Share

Bukan Istri Kedua
Bukan Istri Kedua
Author: Ratu Tiana

Bab 1

Author: Ratu Tiana
last update Last Updated: 2023-12-26 16:29:22

PART 1

Arrania atau kerap disapa sebagai Nia menghela napas untuk yang kesekian kalinya kala sambungan teleponnya tidak diangkat sama sekali oleh kekasihnya, Ramon.

Sudah hampir tiga bulan belakangan ini Ramon jarang berkomunikasi dengannya. Padahal sebelumnya Ramon jarang atau tidak pernah mengabaikan dirinya seperti ini.

Mereka menjalin hubungan sudah lebih dari tujuh tahun dan Ramon berjanji akan menikahinya ketika Ramon sukses.

.

Awalnya Nia tidak ingin curiga terhadap kekasih yang sudah lama ia pacari ini, namun belakangan ini ia merasakan perasaan tak nyaman yang menghantui dirinya.

Nia bangkit berdiri dengan wajah dingin seperti biasa. perempuan dewasa itu belum mencapai pintu terkejut ketika tubuhnya ditabrak oleh remaja yang mengenakan seragam SMA di depannya.

"Bisa jalan hati-hati biar enggak nabrak orang sembarangan?" ketus Nia.

"Sorry deh, Tan, gue enggak sengaja." Remaja lelaki itu mengibas tangannya dengan ekspresi santai seolah ia tidak merasa bersalah.

"Santai banget kamu ngomong kayak gitu sama orangtua." Nia menatap tajam remaja itu yang dibalas dengan dengkusan.

"Gue 'kan udah bilang enggak sengaja ya enggak sengaja. Ribet banget lo jadi perempuan."

Kesal karena remaja lelaki itu kurang ajar padanya, tangan Nia yang mengepal segera melayang di perut anak itu.

"Sorry, saya enggak sengaja. Tangan saya melayang sendiri."

Nia berjalan lurus ke depan sambil mengibaskan rambut hitam panjangnya di depan sang anak yang menunduk menyentuh perutnya sambil meringis kesakitan.

"Dasar tante gila! Pyschopath lo!"

Sampai di luar restoran, Nia masih mendengar makian dari remaja itu membuat Nia tersenyum sedikit. Setidaknya ia bisa melampiaskan sedikit emosinya yang tidak tersampaikan pada Ramon.

Nia menaiki mobil avanza miliknya yang menjadi kenang-kenangan terakhir orang tuanya saat ia berulang tahun yang ke sembilan belas. Mobil yang sudah sedikit butut itu ia lajukan ke sebuah toko yang terletak di depan pasar tradisional.

Toko emas yang menjadi warisan orang tuanya dan juga tempat ia mencari nafkah untuk dirinya sendiri.

"Siang, Mbak. Wah, Mbak Nia lagi bahagia ya kayaknya kalau dilihat dari ekspresi mukanya."

Jinar menatap Nia, bos tempatnya bekerja dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya. Senyum yang menurut Nia mengandung sebuah ejekan padanya.

"Diam kamu. Kamu itu saya gaji buat kerja dan jaga toko saya. Bukan buat mengomentari muka saya." Nia melirik Jinar sinis dan melangkah masuk.

Toko miliknya tidak terlalu besar dan hanya berukuran 4x4 persegi saja. Toko yang hanya memiliki tiga etalase dan sebuah kamar mini dengan tempat tidur yang cukup menampung dua orang.

"Sensi banget, Mbak. Pasti dicuekin si Ramon lagi tuh," cibir Jinar.

Nia membalikkan tubuhnya menatap Jinar kesal.

"Ngomong sekali lagi kamu, saya timpuk pakai batu biar tahu rasa kamu," ancam Nia.

Jinar menggerutu kemudian berbalik memunggungi Nia dan kembali memainkan ponsel miliknya.

Nia memang sadis dan jutek. Tidak salah meski memiliki tubuh aduhai tidak ada yang berani untuk mengganggunya.

