panik."Tunggu 2 minggu lagi." Hana mengangkat dua jarinya."Kenapa nungguin
Setelah melakukan lobi ke ketua jurusan, pada akhirnya, ia diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan dan menyaksikan istrinya yang sedang ujian. Kini ia menjadi penonton, meskipun bukan seorang mahasiswa. Selain meminta untuk menonton secara langsung, Daffin juga meminta agar jadwal ujian istrinya tidak terlalu lama, mengingat saat ini kondisi Hana yang sedang berbadan dua. Hana tersenyum ketika melihat suaminya yang memang benar-benar menemaninya ujian bahkan ikut serta masuk ke dalam ruangan ujiannya."Segitu cintanya bang Daffin, sampai-sampai istrinya ujian ditungguin." Nara memandang Hana.Hana hanya tersenyum malu ketika mendengar ucapan sahabatnya. Sejak tadi dirinya sudah sangat banyak mendengar teman-temannya mentertawakan, bukan hanya temannya saja, dosen pembimbing 1 dan 2, dosen yang akan mengujinya, juga ikut mentertawakan. Sekarang sahabatnya, juga ikut serta, hingga membuat Hana kesal. "Sudah dikasih tahu tadi nggak usah ikut, tapi dianya ngotot." Hana mengecilkan suaran
"Abang kantor ya sayang." Daffin senyum memandang Hana yang mengantarnya hingga ke teras depan. "Iya, hati-hati," jawab Hana."Adek kenapa, pagi ini kelihatannya beda?" Daffin memandang istrinya.Hana tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Coba cerita sama abang, biar abang tahu. Siapa tahu nanti abang punya solusinya." Daffin berkata dengan memegang kedua belah tangan istrinya. Ingin sekali ia tahu seperti apa perasaan Hana dan apa yang menjadi permasalahan yang saat ini mengganjal di hatinya. Ia tidak ingin bila Hana memiliki permasalahan namun tidak diungkapkan, sehingga akan berpengaruh terhadap janinnya. "Nggak ada kok, cuman pengen tidur aja," jawab Hana."Oh iya, belum ada tidur pagi ini." Daffin tersenyum. Biasanya, istrinya akan tidur setelah shalat subuh, namun pagi ini Hana, tidak tertidur setelah selesai salat subuh."Iya," jawab Hana."Ya sudah, kalau gitu. Tidur ya, Abang berangkat dulu.""Iya." Hana menjawab dengan singkat"Apa benar nggak mau main-main ke kantor?"
Begitu pulang ke rumahnya, Daffin masuk ke dalam kamar. Dilihatnya kamar yang dalam keadaan kosong.Matanya tertuju ke benda kecil yang ada di atas tempat tidur. Melihat benda pipih yang berukuran kecil itu, Daffin tahu bahwa benda itu, merupakan alat tes kehamilan. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat garis dua di benda kecil tersebut. Wajahnya mulai panik ketika mengingat istrinya. Dengan cepat Daffin berlari ke kamar mandi. Didengarnya suara tangis Hana di dalam kamar mandi. Hatinya terasa perih ketika mengetahui Hana yang menangis. Ia menyandarkan punggungnya dinding sebelah pintu.Entah apa yang saat ini dirasakan istrinya. Apakah bahagia seperti yang dirasakannya?Namun sudah pasti tidak, ia tahu bahwa tangis istrinya, sebagai bentuk meluapkan kesedihannya.Ia hanya diam dan menunggu Hana keluar dari kamar mandi. Cukup lama Daffin berdiri di depan pintu kamar mandi hingga pintu kamar mandi terbuka.Hana mengusap air matanya dengan cepat ketika mengetahui suaminya tern
