"Apa kamu yakin ingin menikah dengan ku?" Kalimat pertama yang keluar dari mulut laki-laki tersebut.Cinta diam tanpa mampu menjawab pertanyaan yang langsung pada inti tujuan, yang ingin dipertanyakan oleh Rafasya."Kenapa kamu diam? Aku heran melihat kamu. Apa yang sudah kamu lakukan, hingga dengan mudahnya, kamu mendapatkan hati semua orang. Bahkan kedua orang tuaku, yang begitu sangat sulit untuk didekati, dengan begitu mudahnya takluk kau buat." Rafasya memandang Cinta dengan senyum mengejek. Pertanyaan yang diberikan Rafasya tidak bisa dijawabnya. Selama ini, ia tidak melakukan apapun dan semua itu terjadi dengan sendirinya. Cinta bukan jenis orang yang memang sengaja mencari simpati dari orang lain. "Apa hanya bermodal kasihan saja, makanya mereka seperti itu kepadamu?" Pria itu bertanya sendiri dan menjawab sendiri. Sedangkan gadis yang duduk di depannya hanya diam sambil menundukkan kepalanya.Dadanya terasa sakit dan panas. Perkataan pria itu, bagaikan pisau karter yang me
Ingin sekali ia membalas ucapan Karin dengan kalimat sarkas, namun hal itu tidak dilakukannya. Hana sadar bahwa kondisinya saat ini belum baik. Andai aja mama ada di sini, pasti Karin sudah babak belur tanpa di pukul. Hana teringat ketika mama mertua dan mama nya Rafasya melontarkan kalimat pedas saat di acara pernikahan Nara. Karena tidak sanggup menghadapi mulut judes kedua wanita itu, Karin langsung pergi."Cinta ini." Nara mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikannya untuk Cinta."Uang apa ini kak?" Cinta tidak mengambil uang yang dipegang Nara. Justru wajahnya tampak bingung dan tidak mengerti."Sesuai janji kakak, kakak pernah bilang kalau nanti kakak sudah kerja dan gajian kakak bakal kasih Cinta duit jajan." Nara tersenyum.Cinta tersenyum, ia terharu melihat Nara dan Hana yang memperlakukannya seperti seorang adik. Bahkan kedua wanita itu tidak pernah ragu untuk memperlihatkan betapa mereka menyayangi dan membelanya seperti ini. Karin memandang Cinta, Hana dan Nara. Ia
"Dalam kasus ini saya yang bersalah, saya yang sudah menjual rumah milik mendiang suami saya. Jadi karena itu saya meminta lepaskan Berliana, dia tidak terlibat dalam kasus ini." Susi berkata dengan bibir gemetar. Wanita itu tidak mampu menahan tangisnya hingga air matanya menetes. Kesempatan seperti ini, sudah sangat lama dinantinya. Ia ingin putri kesayangannya bisa bebas dan tidak menderita di sini bersama dengan dirinya.Daffin memandang wanita tua yang pernah sempat akan menjadi Mama mertuanya. Setelah mengetahui apa yang telah dilakukan Susi terhadap istri serta papa mertuanya, tidak ada lagi rasa kasihan di dalam dirinya. "Jika hanya rumah yang dijual, beserta mobil dan harta istri saya yang lainnya, saya akan mencabut tuntutan untuk Anda ibu Susi. Rumah yang dulu Anda jual sudah saya ambil kembali dan rumah itu sudah kembali menjadi milik istri saya."Susi diam ketika mendengar apa yang disampaikan oleh Daffin. Otaknya mulai bekerja dan mencerna setiap kata yang dilontarkan ol
Susi sudah tidak mampu mengatakan apa-apa. Bangkai yang sudah disimpannya dengan sangat baik dan rapi, akhirnya tercium dan terungkap. Otaknya mulai berpikir siapa yang sudah merekam perbuatannya tersebut. Tiba-tiba saja Susi teringat dengan asisten rumah tangganya. Wanita itu sudah bekerja di rumah Amriadi sekitar 10 tahun dan wanita itu seorang janda yang tidak memiliki anak. Wanita itu juga begitu sangat dekat dengan Hana. "Dari mana kamu mendapatkan ini?" Berliana memandang Daffin."Kalian mungkin masih ingat dengan Siti." Effendi langsung menjawab pertanyaan Berliana.Berliana begitu sangat mengingat nama yang disebut oleh pengacara Daffin. Asisten rumah tangga itu sengaja diberhentikan, karena wanita itu satu-satunya orang yang begitu dekat dengan Hana dan satu-satunya orang yang begitu sangat menyayangi Hana, selain papanya. Setelah kepergian Amriadi, dengan sengaja wanita itu dipecat dan di suru keluar dari rumah tersebut. "Ini tidak benarkan?" Berliana menolak kenyataan.