Sore harinya Nia melajukan mobilnya berniat untuk memgunjungi kantor Ramon berada. Nia tidak memberi kabar pada Ramon karena ingin melihat sendiri kesibukan macam apa yang dilakukan kekasihnya itu di kantor.

Turun dari mobilnya, ia berjalan santai memasuki kantor setelah ia memarkirkan mobil avanza putih miliknya. Meski terlihat mencolok di antara mobil mewah lainnya tapi Nia tetap cuek dan tak peduli.

Nia sudah pernah datang ke kantor ini bahkan sering sebelum Ramon bekerja di perusahaan. Tujuannya bukan karena ia memiliki kenalan bos atau apa pun itu. Ia hanya mengunjungi sahabat karib serta menagih uang arisan pada pegawai kantor yang cukup banyak dikenalnya.

Nia menyusuri koridor dengan sesekali tatapannya ia layangkan ke penjuru tempat.

Pandangan Nia yang terfokus ke depan membuatnya tak menyadari jika tubuhnya menabrak seseorang hingga ia mundur beberapa langkah.

Nia mendongak dan tertegun sekilas melihat sosok tampan nan dewasa yang berdiri kokoh di depannya. Tatapan tajam pria itu membuat Nia menelan ludahnya gugup.

Wajah putih tampan dengan rahang kokoh dan tataan rambut yang rapi membuat pria itu sungguh terlihat menggoda iman bagi seorang wanita. Tubuhnya juga terlihat sangat bagus dibalik jas hitam yang dikenakan pria itu.

"Ma--"

"Kamu mau sampai kapan menyembunyikan ini dari Nia, Ramon? Aku udah enggak tahan lagi kalau kita terus-terusan backstreet kayak gini."

Ekspresi Nia membeku mendengar suara yang sangat dikenalnya itu.

"Sabar, Sarah. Aku belum kasih tahu ke Nia dan belum siap memutuskan hubungan dengan dia. Aku enggak enak. Kamu 'kan tahu sendiri kalau selama ini dia yang membiayakan aku."

Itu suara Ramon, kekasihnya!

"Tapi, sampai kapan, Ramon? Aku enggak mau terus-terusan di duakan dan dia menjadi pengganggu hubungan di antara kita."

"Sarah, aku dan Nia sudah tujuh tahun pacaran dan sama kamu baru tiga bulan ini. Kamu ngertiin posisi aku dong, Sayang. Enggak mungkin aku tiba-tiba mutusin Nia begitu aja."

"Pokoknya Ramon, aku enggak mau tahu kamu harus segera putusin Nia. Kalau enggak aku sendiri yang akan bilang ke dia kalau kita udah sering tidur bareng."

Nia panas!

Jantungnya berdegup kencang mendengar percakapan antara Sarah --sahabatnya-- dan jaga Ramon, kekasihnya.

Tak memedulikan pria tampan nan menggoda di depannya, segera Nia melangkah maju dan melihat sosok Ramon dan Sarah yang tengah saling tatap di samping pintu lift.

Sedari tadi ia tidak melihat kedua pengkhianat itu karena tertutup oke tubuh kokoh pria itu. Jadi, saat inilah ia melihat manusia paling menjijikkan yang pernah ia temui.

Nia mendekati kedua sosok itu. Memutar tubuh mereka secara bersamaan dan segera melayangkan tamparan di kedua pipi Sarah dan Ramon secara bergantian.

Tak tanggung sampai di situ, Nia bahkan memberi pukulan berat pada bagian bawah tubuh Ramon yang menjadi aset kebanggaan pria itu, lalu memberi bogem mentah ke payudara kiri Sarah hingga membuat kedua orang itu kesakitan.

Para karyawan yang berniat pulang kerja segera mendekati tempat kejadian dan tercengang melihat sosok gadis dengan rahang mengeras dan mata tajam tengah menatap penuh kebencian pada dua orang yang terjatuh di lantai.

