“Mau apa, Mas?”“Duduklah dulu! Aku mau bicara.” Devran mengarahkan dagunya ke tempat duduk di depannya agar Nayra duduk.Tapi gadis itu seolah tidak mau mengindahkan perintah Devran. Hanya berdiri dengan napas sedikit berpacu yang Devran tidak tahu, apa itu karena habis berjalan jauh atau sedang menahan kesal padanya. “Nay? Duduk!” Devran mengulang kata-katanya.Dia memang sengaja memesan makanan ini dari restoran itu dan berjanji memberikan tips yang besar kalau Nayra yang akan mengantarnya. Dia butuh bicara pada gadis yang bandel ini.Nayra baru duduk tapi wajahnya masih tampak resah dan tidak terima.“Untuk apa bekerja begini? Bagaimana kuliahmu?”Devran mencoba memulai pembicaraan dengan tema perkuliahan. Gadis ini biasanya masih antusias kalau membicarakan tentang kuliahnya.“Tidak ada masalah, kuliahku pagi,” jawab Nayra dengan nada enggan. Dia juga seolah menghindari berkontak mata dengan Devran. “Percuma juga kuliah malamnya malah klayapan sampai tengah malam?”“Aku tid
“Kasihan teman-teman yang lain, Nay. Kalau di suruh pindah tiba-tiba, pindah ke mana coba?” Aulia yang sedang menata barangnya tampak memikirkan temannya yang lain.Nayra masih tidak bisa berpikir dengan baik. Kenapa tempat kosnya tiba-tiba harus disita? Bukannya proses penyitaan juga ada prosedurnya?Lalu teringat Devran yang tadi mengancamnya akan menghancurkan tempat kerjanya kalau Nayra masih balik kerja, bisa juga kan Devran yang melakukan hal ini?“Nyonya, kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi, saya izin keluar.” Kiki menghampiri mereka untuk pamit pergi.“Oh, terima kasih, Ki.” Nayra tidak menahan wanita itu.Aulia menyenggol lengannya sesaat Kiki berlalu.“Ada apa, Ul?”“Mau heran, tapi saat ini aku tidak mau banyak bertanya dulu.” Kiki tadi menemui Aulia karena mengatakan diminta bosnya untuk mengambil barang-barang Nayra.Kebetulan sekali saat itu pihak kepolisian mengumumkan rumah kos harus segera dikosongkan. Kiki sekalian mengajak Aulia ke tempat Nayra.Dia heran, ternya
“Maaf ya, Mbak. Maaf semuanya, Anak saya menggadaikan sertifikat kos-kosan ini untuk pinjam uang di bank, Ternyata sudah lama tidak di bayar tanpa sepengetahuan kami.” Ibu kos meminta maaf secara pribadi di depan penghuni kos-kosannya.Saat itu Nayra dan Aulia yang baru selesai kuliah mampir untuk melihat situasi. Nayra mendengar pernyataan maaf itu dari sang ibu kos. Hal itu membuatnya bingung.“J-jadi, Kos-kosan ini disita karena memang Ibu punya hutang?” Nayra memperjelas apa yang terjadi.“Iya, Mbak. Ternyata surat peringatannya sudah sejak tiga bulan yang lalu. Tapi disembunyikan oleh anak saya," ujar wanita itu.Oh. Nayra pikir Devran yang sudah berbuat ulah."Maaf ya, Mbak. Mbak baru ngekos belum sebulan, sudah melunasi biaya setahun malah ikut terkena imbasnya.” Wanita itu merasa bersalah pada
Apa Aulia mengenalinya?Nayra tegang. Lalu buru-buru menutup aplikasi itu. Beruntung panggilan dari Ananda mengalihkan.“Iya, dok?” Nayra menjawab panggilan.“Aku tunggu di depan kos-kosanmu, Nay. Cepat keluar ya!”Nayra mengiyakan dan segera menarik lengan Aulia untuk ikut bersamanya.“Kenapa harus sama aku?” Aulia menolak.“Ayolah, Ul. Please bantu aku. Temani biar nanti kalau ada sesuatu kau juga bisa bantu. Setidaknya kasih saran atau apalah itu.”Aulia terpaksa mengikuti temannya itu. Ananda yang tahu Nayra mengajak temannya juga tidak keberatan.“Lusa aku kan balik ke Oxford. Aulia tolong bantu Nayra, ya?” ujar Ananda pada mahasiswanya itu.“B-baik, dok. Dengan senang hati,” tukas gadis itu sedikit tersipu ditatap sang d
“Kiki?”Nayra terkejut saat Kiki mendekat dan membuat sesion berpelukan antara dirinya dengan Ananda harus diakhiri.“Maaf, nyonya. Bisa kita balik sekarang?”Kiki dipesan Devran untuk lebih protektif pada Nayra terkait video yang sudah viral itu. Takut saja anak buah Tamara langsung menyerang Nayra karena mengira gadis itu terlibat dalam memviralkannya.“Nay, kau tinggal bersama Devran lagi?” Ananda menatap Nayra heran.Nayra tidak bisa menjelaskan di depan Kiki, jadi meminta wanita itu keluar sebentar.“Aku akan ikut denganmu, tapi tunggu sebentar,” ujar Nayra pada Kiki.Kiki mengangguk dan meninggalkan keduanya. Kiki pasti mengiranya ada hubungan dengan Ananda, dan setelah ini dia akan mengadu pada Devran dan pr
“Bagaimana kalian seceroboh ini?!” Tamara marah pada Eva dan Damayanti yang menurutnya tidak bisa bermain cantik.Dia sudah mengusahakan CCTV di kafe itu tidak difungsikan, bagaimana malah mereka tidak menyadari ada pelayan kafe yang merekam kegiatan mereka?“Tom, apa saja kerjamu?!” Teriak Tamara pada pria yang biasa disuruh-suruhnya itu.“Maaf, nyonya. Saya sudah mensterilkan keadaan. Setelahnya saya tidak berada di lokasi. Seharusnya Mbak Damayanti dan yang lainnya yang lebih awas dan hati-hati.” Pria itu sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan, jadi tidak mau disalahkan begitu saja.“Apa katamu? Kau menyalahkanku? Jelas-jelas aku baru dihubungi Mama Tamara dan baru datang. Eva dan Tante Rosalah yang seharusnya lebih berhati-hati!” Damayanti menyahut saat namanya diseret pria itu menjadi yang bersalah.“Kok aku, Mbak?” Eva tidak terima.“Kau kan yang bersama Tante Rosa mengajak Nayra?!” Damayanti“Tapi itu kan atas permintaan, Nyonya?” Eva mengelak.“Cukup!” Tamara berteria
“Kau tahu hal itu?”Tamara jadi sedikit tertohok mendengar Devran bahkan sudah tahu dirinya meminta orang mengawasinya.“Bahkan dinding kantor pun menjadi mata-mata mama," sahut Devran.“Oh, jadi karena itu kau pasti sengaja terlihat berpisah dengan Nayra untuk mengelabuhi mama?” Tamara balik menuduh.“Aku memang sudah berpisah dengan Nayra, Ma. Ini semua agar Mama tidak terlalu banyak dosa.”“Aku? Banya dosa? Apa urusannya dengan gadis itu?”“Berapa kali mama mencoba mencelakai gadis itu?" Tamara melengso ketika ditanya tentang hal itu. "Dia tidak tahu apa-apa, Ma. Dia hanya gadis polos yang sangat tidak beruntung masuk ke keluarga kita. Dan mama sudah sebegitunya memperlakukannya seolah penjahat internasional.” “Astaga, Dev? Kau pikir apa yang terjadi padanya semua itu karena mama?”“Ya. Apa mau aku kasih buktinya?”Devran tak mau basa-basi. Lalu segera mengambil ponsel dan menunjukan rekaman dua orang yang awalnya mengaku sebagai begal jalanan itu pada ahirnya mengakui semu
“Ki, bisakah ambilkan barangku yang tertinggal di apartemen Mas Devran?”Nayra menghubungi Kiki karena memerlukan jurnal kuliahnya. Dia tidak bisa datang ke tempat itu jadi meminta tolong Kiki mengambilkannya. “Maaf, Nyonya. Saya tidak berani seenaknya masuk ke aparteman Pak Devran. Tapi kalau nyonya mau, saya akan antarkan.”Nayra merasa enggan datang kembali ke tempat itu setelah waktu itu diminta pergi oleh Devran. kata-kata Devran itu seperti lem yang lengket di telinganya. bahwa Devran kesal padanya dan ingin dirinya kembali ke Kota Diraja saja agar tidak merepotkannya.Bukankah itu sebentuk mengusirnya? Saat pulang kuliah, dia menghampiri Kiki yang sudah menunggunya. Nayra masih mencoba membujuknya. Jurnal itu sangat diperlukannya. “Biar aku kirim pesan pada Mas Devran, nanti kamu saja ya yang ambil?” tukas Nayra.“Baik, nyonya.” Kiki langsung melaju ke arah apartemen demi mengambilkan barang sang nyonya. Setidaknya pesannya sudah terkirim pada Devran dan terbaca
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t
“Orang merem melek keenakan begitu, ngapain juga kemarin nolak-nolak?” Sindir Devran kala selesai kegiatan olahraga pagi mereka pada Nayra yang tampak terkulai lemas namun bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.“Gimana enggak nolak? Mas Devran kan yang lebih dulu nolak aku. Melorot banget harga diriku ditolak begitu, Mas. Kesannya aku ini enggak banget di mata Mas Devran.” Nayra mengungkapkan perasaannya kala itu.Mereka sudah sama-sama pelepasan dan lega satu sama lain melewati sikap saling kesal dan ingin membalas. Karenanya, obrolannya pun sudah kembali santai tanpa ada otot dan ego yang tak mau kalah.“Jangan overthinking begitulah, masa sampai sebegini kau masih meragukan cintaku? Enggak pernah lho aku seperti ini dulu sama perempuan. Cuma sama kamu sampe aku bela-belain hampir gila.” Devran memberitahu gadis yang selalu meragukannya ini.“Kapan Mas Devran begitu?” Nayra hampir tak percaya.“Kamu memang tak pernah percaya sama aku, tapi kalau Ananda yang ngomong, enggak ben
Saat terbangun Nayra merasa kakinya pegal semua. Tidak tahunya ada kaki besar yang menindih kakinya.“Mas? Maaas?!” Nayra menggoyang tubuh itu.“Hah, apa?” Devran terbangun.“Capek semua ini, Mas. Kakinya disingkirin!” Nayra masih mencoba mendorong tubuh besar Devran.Apa tidak pikir-pikir saat memeluk Nayra? Untung tidak mengenai perutnya.Entahlah. Sejak kapan pria ini sudah balik ke kamar. Nayra juga lelah. Sampai tidak tahu sepanjang malam dipeluk dan ditindih pria ini.“Eh, maaf, Sayang!” Devran baru berjingkat dari memeluk Nayra.“Lain kali jangan peluk lagi, Mas.”“Astaga, Nay. Hanya peluk doang, lho. Enggak mau juga?” Devran protes. Sebegitunya Nayra tidak mau dipeluknya.Padahal maksud Nayra bukan karena tidak mau. Tapi karena ingi menyelamatkan bayinya dari pola tingkah bapaknya.Melihat Devran bangkit begitu saja ke kamar mandi, Nayra jadi merasa bersalah.Dia memang masih sebal dan kesal pada pria itu. tapi sebenarnya juga meridukannya.Mungkin sebentar meletakkan rasa s