Share

Bab 4

Author: Ratu Tiana
last update Last Updated: 2023-12-26 20:01:53

Nia menatap ketiga pria di hadapannya dengan tatapan melas berharap pria-pria dengan wajah sangar tersebut untuk luluh pada wajah melasnya.

"Enggak ada tunda menunda lagi, Mbak Nia. Jatuh tempo sudah lewat tiga hari yang lalu dan kami minta mbak Nia buat melunasi cicilan bulan ini, hari ini juga," ujar seorang pria menatap Nia tegas.

"Yah, bagaimana ini? Aku enggak punya uang bulan ini. Aku hanya punya uang lima juta. Aku bayar seperempatnya dulu, ya?" pinta Nia menatap melas ketiga anak buah rentenir tersebut.

"Enggak bisa, Mbak Nia. Cicilannya dua puluh juta. Kalau mbak Nia kasih hanya lima juta, itu enggak akan cukup," tolak pria itu tegas.

Nia menggigit bibirnya menatap para pria itu cemas. Pasalnya ia tidak memiliki uang lagi. Mau mengambil uang di toko emasnya? Huh, lebih baik ia di pukul dari pada harus mengambil modal untuk tokonya.

Ini semua gara-gara Ramon!

Gara-gara pria pengkhianat itu ingin memasuki kantor dan menyogok Sarah agar menerima pria bodoh itu bekerja, ia harus rela berhutang dengan rentenir senila 300 juta dan akan di cicil satu bulan dua puluh juta. Total pembayaran selama 30 bulan. Sementara itu harusnya ia sudah melunasi uang itu tahun lalu. Tapi, Ramon berkeinginan membeli apartemen sendiri di kawasan elit. Jadi, kontrak peminjaman uang di tambah lagi.

Sebenarnya itu tidak masalah karena memang Ramon yang membayar cicilannya. Ramon hanya menjadikan Nia sebagai perantara saja. Tapi, sekarang ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Mau minta pada Ramon sekarang, Nia gengsi meski itu urusan Ramon.

Jika di pikir sekarang, betapa bodohnya dirinya saat-saat bersama Ramon. Pria tengik itu menerima manfaat banyak darinya sementara ia sendiri belum mendapat terlalu banyak manfaat.

Nia, mengapa kamu sebodoh itu hanya karena di butakan cinta? Nia meringis di dalam hati menyesalkan kebodohannya.

"Begini saja, kami memberi Mbak Nia waktu selama satu minggu dan cicilan harus segera di lunasi untuk bulan ini," kata debt colector pada Nia. "Mbak Nia harus mengusahakan agar lima belas juta segera di lunasi. Setelah itu, sisa angsuran lima kali lagi, lunas."

"Yah, Pak, kenapa satu minggu? Satu bulan ya?" pinta Nia melas.

Namun, pria itu menggeleng tegas.

"Kalau Mbak Nia enggak bisa membayarnya, terpaksa rumah ini akan kami sita dan menganggap utang Mbak Nia lunas."

Setelah mengucapkan kata-kata mengancam, pria itu bergegas meninggalkan Nia yang terpaku di tempatnya seorang diri.

"Sialan kamu Ramon!" teriak Nia frustrasi.

Nia akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya dan mengganti pakaian rumahan dengan pakaian kasual untuk bepergian.

Nia akan menebalkan wajah dan telinga untuk datang ke apartemen mantan kekasihnya itu dan meminta uang cicilan.

Nia tidak akan mau rugi dengan cara apa pun.

Nia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang sembari sesekali melirik ke sekitar jalan siapa tahu ia menemukan pemandangan yang sedikit menakjubkan.

Namun, sepertinya Nia bukannya menemukan pemandangan yang menakjubkan, melainkan melihat segerombolan anak SMA yang berlari kocar-kacir di jalan dan tengah di kejar aparat kepolisian.