"Kalian berdua tega mengkhianati aku?" Nia menggelengkan kepalanya menatap keduanya dengan amarah penuh.

"Ramon, kamu mengkhianati aku sama sahabat aku sendiri! Di mana otak kamu, Ramon? Siapa yang selama ini mendukung kamu?"

Napas Nia memburu antara sesak dan benci ia rasa saat ini.

"N-nia, dengarin dulu penjelasan aku. Aku--"

"Cuma pacaran diam-diam di belakang aku dan bahkan udah tidur bareng. Begitu kamu mau menjelaskannya?" sela Nia terlebih dahulu.

Mulut Ramon tertutup rapat mendengar ucapan Nia yang benar adanya.

"Kamu tega, Ramon," tunjuk Nia pada Ramon yang tengah meringis kesakitan. "Kamu mengkhianati aku. Kamu mikir siapa yang biayain kuliah kamu? Siapa yang selama ini mendukung kamu dalam materi?"

Nia menghela napas kecewa.

"Sekarang kamu justru mengkhianati aku dengan sahabat aku sendiri? Apa kurangnya aku, Ramon? Bahkan, kamu enggak akan bisa kerja di sini kalau aku enggak nyogok Sarah buat terima kamu."

Ucapan Nia membuat suasana gempar.

Pasalnya Sarah yang bertanggungjawab dengan penerimaan karyawan baru di perusahaan.

"Kamu cuma bisa jadi tukang parkir di pasar atau enggak kasir di toko! Kalau enggak karena aku yang membiayain kamu untuk hidup lebih baik kamu mungkin bukan apa-apa sampai sekarang." Nia menjeda ucapannya sebentar. "Tapi, apa sekarang?"

Tatapan Nia beralih menatap Sarah yang tengah meringis kesakitan sambil memegang payudara dan pipinya.

"Dan, kamu, Sarah!" tunjuk Nia pada Sarah. "Kamu enggak ingat apa yang udah aku lakukan untuk kamu selama ini? Aku yang nolong kamu waktu lapor polisi pas kamu itu di perkaos sama preman waktu SMA."

Kali ini bahkan suara Nia lebih menggelegar membuat semua yang disana semakin gempar.

"Aku yang nolong kamu waktu kamu kesusahan bayar uang kuliah. Bahkan, aku nolong keluarga kamu yang enggak bisa makan waktu kita kuliah. Aku yang beli beras dan kebutuhan keluarga kamu. Terus, ini balasan kamu?"

"Kamu bahkan enggak ingat waktu kamu yang hampir dijual sama pacar kamu di klub, siapa yang nolong kamu sampai selamat?"

Nia menggeleng kecewa. Dia tidak akan pernah memaafkan kedua orang yang sudah mengkhianatinya.

"Sarah, kamu benar-benar bikin kecewa. Aku kira kamu itu sahabat aku, tapi ternyata kamu nusuk aku dari belakang."

"Ini semua salah kamu, Nia. Kamu yang enggak bisa kasih kepuasan ke Ramon dan menyebabkan Ramon lebih memilih aku sebagai kekasihnya. Kamu enggak bisa salahin aku dalam hal ini. Ini semua karena kamu yang sok jual mahal."

Sarah dengan tidak tahu malu menyentak marah dan tidak mengakui kesalahannya. Seolah dirinya benar dalam segala hal. Namun, ia tidak menyadari tatapan jijik orang-orang yang ditujukan padanya.

"Oh, pantes kamu bersikap murahan. Orang kamu udah enggak perawan lagi. Beda dong sama aku yang masih perawan dan terjaga. Jadi wajar aku jual mahal." Nia mendengkus dengan napas memburu.