Rasa bahagia seakan tidak pernah hilang dari kehidupan mereka, apalagi semenjak ada kehadiran si kembar, rasanya sungguh menambah memperlengkap kebahagiaan. Pagi ini Daffin yang mengambil ahli semuanya. Biasanya pria itu akan bekerja sama dengan istrinya. Daffin memandikan dan Hana akan mendandani kedua bayi kembarnya. Namun pagi ini pria itu yang melakukan semuanya sendiri, sedangkan Hana sedang sibuk menyiapkan sarapan. Daffin masuk ke dalam kategori suami siaga dan ayah hebat untuk si kembar. Pria itu sangat pandai memandikan kedua anaknya. Dibukanya bedong bayi perempuannya yang sedang sibuk bermain dengan tangannya sendiri. Melihat apa yang sedang di lakukan putri mungilnya, membuat pria itu gemas sendiri. Di usia 2 bulan, bobot kedua bayi itu naik 2 kg. "Anak-anak papi, sangat buat gemas," ucapnya yang kemudian mencium pipi bayi perempuan yang begitu sangat cantik tersebut. "Biar jangan cemburu." Daffin tersenyum memandang bayi laki-lakinya. Ia kemudian mencium pipi bulat b
"Apa Hana sudah tahu?" Surya bertanya ketika mereka sudah selesai sarapan pagi."Tahu apa pa?" Hana sedikit tersenyum. Surya memandang Daffin."Belum pa." Sejak tadi ia ingin memberitahu, namun merasa tidak sanggup untuk mengatakan hal tersebut."Tahu apa bang?" tanya Hana penasaran."Tentang Susi dan Berliana," jawab Surya. "Bagaimana dengan kasus Mama Susi sama kak Berliana. "Sudah sering Hana bertanya dengan suaminya, namun Daffin tidak pernah mau memberikan keterangan yang jelas."Kita sudah masukkan berkas ke pengadilan dan dua minggu lagi sidang," jawab Daffin."Mereka sudah lama di dalam penjara, apa nggak dicabut aja tuntutan dari kita." Hana memandang suaminya. Meskipun Mama tirinya bukanlah Mama yang baik, begitu juga dengan kakaknya, namun melihat kondisi ibu dan anak itu di penjara seperti ini, membuat Hana tidak tega. "Kalau untuk kasus penipuan dan penjualan rumah, sudah kita cabut," jawab Daffin.Mita memandang Hana dan kemudian mengusap punggung menantunya."Kalau s
"Mama jangan berbicara seperti ini, tolong jangan menakuti aku.""Mama tidak bercanda Berliana, Mama serius. Setelah Mama menghabisi nyawanya, dia selalu saja mengganggu Mama. Sepertinya dia memang tidak ingin melihat Mama bahagia." Susi mengusap air matanya. Cinta tulus yang diberikan oleh pria yang menjadi suaminya, harus berakhir dengan pembunuhan yang dilakukannya secara tersembunyi. Meskipun sebenarnya Susi tidak mampu menutupi rasa cinta untuk pria tersebut, namun ia lebih mencintai putrinya dan ingin putrinya menjadi artis terkenal seperti apa yang selama ini di mimpikan oleh Berliana. Wanita itu juga tidak ingin bila semua harta jatuh ke tangan anak tirinya.Tangis Berliana semakin pecah ketika mendengar ucapan dari mamanya. "Maafkan aku ma, jika mimpiku tidak terlalu tinggi, semua ini tidak akan terjadi," sesal di hatinya. Dia tidak pernah menyangka bahwa mamanya melakukan apapun hingga sampai mengakhiri nyawa suaminya sendiri, hanya demi untuk mewujudkan mimpi dan cita-citan
Berliana kembali pulang ke rumahnya dengan serpihan hati yang hancur dan berkeping-keping. Ia begitu sangat takut untuk menerima kenyataan begitu sangat menyakitkan seperti ini. Membayangkan wanita yang telah melahirkannya, wanita yang sangat menyayangi dan rela berkorban untuknya. Akan mengalami akhir hidup yang begitu sangat menyedihkan. Air matanya tidak mau berhenti mengalir membasahi pipinya."Andaikan waktu bisa diulang kembali, aku tidak ingin menjadi artis. Aku hanya ingin hidup bahagia bersama dengan mama. Apa artinya usaha yang aku lakukan selama ini, apa artinya perjuangan mama lakukan. Apa artinya pengorbanan yang selama ini mama lakukan, jika semuanya akan berakhir seperti ini, "semua sesal kini menumpuk di dadanya. Sekuat apapun ia menangis, sebanyak apapun air mata yang keluar, namun yang namanya waktu tidak akan bisa mundur lagi ke belakang. Berliana memandang langit-langit kamarnya yang dicat berwarna putih. Saat ini hanya rumah inilah yang menjadi harta satu-satun
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad
Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis
Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.