"Mampus," kata Nia tak bersimpati sama sekali. Baginya para anak berandalan yang hanya tahu cara tawuran adalah pemandangan yang menjengkelkan.

Seseorang terlihat melompat dari trotoar dan menghadang laju kendaraan Nia sehingga membuat gadis dewasa itu menghentikan mobilnya secara mendadak.

"Ya ampun!" seru Nia terkejut.

Nia berniat keluar dari mobilnya dan memarahi orang yang hampir mencelakakan dirinya. Namun, ketika Nia sudah menurunkan sebelah kakinya, seseorang tiba-tiba tanpa terduga membuka pintu samping hingga membuat Nia menoleh dengan mata melotot.

"Kamu mau begal?" seru Nia panik.

"Begal apa? Ini gue anak orang kaya! Cepat jalan! Nanti gue di kejar polisi!" Anak itu berujar sambil sesekali menatap seberang jalanan dimana anak-anak lain di kejar oleh aparat kepolisian.

"Kamu anak yang ikut tawuran?" seru Nia keras. "Enggak bisa! Keluar dari mobil saya sekarang. Saya enggak mau berurusan dengan polisi." Nia menolak untuk membawa remaja SMA itu. Namun, remaja itu berkeras dan menolak perintah Nia yang akan mengusirnya. Pemuda itu tetap keukuh tidak ingin turun dari mobil.

Nia yang tidak ingin berurusan dengan polisi akhirnya pasrah dan membawa kendaraannya meninggalkan jalanan yang sudah mulai ramai.

"Turun dimana?" Nia melirik pemuda di sampingnya. Namun, pemuda itu justru mengangkat bahunya acuh. "Apa 'sih? Mau saya turunkan dimana?" ulang Nia sekali lagi.

"Enggak tahu, Tante. Gue enggak tahu tujuan gue kemana. Ikut lo aja deh." Pemuda itu menyahut acuh membuat Nia mendelik ke arahnya sebentar.

"Tante gigimu. Saya masih gadis dan masih 28 tahun. Bukan tante-tante," gerutu Nia. Nia tak terima di panggil tante begitu saja oleh pemuda tidak jelas ini.

"Masih gadis dan belum nikah? Perawan tua dong?" sahut pemuda itu menatap Nia aneh.

Nia berang dan berniat menghentikan laju kendaraannya. Namun, ia tidak bisa melakukan hal itu sekarang karena jalanan saat ini sedang padat dan ia tidak di perbolehkan untuk menghentikan mobilnya. Kalau tidak, mungkin saat ini Nia akan dengan senang hati menurunkan bocah laknat yang dengan seenak jidatnya memproklamirkan dirinya sebagai perawan tua. Bagi Nia, usia 28 tahun bukan perawan tua, tapi usia matang dan sudah mantap menikah.

Akhirnya Nia pasrah dan membiarkan pemuda tengik ini di dalam mobilnya.

Tidak berapa lama, Nia akhirnya tiba di kawasan apartemen tempat Ramon tinggal. Nia menatap pemuda di sampingnya dan bertanya, "mau ikut turun atau nunggu di sini aja? Nah, lebih baik pulang aja deh."

Pemuda itu menatap sekeliling apartemen kemudian beralih menatap Nia. "Tante tinggal di sini?" tanyanya di balas cubitan sengit dari Nia. Pemuda itu meringis sambil mengusap lengannya yang baru saja di cubit Nia.

"Mbak. Kalau kamu enggak bisa panggil saya dengan sebutan 'mbak' panggil kakak juga enggak apa-apa," kata Nia dengan mata melotot. "Saya enggak tinggal di sini. Saya datang kesini karena ada urusan. Kamu mau pulang atau gimana?" tanya Nia menatap pemuda tidak di kenal itu kesal.

"Ikut tante aja deh."

"Mbak atau kakak. Bukan tante. Ngerti bahasa manusia enggak 'sih?" Nia mulai geram meladeni bocah satu ini.