"Ramon, kamu lihat sendiri betapa murahnya selingkuhan kamu itu." Nia menatap sinis Ramon. "Kalau mau cari selingkuhan cari yang lebih cantik, lebih baik, dan lebih bahenol dari aku." Wanita itu melepaskan cincin pemberian Ramon padanya tahun lalu dan melemparkannya tepat di depan wajah Ramon. "Kita putus. Jijik aku lihat manusia kayak kamu."

Nia membalikkan tubuhnya kemudian pergi dengan wajah yang terangkat angkuh. Dia tidak akan menunjukkan kekecewaan dan kesedihannya pada orang-orang yang menatapnya iba.

Related chapters

  • Bukan Istri Kedua   Bab 2

    Nia terkikik sendirian sambil mengingat bagaimana ekspresi kedua pasang selingkuhan itu ia permalukan dan bagaimana ekspresi kedua orang itu ketika ia memilih membuka aib mereka di depan orang banyak. Sekali lagi Nia terbahak-bahak ketika membayangkan kedua orang itu pasti mendapatkan masalah setelah ia membongkar keburukan mereka.Setidaknya Nia berpikir jika ia tidak akan hancur sendirian. Ada dua orang lain juga yang akan ikut hancur bersamanya. "Itu akibatnya karena sudah mengkhianati aku. Ha-ha!" Sekali lagi Nia meneguk vodka langsung dari botolnya, sementara sloky yang ada di depannya ia abaikan begitu saja.Suara hentakan yang dimainkan seorang DJ terkenal membuat Nia larut dalam kebahagiaan dan juga kesedihan. Di tempat ini ia melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan juga rasa gundah atas pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang terdekatnya. Nia bangkit dari duduknya, berjalan menuju lantai dansa dan bergabung dengan orang-orang yang meliukkan tubuh mereka dengan bahagia.

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 3

    Nia membuka kelopak matanya ketika mendengar suara berisik dari para anak tetangganya yang berteriak di depan rumah atau sekitar rumahnya. Gadis itu menguap lebar dan menatap sekeliling kamar yang ia tahu ini adalah kamarnya sendiri. Nia menarik jam weker yang berada di atas nakas dan melihat sudah pukul sembilan pagi. Samar-samar Nia ingat jika ada seorang pria yang mengantarnya pulang entah dengan cara apa pria itu bisa tahu alamat rumahnya, Nia tidak tahu. Nia mengerut keningnya karena melupakan wajah pria yang mengantarnya pulang. Matanya memindai tubuhnya sendiri dan menghela napas lega karena ia masih berpakaian utuh. Nia turun dari tempat tidur tak sengaja matanya menatap dinding kamar yang penuh dengan foto Ramon dan dirinya. Ada juga beberapa fotonya dan juga Sarah. Nia mendengkus sambil menunjuk foto-foto tersebut dengan jari tengahnya. "Awas kalian berdua tunggu pembalasan dariku," gumamnya sebelum memutuskan unjuk masuk ke dalam kamar mandi. Dua jam kemudian. Nia b

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 4

    Nia menatap ketiga pria di hadapannya dengan tatapan melas berharap pria-pria dengan wajah sangar tersebut untuk luluh pada wajah melasnya."Enggak ada tunda menunda lagi, Mbak Nia. Jatuh tempo sudah lewat tiga hari yang lalu dan kami minta mbak Nia buat melunasi cicilan bulan ini, hari ini juga," ujar seorang pria menatap Nia tegas."Yah, bagaimana ini? Aku enggak punya uang bulan ini. Aku hanya punya uang lima juta. Aku bayar seperempatnya dulu, ya?" pinta Nia menatap melas ketiga anak buah rentenir tersebut. "Enggak bisa, Mbak Nia. Cicilannya dua puluh juta. Kalau mbak Nia kasih hanya lima juta, itu enggak akan cukup," tolak pria itu tegas. Nia menggigit bibirnya menatap para pria itu cemas. Pasalnya ia tidak memiliki uang lagi. Mau mengambil uang di toko emasnya? Huh, lebih baik ia di pukul dari pada harus mengambil modal untuk tokonya.Ini semua gara-gara Ramon! Gara-gara pria pengkhianat itu ingin memasuki kantor dan menyogok Sarah agar menerima pria bodoh itu bekerja, ia har