"Selamat tidur anak ganteng mami." Hana tersenyum dan mencium pipi bulat Keandra kiri dan kanan. Ia juga mencium bibir kecil bayi laki-laki tersebut.Selamat tidur sayang mami yang cantik jelita." Hana tersenyum dan mencium pipi kiri dan kanan, bayi cantiknya. Di mata ibu dua anak itu, anak-anaknya makhluk yang paling sempurna. Keandra yang terlihat begitu tampan dan Keyzia yang tampak begitu sangat cantik. "Kenapa ya, kalau cium adek nggak pernah ada puasnya. Mami ngerasa selalu aja kurang." Hana tersenyum sambil menatap wajah cantik putrinya. Meskipun kedua anaknya sudah tidur, namun Hana tetap saja berbicara, seakan kedua bayi itu mendengar apa yang dikatakannya. Ia kembali mencium kening dan juga puncak kepala bayi yang berambut tebal tersebut. "Abang Kean, jangan nakal ya sama adek. Jangan digigit kuping, jangan disedot hidung dan juga pipi adek ya." Hana tersenyum memandang Keandra. Sebenarnya ia ingin memisahkan tempat tidur kedua bayi itu, namun jika tidur ditempat tidur ter
Bian tersenyum penuh kepuasan ketika melihat hasil persidangan Susi. "Manusia iblis," ejeknya. Selama beberapa minggu ini pria itu selalu mengikuti perkembangan kasus Susi. Dan hari ini dia begitu sangat bahagia karena mendengar keputusan hakim. Wanita itu membayar perbuatannya dengan nyawanya sendiri. Diambilnya telpon genggam yang terletak di atas meja. Ia langsung menghubungi nomor ponsel yang tersimpan di kontak telepon. Nomor ponsel yang selalu akan disimpannya. Suara panggilan telepon yang dilakukannya baru di angkat di panggil yang sudah ketiga kalinya. Biasanya Bian akan marah jika panggilan telepon yang dilaksanakannya diabaikan begitu saja. Namun saat ini, ia tidak marah, mungkin karena suasana hatinya yang sangat senang. "Halo." Suara serak yang menjawab telpon darinya, menandakan si penjawab telpon sedang menangis. "Pantas saja kamu bisa seperti ini Berliana, ternyata kamu keturunan iblis, betul nggak sih." Senyum penuh kemenangan terukir di wajah tampannya.Berliana
"Hana mau dengar semuanya ma." Hana memandang punggung Susi yang membelakanginya.Saya juga pernah merencanakan agar para preman melakukan perbuatan asusila kepada Hana. Setelah mereka puas dengan tubuhnya saya meminta agar menghabisi nyawanya. Karena apa Saya ingin terkesan seperti korban kejahatan preman yang mabuk. Namun nyatanya Hana tidak pulang ke rumah karena dia menginap di rumah teman sekolahnya. Dan hal itu sudah saya lakukan berulang kali. Namun selalu saja gagal dan pada akhirnya saya membatalkan rencana tersebut.Hana memegang dada yang terasa begitu sangat sakit dan sesak. Tidak terbayang olehnya ternyata wanita yang dinikahi ayahnya memang benar-benar iblis."Saya bahkan tidak pernah menyesal karena menghilangkan nyawa suami saya yang kebetulan bodoh itu. Karena jujur, saya tidak pernah mencintainya. Saya menikah dengan dia, hanya untuk mendapatkan harta dan uangnya. Dan semua itu karena dia yang terlalu bodoh dan terlalu berharap lebih kepada saya. Karena nyatanya, say
"Mama Berliana berlari dan memeluk Susi dengan erat. Air mata kesedihan tidak bisa di tutupinya. Susi tersenyum dan mengusap punggung putrinya. Senyum yang ditunjukkan sebagai bukti bahwa dirinya baik-baik saja. "Mama baik-baik aja nak.""Mama aku sungguh tidak sanggup." Berliana berkata di tengah isak tangisnya. Menyaksikan persidangan sang mama, sungguh membuat tubuhnya lemas dan tidak sanggup untuk menerima kenyataan pahit atas hukuman yang akan diterima oleh wanita yang sudah melahirkannya. Namun yang lebih membuat hatinya terasa sakit dan juga perih, ketika tidak bisa membela mamanya sama sekali. Ribuan kata makian untuk menghakimi perbuatan Susi. Mereka terlalu pandai untuk menilai dan menghakimi kesalahan yang orang lain lakukan. Ingin rasanya Berliana marah dan menangkis semua perkataan orang-orang itu. Namun apa yang dikatakan mereka benar. Semua fakta tidak bisa di pungkiri. Pada akhirnya dia berusaha untuk tuli dan tidak mendengarkan. Meskipun kenyataannya, apa yang dikat