Sepertinya pemuda SMA ini berniat untuk memancing emosi Nia sehingga ia hanya menggeleng sebagai tanggapannya.

Nia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Hal itu ia lakukan berulang kali hingga akhirnya ia kembali bersuara dengan nada yang lain.

"Guk ... Guk!"

Suara Nia yang di buat seperti seekor anjing yang tengah menggonggong itu terdengar di dalam mobil diikuti semburan tawa dari pemuda 16 tahun tersebut.

Related chapters

  • Bukan Istri Kedua   Bab 5

    Nia memarkirkan kendaraannya di parkiran mobil yang tersedia. Nia kemudian beralih menatap pemuda yang duduk di sampingnya. "Kamu mau ikut saya turun atau tunggu di mobil aja? Ah, apa kamu mau pulang aja?" tanya Nia pada sosok pemuda yang tidak banyak bicara sejak tadi. Pemuda itu menatap sekeliling dan menggeleng pelan. "Gue ikut lo aja, Tante. Pengap gue kalau nunggu lo di mobil." Pemuda itu berbicara dengan sangat tidak sopan menurut Nia. "Apalagi mobil lo enggak ada AC-nya. Ini apartemen tempat lo tinggal?" tanya pemuda itu pada Nia.Nia kesal mendengar nada bicara anak SMA yang tidak ada sopan santunnya. Kesal, Nia dengan gemas memcubit lengan pemuda itu seraya melotot."Sopan kamu bicara dengan yang lebih tua. Pakai 'Aku-kakak' bukan 'Lo-gue." "Ish, sakit, Tante. Oke-oke, gue maksudnya aku ngalah!" teriak pemuda itu ketika Nia semakin mengencangkan cubitannya. "Nah, gitu dong. Harus sopan sama yang lebih dewasa dari kamu," ucap Nia. Setelah itu ia keluar dari mobil diikuti o

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 6

    Nia makan dengan lahap dan tidak memedulikan lagi keberadaan bocah bernama Arga itu. Nia bahkan sampai melupakan keberadaan anak itu. Pikirannya hanya fokus pada makanan di hadapannya. Rasa pedas membakar lidah membuat Nia harus menahannya dengan keringat bercucuran serta air kental yang mengalir keluar dari hidungnya. Beruntung penjual bakso dan mie ayam menyediakan tisu sehingga membuat Nia bisa bebas melap ingusnya. Ieuh! Arga, pemuda 16 tahun itu sampai berjengit jijik melihat cara makan Nia yang mirip setan jahat. "Ck, ck. Patah hati bisa buat orang stres ternyata. Heran gue. Kalau tahu sakitnya patah hati kenapa coba-coba buat jatuh cinta," ujar Arga, sambil menatap Nia prihatin. Sejak tadi wanita dewasa di hadapannya hanya fokus menyantap bakso saja tanpa memerhatikan sekeliling. Arga tidak mengerti dengan jalan pikiran manusia. Sudah tahu risiko jatuh cinta itu sakit kalau sedang patah hati, masih saja ada manusia yang tetap keukuh ingin tetap jatuh cinta. Katanya jatuh

    Last Updated : 2024-02-04
  • Bukan Istri Kedua   Bab 7

    Bima Sanjaya melangkah masuk ke dalam kamar Hera sambil membawa sarapan untuk wanita itu. Pria berusia 37 tahun itu menatap istrinya yang tengah duduk di tempat tidur dengan novel sebagai teman bacaannya. Pria itu berdeham guna menyadarkan Hera akan kehadirannya hingga perempuan dengan tubuh yang teramat kurus itu menoleh dan tersenyum padanya. "Selamat pagi, Mas. Maaf, aku terlalu asyik membaca buku," katanya tersenyum manis. "Tidak masalah." Bima meletakkan nampan berisi sarapan pagi di atas meja samping tempat tidur sang istri. "Sarapan untukmu," katanya datar. Melihat makanan yang di buat khusus untuknya membuat Hera tersenyum."Mas, bagaimana dengan keinginanku? Bisa kamu menurutinya?" Bima menghela napas berat karena lagi dan lagi Hera membahas hal yang sama dengannya. Hal yang sulit untuk ia lakukan. "Kamu tahu aku tidak akan bisa melakukan itu, Hera," gumam Bima menatap tajam istrinya. "Mas." Hera memasang ekspersi melas yang membuat dirinya tampak semakin tidak be