Daffin menatap wajah istrinya yang sedang tertidur. Diciumnya bibir Hana dengan sangat lembut."Sayang bangun, ini sudah hampir magrib, kita Shalat dulu."Hana mendengar ucapan suaminya dan membuka matanya. Dipandangnya wajah Daffin yang kini berbaring di depannya. "Iya.""Jadi ini perutnya buncit karena apa?" Daffin memandang istrinya dan mengusap perutnya."Ada anak," jawab Hana"Bukan cacing?" Daffin mengulum senyumnya.Hana menggelengkan kepalanya."Mami nakal ya nak, masa iya, anak sayang papi dibilangin cacing." Daffin tersenyum dan mengusap perut Hana dengan lembut."Hana nggak tahu kalau lagi hamil," jawab Hana."Terima kasih ya dek, untuk hadiahnya sore ini." "Iya.""Jaga anak kita baik-baik ya sayang." Daffin tersenyum menatap wajah istrinya."Iya, apa Abang shalat di masjid?" "Nggak dek, di rumah aja mau shalat bareng anak." Rasa bahagia tidak bisa disembunyikan. Daffin yakin Hana pasti bisa menerima kehadiran calon anak mereka.Hana tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Mata Hana terbuka lebar saat mendengar ucapan suaminya.Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat ekspresi wajah Hana. "Mau? ""Bila Hana makan 100 sendok, berarti dikali 100.000?" Hana memandang Daffin."Iya," jawab Daffin."Enak sekali, makan 100 suap dapatnya 10 juta." Hana berkata dalam hati."Penawaran, hanya untuk jam ini saja Lewat dari jam ini, hangus."Daffin tersenyum tipis. "Hana mau," jawabnya dengan cepat. Meskipun Daffin memberikannya kartu bebas limit, yang bisa dipakainya untuk berbelanja apapun, namun tetap saja, ia sangat senang bila mendapatkan uang cash seperti ini. Sejujurnya, dirinya juga tidak terlalu pandai berbelanja dengan menggunakan kartu.Diusapnya pipi Hana dengan tersenyum. Ia sangat tahu bahwa Hana begitu sangat menyukai uang. Ternyata tidak sulit untuk mengembalikan mood istrinya yang tadi sempat buruk."Abang nasinya sedikit sekali, tambah lagi." Hana berkata dengan penuh semangat."Iya dek." Daffin tersenyum dan menambah nasi ke dalam piring."M
Ia tidak bisa berkata apa-apa, semua yang dikatakan pria itu benar. Pria itulah yang sudah menyelamatkan hidupnya ketika akan dibunuh karena tidak mampu melunasi hutang. Pria yang bernama Bian itu, memberi syarat untuk bantuannya. Ia akan melunasi semua hutang Berliana yang mencapai ratusan juta dengan, syarat Berliana harus mau bekerja untuknya. Karena alasan itu, Berliana harus membalas kebaikannya dengan menerima pekerjaan yang diberikan Bian. Apa yang menjadi alasan Bian membenci Daffin, sampai saat ini belum diketahuinya. Yang bisa ditangkapnya, hanyalah dendam di masa lalu."Aku begitu sangat menyesal, percaya kepadamu. Seharusnya aku tahu kau perempuan yang tidak bisa memakai otak, kau wanita bodoh yang tidak bisa diharapkan sama sekali. Bila tahu akan seperti ini akhir dari pekerjaanmu, aku membiarkan kau mati pada saat itu. Kau dan ibu mu sama saja. Kalian manusia yang tidak berguna. Manusia yang tidak berakal dan bodoh. Ingin punya uang banyak, ingin kaya, tapi tidak mau be
Berliana beranjak dari duduknya. Ia menangis dan bersujud di kaki pria yang saat ini duduk di sofa. "Aku mohon berikan aku kesempatan satu kali lagi." Berliana memegang kaki Bian."Aku tidak akan membiarkan kau bahagia dengan pria yang seharusnya bersamaku. Mama, aku akan kembali untuk bersama dengan mama lagi. Aku tidak akan meninggalkan Mama sendiri," tekatnya dalam hati. Ia harus kembali lagi ke Indonesia dan menyelamatkan mamanya. Berliana bertekad untuk kembali melanjutkan karirnya di dunia keartisan. Di sini tidak ada yang bisa dilakukannya. Bian benar-benar mengurungnya seperti di dalam sebuah penjara.Bian tertawa lepas ketika mendengar ucapan Berliana. Aku tidak memintamu untuk terburu-buru melakukan apa yang ingin kau lakukan. Namun sebaiknya kau tonton dulu video-video yang sudah aku siapkan." Senyum merekah di bibirnya."Aku tidak ingin lagi melihatnya." Berliana berkata dengan air mata yang terus mengalir dan membasahi pipinya."Kau tidak mendengar ucapanku." Bian menend