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 5

    Nia memarkirkan kendaraannya di parkiran mobil yang tersedia. Nia kemudian beralih menatap pemuda yang duduk di sampingnya. "Kamu mau ikut saya turun atau tunggu di mobil aja? Ah, apa kamu mau pulang aja?" tanya Nia pada sosok pemuda yang tidak banyak bicara sejak tadi. Pemuda itu menatap sekeliling dan menggeleng pelan. "Gue ikut lo aja, Tante. Pengap gue kalau nunggu lo di mobil." Pemuda itu berbicara dengan sangat tidak sopan menurut Nia. "Apalagi mobil lo enggak ada AC-nya. Ini apartemen tempat lo tinggal?" tanya pemuda itu pada Nia.Nia kesal mendengar nada bicara anak SMA yang tidak ada sopan santunnya. Kesal, Nia dengan gemas memcubit lengan pemuda itu seraya melotot."Sopan kamu bicara dengan yang lebih tua. Pakai 'Aku-kakak' bukan 'Lo-gue." "Ish, sakit, Tante. Oke-oke, gue maksudnya aku ngalah!" teriak pemuda itu ketika Nia semakin mengencangkan cubitannya. "Nah, gitu dong. Harus sopan sama yang lebih dewasa dari kamu," ucap Nia. Setelah itu ia keluar dari mobil diikuti o

    Last Updated : 2023-12-26
  • Bukan Istri Kedua   Bab 6

    Nia makan dengan lahap dan tidak memedulikan lagi keberadaan bocah bernama Arga itu. Nia bahkan sampai melupakan keberadaan anak itu. Pikirannya hanya fokus pada makanan di hadapannya. Rasa pedas membakar lidah membuat Nia harus menahannya dengan keringat bercucuran serta air kental yang mengalir keluar dari hidungnya. Beruntung penjual bakso dan mie ayam menyediakan tisu sehingga membuat Nia bisa bebas melap ingusnya. Ieuh! Arga, pemuda 16 tahun itu sampai berjengit jijik melihat cara makan Nia yang mirip setan jahat. "Ck, ck. Patah hati bisa buat orang stres ternyata. Heran gue. Kalau tahu sakitnya patah hati kenapa coba-coba buat jatuh cinta," ujar Arga, sambil menatap Nia prihatin. Sejak tadi wanita dewasa di hadapannya hanya fokus menyantap bakso saja tanpa memerhatikan sekeliling. Arga tidak mengerti dengan jalan pikiran manusia. Sudah tahu risiko jatuh cinta itu sakit kalau sedang patah hati, masih saja ada manusia yang tetap keukuh ingin tetap jatuh cinta. Katanya jatuh

    Last Updated : 2024-02-04
  • Bukan Istri Kedua   Bab 7

    Bima Sanjaya melangkah masuk ke dalam kamar Hera sambil membawa sarapan untuk wanita itu. Pria berusia 37 tahun itu menatap istrinya yang tengah duduk di tempat tidur dengan novel sebagai teman bacaannya. Pria itu berdeham guna menyadarkan Hera akan kehadirannya hingga perempuan dengan tubuh yang teramat kurus itu menoleh dan tersenyum padanya. "Selamat pagi, Mas. Maaf, aku terlalu asyik membaca buku," katanya tersenyum manis. "Tidak masalah." Bima meletakkan nampan berisi sarapan pagi di atas meja samping tempat tidur sang istri. "Sarapan untukmu," katanya datar. Melihat makanan yang di buat khusus untuknya membuat Hera tersenyum."Mas, bagaimana dengan keinginanku? Bisa kamu menurutinya?" Bima menghela napas berat karena lagi dan lagi Hera membahas hal yang sama dengannya. Hal yang sulit untuk ia lakukan. "Kamu tahu aku tidak akan bisa melakukan itu, Hera," gumam Bima menatap tajam istrinya. "Mas." Hera memasang ekspersi melas yang membuat dirinya tampak semakin tidak be

    Last Updated : 2024-02-04
  • Bukan Istri Kedua   Bab 8

    Keputusan yang di ambil Bima untuk menikahi seorang perempuan tidak terlalu di kenal akhirnya di ambil. Meskipun ia harus meminta anak buahnya untuk mencari detail tentang kehidupan perempuan yang ia incar. Di sinilah akhirnya Bima berada. Duduk dengan tenang di dalam ruang kerjanya. Matanya menatap lekat wajah perempuan yang saat ini tengah menampilkan ekspresi shock. Bagaimana tidak shock jika di lamar oleh laki-laki yang bahkan belum terlalu di kenal. "Jadi, bagaimana?" tanya Bima ulang. Bima berharap perempuan satu ini akan menganggukkan kepalanya. Namun, yang ia dapatkan justru gelengan tegas dari perempuan ini. "Jadi, kamu menolak?" Bima tersenyum miring seraya bangkit dari duduknya. Bima berjalan pelan mengitari mejanya dan berdiri di depannya. Bokong seksi Bima bersandar pada ujung meja dengan mata menatap tajam Nia yang terlihat pucat. "Maaf, Pak, dua orang menikah di dasari oleh cinta atau perjodohan yang di lakukan kedua pihak keluarga." Nia menjeda kalimatnya sebent

    Last Updated : 2024-02-04

Latest chapter

  • Bukan Istri Kedua   Bab 8

    Keputusan yang di ambil Bima untuk menikahi seorang perempuan tidak terlalu di kenal akhirnya di ambil. Meskipun ia harus meminta anak buahnya untuk mencari detail tentang kehidupan perempuan yang ia incar. Di sinilah akhirnya Bima berada. Duduk dengan tenang di dalam ruang kerjanya. Matanya menatap lekat wajah perempuan yang saat ini tengah menampilkan ekspresi shock. Bagaimana tidak shock jika di lamar oleh laki-laki yang bahkan belum terlalu di kenal. "Jadi, bagaimana?" tanya Bima ulang. Bima berharap perempuan satu ini akan menganggukkan kepalanya. Namun, yang ia dapatkan justru gelengan tegas dari perempuan ini. "Jadi, kamu menolak?" Bima tersenyum miring seraya bangkit dari duduknya. Bima berjalan pelan mengitari mejanya dan berdiri di depannya. Bokong seksi Bima bersandar pada ujung meja dengan mata menatap tajam Nia yang terlihat pucat. "Maaf, Pak, dua orang menikah di dasari oleh cinta atau perjodohan yang di lakukan kedua pihak keluarga." Nia menjeda kalimatnya sebent

  • Bukan Istri Kedua   Bab 7

    Bima Sanjaya melangkah masuk ke dalam kamar Hera sambil membawa sarapan untuk wanita itu. Pria berusia 37 tahun itu menatap istrinya yang tengah duduk di tempat tidur dengan novel sebagai teman bacaannya. Pria itu berdeham guna menyadarkan Hera akan kehadirannya hingga perempuan dengan tubuh yang teramat kurus itu menoleh dan tersenyum padanya. "Selamat pagi, Mas. Maaf, aku terlalu asyik membaca buku," katanya tersenyum manis. "Tidak masalah." Bima meletakkan nampan berisi sarapan pagi di atas meja samping tempat tidur sang istri. "Sarapan untukmu," katanya datar. Melihat makanan yang di buat khusus untuknya membuat Hera tersenyum."Mas, bagaimana dengan keinginanku? Bisa kamu menurutinya?" Bima menghela napas berat karena lagi dan lagi Hera membahas hal yang sama dengannya. Hal yang sulit untuk ia lakukan. "Kamu tahu aku tidak akan bisa melakukan itu, Hera," gumam Bima menatap tajam istrinya. "Mas." Hera memasang ekspersi melas yang membuat dirinya tampak semakin tidak be