    Last Updated : 2024-02-04
  • Bukan Istri Kedua   Bab 8

    Keputusan yang di ambil Bima untuk menikahi seorang perempuan tidak terlalu di kenal akhirnya di ambil. Meskipun ia harus meminta anak buahnya untuk mencari detail tentang kehidupan perempuan yang ia incar. Di sinilah akhirnya Bima berada. Duduk dengan tenang di dalam ruang kerjanya. Matanya menatap lekat wajah perempuan yang saat ini tengah menampilkan ekspresi shock. Bagaimana tidak shock jika di lamar oleh laki-laki yang bahkan belum terlalu di kenal. "Jadi, bagaimana?" tanya Bima ulang. Bima berharap perempuan satu ini akan menganggukkan kepalanya. Namun, yang ia dapatkan justru gelengan tegas dari perempuan ini. "Jadi, kamu menolak?" Bima tersenyum miring seraya bangkit dari duduknya. Bima berjalan pelan mengitari mejanya dan berdiri di depannya. Bokong seksi Bima bersandar pada ujung meja dengan mata menatap tajam Nia yang terlihat pucat. "Maaf, Pak, dua orang menikah di dasari oleh cinta atau perjodohan yang di lakukan kedua pihak keluarga." Nia menjeda kalimatnya sebent

    Last Updated : 2024-02-04
  • Bukan Istri Kedua   Bab 1

    PART 1 Arrania atau kerap disapa sebagai Nia menghela napas untuk yang kesekian kalinya kala sambungan teleponnya tidak diangkat sama sekali oleh kekasihnya, Ramon. Sudah hampir tiga bulan belakangan ini Ramon jarang berkomunikasi dengannya. Padahal sebelumnya Ramon jarang atau tidak pernah mengabaikan dirinya seperti ini. Mereka menjalin hubungan sudah lebih dari tujuh tahun dan Ramon berjanji akan menikahinya ketika Ramon sukses. . Awalnya Nia tidak ingin curiga terhadap kekasih yang sudah lama ia pacari ini, namun belakangan ini ia merasakan perasaan tak nyaman yang menghantui dirinya. Nia bangkit berdiri dengan wajah dingin seperti biasa. perempuan dewasa itu belum mencapai pintu terkejut ketika tubuhnya ditabrak oleh remaja yang mengenakan seragam SMA di depannya. "Bisa jalan hati-hati biar enggak nabrak orang sembarangan?" ketus Nia."Sorry deh, Tan, gue enggak sengaja." Remaja lelaki itu mengibas tangannya dengan ekspresi santai seolah ia tidak merasa bersalah."Santai b

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 2

    Nia terkikik sendirian sambil mengingat bagaimana ekspresi kedua pasang selingkuhan itu ia permalukan dan bagaimana ekspresi kedua orang itu ketika ia memilih membuka aib mereka di depan orang banyak. Sekali lagi Nia terbahak-bahak ketika membayangkan kedua orang itu pasti mendapatkan masalah setelah ia membongkar keburukan mereka.Setidaknya Nia berpikir jika ia tidak akan hancur sendirian. Ada dua orang lain juga yang akan ikut hancur bersamanya. "Itu akibatnya karena sudah mengkhianati aku. Ha-ha!" Sekali lagi Nia meneguk vodka langsung dari botolnya, sementara sloky yang ada di depannya ia abaikan begitu saja.Suara hentakan yang dimainkan seorang DJ terkenal membuat Nia larut dalam kebahagiaan dan juga kesedihan. Di tempat ini ia melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan juga rasa gundah atas pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang terdekatnya. Nia bangkit dari duduknya, berjalan menuju lantai dansa dan bergabung dengan orang-orang yang meliukkan tubuh mereka dengan bahagia.

