Nara duduk di samping kursi kemudi. Rasa senang, namun malu, tidak mampu ditutupinya. Fatan tersenyum memandang gadis cantik yang duduk di sampingnya. Tanpa berkata apa-apa, pria itu kemudian menjalankan mobilnya dan keluar dari halaman rumah orang tua Nara. "Fatan tersenyum diambilnya tangan Nara dan kemudian mencium punggung tangan gadis tersebut. "Nara juga," ucapnya dengan tersenyum malu-malu Ada rasa rindu dan juga malu, saat menatap wajah tampan milik Fatan. "Bulan depan kita sudah halal ya dek?" Fatan mengulum senyumnya.Nara memandang Fatan dengan mata yang terbuka lebar. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Maksudnya?""Kita nikah dulu dek, setelah nikah, baru siapin resepsi pernikahan. Jadi nggak usah sekaligus nikah langsung resepsi." Fatan menjelaskan, sesuai dengan rencana yang sudah dipikirkannya semalaman. Ia ingin secepatnya bisa menjadikan Nara, sebagai kekasih halalnya. "Jadi maksudnya, nikah dulu atau kawin dulu." Nara sedikit bercanda, gu
Hana duduk di taman belakang dan menikmati angin segar di sore hari. Tangannya tiada henti, mengusap perut yang besar dan bulat. Rasanya sangat bahagia dan senang, setiap kali merasakan gerak kedua bayinya."Mami senang, lihat kalian sehat seperti ini. Tapi kalau kalian main bola setiap saat, perut mami rasanya ngilu." Hana tersenyum. Dilihatnya tonjolan-tonjolan yang muncul di perutnya, setiap kali kedua bayinya menendang ataupun meninju. "Kalau ada papi, lihat seperti ini, pasti langsung o ditangkap." Hana tersenyum dan kemudian mengusap bagian perut tersebut, hingga tonjolan itu menghilang. "Duh mami lupa, kalau yang satu cewek dan yang satu lagi belum diketahui. Jadi gak mungkin main bola ya." Hana tertawa kecil. Sejak mengetahui kandungannya, ia tidak merasa kesepian lagi, bila tidak ada Daffin ataupun Mama mertuanya, yang menemani seperti ini. Berbicara dengan kedua calon anak-anaknya, sudah membuatnya terhibur."Pasti kalian gelut-gelut ya, main tendang-tendangan," tebaknya.
"Hana." Terdengar Nara berteriak memanggil namanya."Iya ada apa?" Hana tersenyum memandang wajah sahabatnya yang sedang memenuhi layar ponsel miliknya."Aku mau cerita." Nara sudah tidak sabar untuk memberi tahukan, kabar gembira ini, Kepada sahabatnya."Cerita apa?" Hana menggigit baksonya."Makan apa?" Nara menatap bakso yang sedang di makan Hana, dengan serius. Sudah menjadi kebiasaannya, yang suka hilang konsentrasi bila sudah lihat bakso pedas."Bakso pedas." Hana memajukan bibirnya, yang merasa kepedasan."Aku mau.""Nanti aku akan minta bi Tugiyem buat untuk Nara. Pulang dari kantor, singgah ke sini, ambil." Hana tersenyum."Iya, aku minta lebih ya. Soalnya ada papa, jadi aku minta 4 porsi." Tanpa ada rasa malu, Nara meminta dibungkus, sesuai jumlah anggota keluarganya. Hana tersenyum tipis ketika mendengar jawaban dari sahabatnya. "Iya," jawabnya kemudian yang kembali memakan bakso."Lagi di mana sih?" tanya Nara. Dilihatnya, Hana yang sedang bersantai."Lagi di taman bela
"Apa ini laporan proyek tol di Sumatra?" Daffin bertanya kepada Fatan."Iya pak, ini laporan proyek pembangunan jalan tol yang ada di Sumatera."Daffin membuka lembar proposal serta rancangan jalan tol yang sudah ditunjukkan oleh Fatan. Ia mengecek semuanya secara detail, termasuk material yang akan dipakai ketika membangun jalan tol tersebut. "Oke," ucapnya."Pak Daffin, saya ingin memberitahu sesuatu." Fatan tersenyum."Apa itu?" tanya Daffin."Saya akan menikah." Fatan berkata dengan tersenyum."Sejak dari beberapa bulan yang lalu, kamu bilang mau menikah. Tapi gak nikah-nikah," sindir Daffin.Fatan hanya senyum-senyum ketika mendengar sindiran dari bosnya."Terus request kado?" Daffin memandang orang kepercayaannya tersebut. Ia tidak bertanya Fathan tertawa saat mendengar pertanyaan dari bosnya. "Sepertinya kado yang di request sama kado yang bapak berikan, pasti lebih bagus kado yang bapak belikan." jawabnya."Selamat, kapan rencananya?" Daffin tidak mempertanyakan tentang calo
Daffin menggelengkan kepalanya. Ia sudah tidak sabar ingin melihat ekspresi wajah istrinya ketika bercerita."Abang Nara mau nikah." Hana berkata dengan wajah serius dan mata terbuka lebar."Apa benar?" Daffin bertanya dengan ekspresi wajah kaget. "Iya bang," jawab Hana."Bohongan kali, mana mungkin Nara mau nikah. Adek sendiri yang cerita, kalau dia nggak punya pacar. Terus mau nikah sama siapa? Apa sama sapi?" Daffin sangat senang, setiap kali melihat ekspresi wajah istrinya bila bercerita seperti ini. "Enak saja bilang teman Hana nikah dengan sapi. Teman Hana itu sangat cantik dan banyak yang suka, cuman dianya aja yang banyak milihnya." Hana berkata dengan bibir yang maju ke depan.Mulut Daffin membulat ketika mendengar ucapan istrinya. "Jadi selama ini, nggak ada yang mau cuman sama si Hana?" "Yang mau sama Hana itu banyak dan berserak, cuman Hana saja yang nggak mau pacaran. Lagian, mana sempat untuk pacaran-pacaran. Hana sibuk kuliah dan juga kerja." Hana kesal mendengar p
"Iya papi, kami akan menunggu," jawab Hana dengan tersenyum. "Abang, Hana mau ikut saja ya, biar Abang gak salah petik.""Boleh, ayo." Daffin tersenyum dan membantu istrinya untuk berdiri."Berat kali rasanya bang," keluh Hana. Meskipun untuk berdiri saja terasa sulit, namun ia tetap tersenyum sambil mengusap perutnya."Iya dek, yang dibawakan dua," jawab Daffin. Ada rasa kasihan, setiap kali mendengar istrinya mengeluh seperti ini. Jujur saja, ia tidak bisa membayangkan seperti apa beratnya, ketika harus membawa dua anak sekaligus dengan perut yang besar. Sedangkan badan Hana, masuk golongan rendah dan kecil."Iya bang, kata orang bawa satu aja berat, apalagi bawa dua ya." Hana tersenyum."Semangat ya mami, mami kuat, mami hebat." Daffin mencium punggung tangan istrinya. Mereka berdua berjalan menuju ke pohon rambutan."Abang, kaki Hana bengkak.""Iya, nanti di kamar Abang pijit, Abang kompres juga pakai air hangat," bujuknya."Nanti aja pas mau tidur, Abang baru pulang dari kantor p
"Beneran susah bang, duduk berdiri. "Hana tersenyum memandang suaminya yang sedang membantunya untuk berdiri dari kursi roda. "Iya dek, abang tahu makanya ini ditolongin." Daffin tersenyum dan memposisikan istrinya, duduk di tepi tempat tidur.Hana tersenyum ketika melihat suaminya yang duduk dilantai beralas karpet bulu yang tebal dengan posisi tepat di dekat kakinya. Daffin memegang kaki Hana yang bengkak. "Apa mau kita periksa, kakinya?" Ada rasa cemas ketika melihat kaki istrinya yang sudah membengkak.""Nggak usah, kalau kata si bibi, memang seperti itu. Mama juga bilang kalau bawaannya bengkak-bengkak kayak gini itu ketuban air. Hana juga nggak ngerti sih. Baca-baca di internet katanya juga nggak ada masalah. Kaki bengkak saat hamil, suatu hal yang wajar," jelas Hana.Mulut Daffin membulat ketika mendengar jawaban dari istrinya. Ia mulai memijat-mijat kaki Hana kiri dan kanan secara bergantian."Gimana sayang, apa masih pegel?" Tanya Daffin. "Sudah enggak," jawab Hana. Setel
Demi Putri kesayangannya, Susi rela melakukan apapun. Agar bisa mewujudkan mimpi Berliana untuk menjadi artis. Segala cara dilakukannya. Apa yang dulu di perbuatannya, kini terpelintas di pandangannya. "Aku yakin, tidak akan ada yang tahu, bahkan dia sendiri, tidak pernah tahu, apa yang aku lakukan di belakang punggungnya. Aku melakukan semuanya dengan sangat rapi, tanpa dicurigai oleh siapapun. Bukannya aku tidak mencintainya, namun aku lebih mencintai dan menyayangi anakku." Susi meyakinkan dirinya. Diusapnya kering yang menetes di pelipis keningnya. Apakah karena rasa takut yang menghantuinya, atau memang kondisi penjara yang terasa panas, hingga tubuhnya berpeluh seperti ini. "Aku tidak mau berada di sini, hingga aku mati. Lagi pula, jika karena kasus itu aku tidak disidang, sudah pasti aku akan diberikan pertanyaan yang banyak, mengenai hal tersebut. Sedangkan selama aku di sini, tidak pernah ada satupun pertanyaan yang mengarah ke sana. Jadi aku yakin tidak ada yang tahu. Se