  • Bukan Istri Kedua   Bab 6

    Nia makan dengan lahap dan tidak memedulikan lagi keberadaan bocah bernama Arga itu. Nia bahkan sampai melupakan keberadaan anak itu. Pikirannya hanya fokus pada makanan di hadapannya. Rasa pedas membakar lidah membuat Nia harus menahannya dengan keringat bercucuran serta air kental yang mengalir keluar dari hidungnya. Beruntung penjual bakso dan mie ayam menyediakan tisu sehingga membuat Nia bisa bebas melap ingusnya. Ieuh! Arga, pemuda 16 tahun itu sampai berjengit jijik melihat cara makan Nia yang mirip setan jahat. "Ck, ck. Patah hati bisa buat orang stres ternyata. Heran gue. Kalau tahu sakitnya patah hati kenapa coba-coba buat jatuh cinta," ujar Arga, sambil menatap Nia prihatin. Sejak tadi wanita dewasa di hadapannya hanya fokus menyantap bakso saja tanpa memerhatikan sekeliling. Arga tidak mengerti dengan jalan pikiran manusia. Sudah tahu risiko jatuh cinta itu sakit kalau sedang patah hati, masih saja ada manusia yang tetap keukuh ingin tetap jatuh cinta. Katanya jatuh

  • Bukan Istri Kedua   Bab 5

    Nia memarkirkan kendaraannya di parkiran mobil yang tersedia. Nia kemudian beralih menatap pemuda yang duduk di sampingnya. "Kamu mau ikut saya turun atau tunggu di mobil aja? Ah, apa kamu mau pulang aja?" tanya Nia pada sosok pemuda yang tidak banyak bicara sejak tadi. Pemuda itu menatap sekeliling dan menggeleng pelan. "Gue ikut lo aja, Tante. Pengap gue kalau nunggu lo di mobil." Pemuda itu berbicara dengan sangat tidak sopan menurut Nia. "Apalagi mobil lo enggak ada AC-nya. Ini apartemen tempat lo tinggal?" tanya pemuda itu pada Nia.Nia kesal mendengar nada bicara anak SMA yang tidak ada sopan santunnya. Kesal, Nia dengan gemas memcubit lengan pemuda itu seraya melotot."Sopan kamu bicara dengan yang lebih tua. Pakai 'Aku-kakak' bukan 'Lo-gue." "Ish, sakit, Tante. Oke-oke, gue maksudnya aku ngalah!" teriak pemuda itu ketika Nia semakin mengencangkan cubitannya. "Nah, gitu dong. Harus sopan sama yang lebih dewasa dari kamu," ucap Nia. Setelah itu ia keluar dari mobil diikuti o

  • Bukan Istri Kedua   Bab 4

    Nia menatap ketiga pria di hadapannya dengan tatapan melas berharap pria-pria dengan wajah sangar tersebut untuk luluh pada wajah melasnya."Enggak ada tunda menunda lagi, Mbak Nia. Jatuh tempo sudah lewat tiga hari yang lalu dan kami minta mbak Nia buat melunasi cicilan bulan ini, hari ini juga," ujar seorang pria menatap Nia tegas."Yah, bagaimana ini? Aku enggak punya uang bulan ini. Aku hanya punya uang lima juta. Aku bayar seperempatnya dulu, ya?" pinta Nia menatap melas ketiga anak buah rentenir tersebut. "Enggak bisa, Mbak Nia. Cicilannya dua puluh juta. Kalau mbak Nia kasih hanya lima juta, itu enggak akan cukup," tolak pria itu tegas. Nia menggigit bibirnya menatap para pria itu cemas. Pasalnya ia tidak memiliki uang lagi. Mau mengambil uang di toko emasnya? Huh, lebih baik ia di pukul dari pada harus mengambil modal untuk tokonya.Ini semua gara-gara Ramon! Gara-gara pria pengkhianat itu ingin memasuki kantor dan menyogok Sarah agar menerima pria bodoh itu bekerja, ia har

  • Bukan Istri Kedua   Bab 3

    Nia membuka kelopak matanya ketika mendengar suara berisik dari para anak tetangganya yang berteriak di depan rumah atau sekitar rumahnya. Gadis itu menguap lebar dan menatap sekeliling kamar yang ia tahu ini adalah kamarnya sendiri. Nia menarik jam weker yang berada di atas nakas dan melihat sudah pukul sembilan pagi. Samar-samar Nia ingat jika ada seorang pria yang mengantarnya pulang entah dengan cara apa pria itu bisa tahu alamat rumahnya, Nia tidak tahu. Nia mengerut keningnya karena melupakan wajah pria yang mengantarnya pulang. Matanya memindai tubuhnya sendiri dan menghela napas lega karena ia masih berpakaian utuh. Nia turun dari tempat tidur tak sengaja matanya menatap dinding kamar yang penuh dengan foto Ramon dan dirinya. Ada juga beberapa fotonya dan juga Sarah. Nia mendengkus sambil menunjuk foto-foto tersebut dengan jari tengahnya. "Awas kalian berdua tunggu pembalasan dariku," gumamnya sebelum memutuskan unjuk masuk ke dalam kamar mandi. Dua jam kemudian. Nia b

  • Bukan Istri Kedua   Bab 2

    Nia terkikik sendirian sambil mengingat bagaimana ekspresi kedua pasang selingkuhan itu ia permalukan dan bagaimana ekspresi kedua orang itu ketika ia memilih membuka aib mereka di depan orang banyak. Sekali lagi Nia terbahak-bahak ketika membayangkan kedua orang itu pasti mendapatkan masalah setelah ia membongkar keburukan mereka.Setidaknya Nia berpikir jika ia tidak akan hancur sendirian. Ada dua orang lain juga yang akan ikut hancur bersamanya. "Itu akibatnya karena sudah mengkhianati aku. Ha-ha!" Sekali lagi Nia meneguk vodka langsung dari botolnya, sementara sloky yang ada di depannya ia abaikan begitu saja.Suara hentakan yang dimainkan seorang DJ terkenal membuat Nia larut dalam kebahagiaan dan juga kesedihan. Di tempat ini ia melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan juga rasa gundah atas pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang terdekatnya. Nia bangkit dari duduknya, berjalan menuju lantai dansa dan bergabung dengan orang-orang yang meliukkan tubuh mereka dengan bahagia.

  • Bukan Istri Kedua   Bab 1

    PART 1 Arrania atau kerap disapa sebagai Nia menghela napas untuk yang kesekian kalinya kala sambungan teleponnya tidak diangkat sama sekali oleh kekasihnya, Ramon. Sudah hampir tiga bulan belakangan ini Ramon jarang berkomunikasi dengannya. Padahal sebelumnya Ramon jarang atau tidak pernah mengabaikan dirinya seperti ini. Mereka menjalin hubungan sudah lebih dari tujuh tahun dan Ramon berjanji akan menikahinya ketika Ramon sukses. . Awalnya Nia tidak ingin curiga terhadap kekasih yang sudah lama ia pacari ini, namun belakangan ini ia merasakan perasaan tak nyaman yang menghantui dirinya. Nia bangkit berdiri dengan wajah dingin seperti biasa. perempuan dewasa itu belum mencapai pintu terkejut ketika tubuhnya ditabrak oleh remaja yang mengenakan seragam SMA di depannya. "Bisa jalan hati-hati biar enggak nabrak orang sembarangan?" ketus Nia."Sorry deh, Tan, gue enggak sengaja." Remaja lelaki itu mengibas tangannya dengan ekspresi santai seolah ia tidak merasa bersalah."Santai b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status