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 3

    Nia membuka kelopak matanya ketika mendengar suara berisik dari para anak tetangganya yang berteriak di depan rumah atau sekitar rumahnya. Gadis itu menguap lebar dan menatap sekeliling kamar yang ia tahu ini adalah kamarnya sendiri. Nia menarik jam weker yang berada di atas nakas dan melihat sudah pukul sembilan pagi. Samar-samar Nia ingat jika ada seorang pria yang mengantarnya pulang entah dengan cara apa pria itu bisa tahu alamat rumahnya, Nia tidak tahu. Nia mengerut keningnya karena melupakan wajah pria yang mengantarnya pulang. Matanya memindai tubuhnya sendiri dan menghela napas lega karena ia masih berpakaian utuh. Nia turun dari tempat tidur tak sengaja matanya menatap dinding kamar yang penuh dengan foto Ramon dan dirinya. Ada juga beberapa fotonya dan juga Sarah. Nia mendengkus sambil menunjuk foto-foto tersebut dengan jari tengahnya. "Awas kalian berdua tunggu pembalasan dariku," gumamnya sebelum memutuskan unjuk masuk ke dalam kamar mandi. Dua jam kemudian. Nia b

    Last Updated : 2023-12-26

Latest chapter

  • Bukan Istri Kedua   Bab 8

    Keputusan yang di ambil Bima untuk menikahi seorang perempuan tidak terlalu di kenal akhirnya di ambil. Meskipun ia harus meminta anak buahnya untuk mencari detail tentang kehidupan perempuan yang ia incar. Di sinilah akhirnya Bima berada. Duduk dengan tenang di dalam ruang kerjanya. Matanya menatap lekat wajah perempuan yang saat ini tengah menampilkan ekspresi shock. Bagaimana tidak shock jika di lamar oleh laki-laki yang bahkan belum terlalu di kenal. "Jadi, bagaimana?" tanya Bima ulang. Bima berharap perempuan satu ini akan menganggukkan kepalanya. Namun, yang ia dapatkan justru gelengan tegas dari perempuan ini. "Jadi, kamu menolak?" Bima tersenyum miring seraya bangkit dari duduknya. Bima berjalan pelan mengitari mejanya dan berdiri di depannya. Bokong seksi Bima bersandar pada ujung meja dengan mata menatap tajam Nia yang terlihat pucat. "Maaf, Pak, dua orang menikah di dasari oleh cinta atau perjodohan yang di lakukan kedua pihak keluarga." Nia menjeda kalimatnya sebent

  • Bukan Istri Kedua   Bab 7

    Bima Sanjaya melangkah masuk ke dalam kamar Hera sambil membawa sarapan untuk wanita itu. Pria berusia 37 tahun itu menatap istrinya yang tengah duduk di tempat tidur dengan novel sebagai teman bacaannya. Pria itu berdeham guna menyadarkan Hera akan kehadirannya hingga perempuan dengan tubuh yang teramat kurus itu menoleh dan tersenyum padanya. "Selamat pagi, Mas. Maaf, aku terlalu asyik membaca buku," katanya tersenyum manis. "Tidak masalah." Bima meletakkan nampan berisi sarapan pagi di atas meja samping tempat tidur sang istri. "Sarapan untukmu," katanya datar. Melihat makanan yang di buat khusus untuknya membuat Hera tersenyum."Mas, bagaimana dengan keinginanku? Bisa kamu menurutinya?" Bima menghela napas berat karena lagi dan lagi Hera membahas hal yang sama dengannya. Hal yang sulit untuk ia lakukan. "Kamu tahu aku tidak akan bisa melakukan itu, Hera," gumam Bima menatap tajam istrinya. "Mas." Hera memasang ekspersi melas yang membuat dirinya tampak semakin tidak be

