Ciara pernah memiliki rasa kehilangan yang besar saat ayahnya wafat dalam tragedi kebakaran. Seulas senyuman penuh arti terlukis di wajah Ciara saat dia menatap Kevan. Perawakan Kevan yang lebih tinggi darinya membuat Ciara mendongakkan kepala saat kedua tangannya meraba-raba wajah Kevan. Ciara dapat melihat raut kekhawatiran Kevan dengan sangat jelas. "Aku percaya sama kamu, Kak. Cuma kamu yang bisa mentolerir rasa sakitku."Kevan meraih tangan Ciara di kedua pipinya. Dia tidak tersenyum juga tidak berkata apapun dalam satu waktu. Dia membawa kedua tangan Ciara dan menempelkan ke bibirnya."Ada beberapa hal di dunia ini yang nggak bisa kita kontrol, Cia. Pikiran dan ucapan orang lain. Kita nggak akan mampu mengontrol tindakan orang lain. Tapi, kita bisa mencegah dan menghindarinya."***Selepas meluruskan kesalahpahaman dengan Ciara, Kevan membawa gadis itu masuk ke aula besar di sisi Timur mansion keluarga Hanindra. Sekarang, sudah pukul 11:00 malam. Di dalam aula sudah ramai. Pa
Ciara memiliki tujuan saat mengatakan ucapan selamat atas pencapaian Yohanes. Dia juga berpikir bahwa menjadi anak angkat dari keluarga Jaksa Agung sangatlah beruntung.Ke depannya, sudah pasti Ciara akan dilindungi oleh keluarga Notora. Itu akan membuat hidup Ciara menjadi jauh lebih aman. Kevan berdiri agak menjauh. Dia menerima panggilan telepon masuk yang sebenarnya berasal dari nomor telepon yang tidak dikenalnya."Ya? Siapa kamu?""Malem, