“Kasihan teman-teman yang lain, Nay. Kalau di suruh pindah tiba-tiba, pindah ke mana coba?” Aulia yang sedang menata barangnya tampak memikirkan temannya yang lain.Nayra masih tidak bisa berpikir dengan baik. Kenapa tempat kosnya tiba-tiba harus disita? Bukannya proses penyitaan juga ada prosedurnya?Lalu teringat Devran yang tadi mengancamnya akan menghancurkan tempat kerjanya kalau Nayra masih balik kerja, bisa juga kan Devran yang melakukan hal ini?“Nyonya, kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi, saya izin keluar.” Kiki menghampiri mereka untuk pamit pergi.“Oh, terima kasih, Ki.” Nayra tidak menahan wanita itu.Aulia menyenggol lengannya sesaat Kiki berlalu.“Ada apa, Ul?”“Mau heran, tapi saat ini aku tidak mau banyak bertanya dulu.” Kiki tadi menemui Aulia karena mengatakan diminta bosnya untuk mengambil barang-barang Nayra.Kebetulan sekali saat itu pihak kepolisian mengumumkan rumah kos harus segera dikosongkan. Kiki sekalian mengajak Aulia ke tempat Nayra.Dia heran, ternya
“Maaf ya, Mbak. Maaf semuanya, Anak saya menggadaikan sertifikat kos-kosan ini untuk pinjam uang di bank, Ternyata sudah lama tidak di bayar tanpa sepengetahuan kami.” Ibu kos meminta maaf secara pribadi di depan penghuni kos-kosannya.Saat itu Nayra dan Aulia yang baru selesai kuliah mampir untuk melihat situasi. Nayra mendengar pernyataan maaf itu dari sang ibu kos. Hal itu membuatnya bingung.“J-jadi, Kos-kosan ini disita karena memang Ibu punya hutang?” Nayra memperjelas apa yang terjadi.“Iya, Mbak. Ternyata surat peringatannya sudah sejak tiga bulan yang lalu. Tapi disembunyikan oleh anak saya," ujar wanita itu.Oh. Nayra pikir Devran yang sudah berbuat ulah."Maaf ya, Mbak. Mbak baru ngekos belum sebulan, sudah melunasi biaya setahun malah ikut terkena imbasnya.” Wanita itu merasa bersalah pada
Apa Aulia mengenalinya?Nayra tegang. Lalu buru-buru menutup aplikasi itu. Beruntung panggilan dari Ananda mengalihkan.“Iya, dok?” Nayra menjawab panggilan.“Aku tunggu di depan kos-kosanmu, Nay. Cepat keluar ya!”Nayra mengiyakan dan segera menarik lengan Aulia untuk ikut bersamanya.“Kenapa harus sama aku?” Aulia menolak.“Ayolah, Ul. Please bantu aku. Temani biar nanti kalau ada sesuatu kau juga bisa bantu. Setidaknya kasih saran atau apalah itu.”Aulia terpaksa mengikuti temannya itu. Ananda yang tahu Nayra mengajak temannya juga tidak keberatan.“Lusa aku kan balik ke Oxford. Aulia tolong bantu Nayra, ya?” ujar Ananda pada mahasiswanya itu.“B-baik, dok. Dengan senang hati,” tukas gadis itu sedikit tersipu ditatap sang d
“Kiki?”Nayra terkejut saat Kiki mendekat dan membuat sesion berpelukan antara dirinya dengan Ananda harus diakhiri.“Maaf, nyonya. Bisa kita balik sekarang?”Kiki dipesan Devran untuk lebih protektif pada Nayra terkait video yang sudah viral itu. Takut saja anak buah Tamara langsung menyerang Nayra karena mengira gadis itu terlibat dalam memviralkannya.“Nay, kau tinggal bersama Devran lagi?” Ananda menatap Nayra heran.Nayra tidak bisa menjelaskan di depan Kiki, jadi meminta wanita itu keluar sebentar.“Aku akan ikut denganmu, tapi tunggu sebentar,” ujar Nayra pada Kiki.Kiki mengangguk dan meninggalkan keduanya. Kiki pasti mengiranya ada hubungan dengan Ananda, dan setelah ini dia akan mengadu pada Devran dan pr
“Bagaimana kalian seceroboh ini?!” Tamara marah pada Eva dan Damayanti yang menurutnya tidak bisa bermain cantik.Dia sudah mengusahakan CCTV di kafe itu tidak difungsikan, bagaimana malah mereka tidak menyadari ada pelayan kafe yang merekam kegiatan mereka?“Tom, apa saja kerjamu?!” Teriak Tamara pada pria yang biasa disuruh-suruhnya itu.“Maaf, nyonya. Saya sudah mensterilkan keadaan. Setelahnya saya tidak berada di lokasi. Seharusnya Mbak Damayanti dan yang lainnya yang lebih awas dan hati-hati.” Pria itu sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan, jadi tidak mau disalahkan begitu saja.“Apa katamu? Kau menyalahkanku? Jelas-jelas aku baru dihubungi Mama Tamara dan baru datang. Eva dan Tante Rosalah yang seharusnya lebih berhati-hati!” Damayanti menyahut saat namanya diseret pria itu menjadi yang bersalah.“Kok aku, Mbak?” Eva tidak terima.“Kau kan yang bersama Tante Rosa mengajak Nayra?!” Damayanti“Tapi itu kan atas permintaan, Nyonya?” Eva mengelak.“Cukup!” Tamara berteria
“Kau tahu hal itu?”Tamara jadi sedikit tertohok mendengar Devran bahkan sudah tahu dirinya meminta orang mengawasinya.“Bahkan dinding kantor pun menjadi mata-mata mama," sahut Devran.“Oh, jadi karena itu kau pasti sengaja terlihat berpisah dengan Nayra untuk mengelabuhi mama?” Tamara balik menuduh.“Aku memang sudah berpisah dengan Nayra, Ma. Ini semua agar Mama tidak terlalu banyak dosa.”“Aku? Banya dosa? Apa urusannya dengan gadis itu?”“Berapa kali mama mencoba mencelakai gadis itu?" Tamara melengso ketika ditanya tentang hal itu. "Dia tidak tahu apa-apa, Ma. Dia hanya gadis polos yang sangat tidak beruntung masuk ke keluarga kita. Dan mama sudah sebegitunya memperlakukannya seolah penjahat internasional.” “Astaga, Dev? Kau pikir apa yang terjadi padanya semua itu karena mama?”“Ya. Apa mau aku kasih buktinya?”Devran tak mau basa-basi. Lalu segera mengambil ponsel dan menunjukan rekaman dua orang yang awalnya mengaku sebagai begal jalanan itu pada ahirnya mengakui semu
“Ki, bisakah ambilkan barangku yang tertinggal di apartemen Mas Devran?”Nayra menghubungi Kiki karena memerlukan jurnal kuliahnya. Dia tidak bisa datang ke tempat itu jadi meminta tolong Kiki mengambilkannya. “Maaf, Nyonya. Saya tidak berani seenaknya masuk ke aparteman Pak Devran. Tapi kalau nyonya mau, saya akan antarkan.”Nayra merasa enggan datang kembali ke tempat itu setelah waktu itu diminta pergi oleh Devran. kata-kata Devran itu seperti lem yang lengket di telinganya. bahwa Devran kesal padanya dan ingin dirinya kembali ke Kota Diraja saja agar tidak merepotkannya.Bukankah itu sebentuk mengusirnya? Saat pulang kuliah, dia menghampiri Kiki yang sudah menunggunya. Nayra masih mencoba membujuknya. Jurnal itu sangat diperlukannya. “Biar aku kirim pesan pada Mas Devran, nanti kamu saja ya yang ambil?” tukas Nayra.“Baik, nyonya.” Kiki langsung melaju ke arah apartemen demi mengambilkan barang sang nyonya. Setidaknya pesannya sudah terkirim pada Devran dan terbaca
[Datang ke pengadilan agama nanti. Kalau tidak aku yang akan menyeretmu!]Pesan dari Ananda terbaca di layar ponsel Devran. Membuat pria yang masih memimpin meeting bersama para dewan direksi perusahaaannya itu tersenyum miring.‘Ada yang sok jadi pahlawan, nih?’ batinnya.Sebenarnya kesal. Kenapa pria yang sudah diasingkannya ke Oxford itu masih bisa juga pulang pergi untuk sekedar membantu Nayra menguruskan perceraian mereka.Seorang Ananda yang digilai banyak perempuan sejak dulu, nyaris tak pernah melirik mereka. Begitu kedatangan Nayra, sepupunya itu langsung ngebet pengen merebutnya.Sebegitu menarikkah pesona istri orang di mata sepupunya itu?Walau begitu Devran tidak akan mangkir dari surat panggilan itu. Dia juga sudah memikirkan semuanya dengan baik.“Agenda kita apa setelah ini?” tanya Devran pada sekretarisnya. “Anda diagendakan sudah membuat janji temu dengan pihak pengembang dari group TP. Di...”“Oke, aku masih ingat. Ini kelanjutan pembahasaan minggu yang lalu, kan?
"Alana bukan papamu, tapi aku!" Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Devran mendapat pernyataan itu.Campur aduk tak karuan hingga dia ada di sebuah titik muak dengan semuanya.Apa yang ada di benak wanita yang melahirkannya itu saat membiarkan kesalahan itu berjalan dengan begitu saja di depan matanya?Nayra hampir bunuh diri dan tidak tahu bagaimana putus asanya dirinya mengetahui semua ini. Lalu orang-orang itu dengan keegoisannya menyembunyikan kenyataan ini?“Kejam sekali kalian!” gumam Devran dengan geram setelah tahu bahwa selama ini dipermainkan saja.Lebih kesal lagi ternyata, Ananda juga selama ini tahu kalau dirinya bukan putra papanya. Dia juga akan membuat perhitungan dengan pria itu!Tenang! Bukan itu prioritasnya sekarang.Setidaknya dia sudah tahu tidak ada hal yang terlarang antara dirinya dan Nayra. Dia akan memperbaiki semuanya sebelum terlambat.Meski sedih, hatinya benar-benar lega dan bahagia untuk kenyataan lainnya. Sedihnya, karena masih menyesali, ternya
“Mas Devran?”Devran hanya termenung hingga tak mendengar panggilan itu. Perasaannya nelangsa karena Nayra sepertinya benar-benar marah padanya. Dia bahkan mengabaikannya dengan pergi naik taksi dan tak mengucakan sepatah katapun.Pesan dan panggilannya pun tak dibalasnya. Seolah dia baru saja mendapat karma dari apa yang juga diperbuatnya pada Nayra sebelum ini.Seperti ini mungkin rasanya diabaikan, bahkan yang dirasakan Nayra pasti lebih dari ini karena sudah salah paham dengan apa yang dilihatnya tadi.“Mas Devran?” lagi Musa memanggilnya. Kali ini Devran baru tergugah.“Bagaimana?” jawabnya lemas menatap Musa.“Tidak ada manipulasi dari data hasil DNA di Edinburgh. Hanya saja Yas menyampaikan mungkin sampelnya sudah ditukar.” Tatapan mata Devran sebentar berkilat mendengarnya. Rahangnya mengerat dan sudah tergambar betapa dia akan menghancurkan pria itu kalau sampai berani mempermainkannya sebegininya.“Kurang ajar kalau benar begitu!” gumamnya bangkit dan hendak berlalu.Mu
“Sial!”Devran mengumpati apa yang barusan terjadi.Dia membiarkan Nayra berlalu karena tahu Kiki sudah menunggunya di bawah. Lebih baik dia kembali dan mengurus gadis lancang itu.“Maaf, Pak. Tadi saya hanya mencemaskan Anda.” Gadis itu tampak ketakutan melihat tatapan Devran yang mengerikan padanya.“Apa orang tuamu tidak mengajarimu etika agar tidak sembarang masuk ke kamar seorang pria?” Devran langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Abiyan agar memecat gadis yang lancang ini.“Mohon, Pak. Jangan pecat saya!” Yasmin sampai bersimpuh di kaki Devran.“Keluar, kau!” Devran marah dan menunjuk pintu agar gadis itu punya muka untuk tidak tetap di apartemennya setelah nyata-nyata berlaku yang memalukan.Tapi Yasmin malah tergugu. “Saya terpaksa melakukan ini, Pak.”Devran menyipitkan matanya. Apa juga yang membuatnya terpaksa?“Mas Nanda memaksaku untuk melakukannya, Pak!”Devran mendengar satu nama itu terucap dari bibir sekretarisnya itu. Dia tidak lupa, kalau Yasmin adalah ana
“Iya, Pak. Ini ngantar nyonya ke kosan temannya.”Kiki menyempatkan mengangkat panggilan Devran saat Nayra sudah turun menuju kos-kosan temannya.“Oh. Masih ke rumah temannya dia?” Sambil menanadatangani beberapa dokumen, Devran menyahuti Kiki.Tadinya dia mau langsung menemui Nayra. Tapi kalau Nayranya masih di rumah temannya, Devran mungkin punya sedikit waktu untuk beristirahat.Semalaman belum bisa menyempatkan tidur barang sejenak, Devran meminta sekretarisnya mengantar dokumen yang harus ditandatanginya ke apartemen saja.Dia memaksakan diri untuk beristirahat agar kondisinya lebih fit saat menemui Nayra. Dia butuh tubuh yang bugar dan pikiran yang jernih menghadapi Nayra kalau saja akan merajuk. Sudah pasti Nayra akan merajuk karena kesal sejak dia datang kemarin Devran belum menghubungi atau menemuinya. Gimana lagi, mamanya sedikit dramatis kalau dalam keadaan sakit. nangis takt mati. Tapi kalau sudah sembuh, lupa deh dengan ketakutannya itu.“Baiklah. Sekalian tolong sampai
Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya mereka sampai juga di Jakarta. Hati Nayra tampak berbunga-bunga sekali. Bisa kembali menghirup udara di tanah airnya.Namun melihat mereka hanya bertiga, Nayra jadi merasa ada yang kurang.“Nenekmu juga akan datang kalau kau lahiran,” tukas Farah yang paham raut resah dari wajah Nayra.Sebenarnya Renata tidak setuju mereka balik ke Indonesia. Dia tidak suka cucunya itu mendapat masalah di sana. Tapi dia tak berdaya dengan keinginan Nayra.Hanya saja Renata memutuskan tetap di Edinburgh, agar Nayra tak segan kembali ke tempat ini untuk alasan menengoknya. Mobil jemputan sudah berada di bandra begitu mereka datang. Mereka tak menunda untuk pulang ke rumah keluarga. Kedatangan mereka di sambut beberapa pelayan. Makanan pun sudah siap di meja dengan aneka menu.Ini semua request Nayra. Dia tidak berselera makan di Edinburgh karena kangen masakan ala Indonesia.“Ayo, makan dulu, Ma!” Nayra mengajak Farah.“Ayo!” Alana langsung menyahut saat is
“Aku bisa memakainya sendiri!”Nayra merebut kimono yang di bentangkan Ananda saat ingin membantu memakaikannya.Dengan gerakan cepat dan canggung Nayra segera membalut tubuhnya dengan kimono itu.Sementara Ananda memperhatikan itu dengan wajah tenangnya. Seolah apa yang dilakukannya bukan sesuatu hal yang berlebihan.“Aku besok sudah balik ke Oxford lagi. Penelitianku sudah selesai. Tadi Tante Farah bilang kau di kamar. Jadi aku mau pamit, Nay,” ujar Ananda pada Nayra.“Iya, Dok. Terima kasih banyak selama ini sudah menyempatkan waktu untuk menemaniku dan mengingatkan tentang kesehatanku.” Nayra masih dengan sopan menyampaikan terima kasihnya pada Ananda, walau sempat ada rasa tidak berkenan barusan.“Haha, aku tidak menghitung tentang itu. Kau tidak lupa kan? Aku ini dokter, Nay. Peduli dan perhatian untuk kesehatan siapapun sudah menjadi prinsipku. Dan satu lagi... maaf, jangan perhitungan soal aku yang langsung masuk ke kamarmu, ya? Aku sering melihat pasien wanita membuka seluruh
Nayra tahu alasan itu. Tapi hanya merasa aneh saja. Dia juga ingat Devran tidak lagi memanggilnya dengan kata-kata mesra.“Mas Devran kenapa tidak lagi memanggilku sayang? Apa sudah tidak sayang lagi?” “Astaga, hanya panggilan, Nay.”“Apa panggilan sayangnya sudah pindah ke wanita lain?”“Enggak, Sayangku. Ayo, tidur. Ini sudah malam!” Devran baru sadar malah bicara kemana-mana. Padahal niatnya tadi memarahi Nayra karena selarut ini belum tidur.“Aku sudah tidur siang tadi, jadi sekarang malah enggak bisa tidur.”“Sekarang coba tidur, ya?”“Bentar, Sayang. Mas Devran belum cerita keadaan Mama Tamara.” “Dia sudah membaik, kok. Hanya belum bisa beranjak dari tempat tidur saja. Nunggu pulih perlahan.”“Oh, syukurlah, Mas.” Nayra ikut senang.Walau wanita itu selalu membencinya, Nayra tidak serta merta membencinya balik. Bagaimanapun wanita itu adalah ibu dari pria yang dicintainya, juga nenek dari buah hati mereka.“Oh, ya, Mas. Nanti kalau mama dan Papa Alana sudah balik dari Ams
Melihat pesan-pesan Nayra yang menyampaikan hasil pemeriksaan kandungannya itu, Devran sebenarnya sangat bersyukur.Sampai berkali-kali Devran membaca hasil screenshotan pemeriksaan itu. Di sana menyatakan tidak ada sesuatu yang serius dengan kondisi buah hatinya.Tidak ada deteksi sindrom down, cacat fisik, atau hal-hal yang ditakutkan lainnya mengingat anak itu adalah hasil hubungan sesama saudara—seperti yang selalu ditakutkan banyak orang.Hingga dia menjadi semakin bersemangat untuk terus mengusahakan agar bisa mengetahui adakah hal yang sebenarnya disembunyikan oleh orang tuanya? Setidaknya hasil pemeriksaan kandungan Nayra itu sedikit membuatnya curiga, mungkin saja tes DNA itu salah. Meski kondisi seperti ini bisa jadi hanya sebuah kebetulan saja. Bukan bermaksud mengingkari hasil tes DNA yang menyatakan dirirnya positif anak Alana, tapi hanya ingin memastikan dari dua sisi. Apalagi, Ananda ikut andil dalam tes DNA itu.Sebenarnya, hanya Devran yang tau selicik apa seora
Melihat Renata membawa nampan dengan susu di atasnya, Nayra sampai tidak enak.“Astaga, Nek. Kenapa repot-repot?” Nayra langsung mengambil nampan itu. tidak sopan sekali sampai membuat neneknya yang apapun selalu dilayani, kini malah melayaninya.“Tidak apa. Nenek tadi tanya sama pelayan rumah, katanya kau belum meminum susumu. Jadi nenek buatkan lagi dan ingin memastikan kau meminumnya.”“Duduk, Nek. Nenek juga kan harus banyak istirahat. Ini sudah malam, lho.” Sembari membawa nampan, Nayra menuntun Renata duduk di sofa kamarnya.“Di minum, Nay. Biar cicit nenek sehat. Mamanya juga sehat.” Renata masih mendesak.Tidak mau membuat wanita itu menunggu, Nayra pun meminum susu di gelas itu hingga hampir habis. “Terima kasih, Nek.” “Sama-sama, Sayang. Nenek senang dengar kabar kalau bayimu baik-baik saja. sudah berapa bulan sekarang, Nay?”“Empat bulan, Nek.”“Ya Allah, jadi tak sabar pengen dengar jeritan cicit nenek. Mudah-mudahan nenek punya umur panjang bisa melihat cicit nenek di du