  • Bukan Istri Kedua   Bab 6

    Nia makan dengan lahap dan tidak memedulikan lagi keberadaan bocah bernama Arga itu. Nia bahkan sampai melupakan keberadaan anak itu. Pikirannya hanya fokus pada makanan di hadapannya. Rasa pedas membakar lidah membuat Nia harus menahannya dengan keringat bercucuran serta air kental yang mengalir keluar dari hidungnya. Beruntung penjual bakso dan mie ayam menyediakan tisu sehingga membuat Nia bisa bebas melap ingusnya. Ieuh! Arga, pemuda 16 tahun itu sampai berjengit jijik melihat cara makan Nia yang mirip setan jahat. "Ck, ck. Patah hati bisa buat orang stres ternyata. Heran gue. Kalau tahu sakitnya patah hati kenapa coba-coba buat jatuh cinta," ujar Arga, sambil menatap Nia prihatin. Sejak tadi wanita dewasa di hadapannya hanya fokus menyantap bakso saja tanpa memerhatikan sekeliling. Arga tidak mengerti dengan jalan pikiran manusia. Sudah tahu risiko jatuh cinta itu sakit kalau sedang patah hati, masih saja ada manusia yang tetap keukuh ingin tetap jatuh cinta. Katanya jatuh

  • Bukan Istri Kedua   Bab 5

    Nia memarkirkan kendaraannya di parkiran mobil yang tersedia. Nia kemudian beralih menatap pemuda yang duduk di sampingnya. "Kamu mau ikut saya turun atau tunggu di mobil aja? Ah, apa kamu mau pulang aja?" tanya Nia pada sosok pemuda yang tidak banyak bicara sejak tadi. Pemuda itu menatap sekeliling dan menggeleng pelan. "Gue ikut lo aja, Tante. Pengap gue kalau nunggu lo di mobil." Pemuda itu berbicara dengan sangat tidak sopan menurut Nia. "Apalagi mobil lo enggak ada AC-nya. Ini apartemen tempat lo tinggal?" tanya pemuda itu pada Nia.Nia kesal mendengar nada bicara anak SMA yang tidak ada sopan santunnya. Kesal, Nia dengan gemas memcubit lengan pemuda itu seraya melotot."Sopan kamu bicara dengan yang lebih tua. Pakai 'Aku-kakak' bukan 'Lo-gue." "Ish, sakit, Tante. Oke-oke, gue maksudnya aku ngalah!" teriak pemuda itu ketika Nia semakin mengencangkan cubitannya. "Nah, gitu dong. Harus sopan sama yang lebih dewasa dari kamu," ucap Nia. Setelah itu ia keluar dari mobil diikuti o

  • Bukan Istri Kedua   Bab 4

    Nia menatap ketiga pria di hadapannya dengan tatapan melas berharap pria-pria dengan wajah sangar tersebut untuk luluh pada wajah melasnya."Enggak ada tunda menunda lagi, Mbak Nia. Jatuh tempo sudah lewat tiga hari yang lalu dan kami minta mbak Nia buat melunasi cicilan bulan ini, hari ini juga," ujar seorang pria menatap Nia tegas."Yah, bagaimana ini? Aku enggak punya uang bulan ini. Aku hanya punya uang lima juta. Aku bayar seperempatnya dulu, ya?" pinta Nia menatap melas ketiga anak buah rentenir tersebut. "Enggak bisa, Mbak Nia. Cicilannya dua puluh juta. Kalau mbak Nia kasih hanya lima juta, itu enggak akan cukup," tolak pria itu tegas. Nia menggigit bibirnya menatap para pria itu cemas. Pasalnya ia tidak memiliki uang lagi. Mau mengambil uang di toko emasnya? Huh, lebih baik ia di pukul dari pada harus mengambil modal untuk tokonya.Ini semua gara-gara Ramon! Gara-gara pria pengkhianat itu ingin memasuki kantor dan menyogok Sarah agar menerima pria bodoh itu bekerja, ia har

  • Bukan Istri Kedua   Bab 3

    Nia membuka kelopak matanya ketika mendengar suara berisik dari para anak tetangganya yang berteriak di depan rumah atau sekitar rumahnya. Gadis itu menguap lebar dan menatap sekeliling kamar yang ia tahu ini adalah kamarnya sendiri. Nia menarik jam weker yang berada di atas nakas dan melihat sudah pukul sembilan pagi. Samar-samar Nia ingat jika ada seorang pria yang mengantarnya pulang entah dengan cara apa pria itu bisa tahu alamat rumahnya, Nia tidak tahu. Nia mengerut keningnya karena melupakan wajah pria yang mengantarnya pulang. Matanya memindai tubuhnya sendiri dan menghela napas lega karena ia masih berpakaian utuh. Nia turun dari tempat tidur tak sengaja matanya menatap dinding kamar yang penuh dengan foto Ramon dan dirinya. Ada juga beberapa fotonya dan juga Sarah. Nia mendengkus sambil menunjuk foto-foto tersebut dengan jari tengahnya. "Awas kalian berdua tunggu pembalasan dariku," gumamnya sebelum memutuskan unjuk masuk ke dalam kamar mandi. Dua jam kemudian. Nia b

  • Bukan Istri Kedua   Bab 2

    Nia terkikik sendirian sambil mengingat bagaimana ekspresi kedua pasang selingkuhan itu ia permalukan dan bagaimana ekspresi kedua orang itu ketika ia memilih membuka aib mereka di depan orang banyak. Sekali lagi Nia terbahak-bahak ketika membayangkan kedua orang itu pasti mendapatkan masalah setelah ia membongkar keburukan mereka.Setidaknya Nia berpikir jika ia tidak akan hancur sendirian. Ada dua orang lain juga yang akan ikut hancur bersamanya. "Itu akibatnya karena sudah mengkhianati aku. Ha-ha!" Sekali lagi Nia meneguk vodka langsung dari botolnya, sementara sloky yang ada di depannya ia abaikan begitu saja.Suara hentakan yang dimainkan seorang DJ terkenal membuat Nia larut dalam kebahagiaan dan juga kesedihan. Di tempat ini ia melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan juga rasa gundah atas pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang terdekatnya. Nia bangkit dari duduknya, berjalan menuju lantai dansa dan bergabung dengan orang-orang yang meliukkan tubuh mereka dengan bahagia.

  • Bukan Istri Kedua   Bab 1

    PART 1 Arrania atau kerap disapa sebagai Nia menghela napas untuk yang kesekian kalinya kala sambungan teleponnya tidak diangkat sama sekali oleh kekasihnya, Ramon. Sudah hampir tiga bulan belakangan ini Ramon jarang berkomunikasi dengannya. Padahal sebelumnya Ramon jarang atau tidak pernah mengabaikan dirinya seperti ini. Mereka menjalin hubungan sudah lebih dari tujuh tahun dan Ramon berjanji akan menikahinya ketika Ramon sukses. . Awalnya Nia tidak ingin curiga terhadap kekasih yang sudah lama ia pacari ini, namun belakangan ini ia merasakan perasaan tak nyaman yang menghantui dirinya. Nia bangkit berdiri dengan wajah dingin seperti biasa. perempuan dewasa itu belum mencapai pintu terkejut ketika tubuhnya ditabrak oleh remaja yang mengenakan seragam SMA di depannya. "Bisa jalan hati-hati biar enggak nabrak orang sembarangan?" ketus Nia."Sorry deh, Tan, gue enggak sengaja." Remaja lelaki itu mengibas tangannya dengan ekspresi santai seolah ia tidak merasa bersalah."Santai b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status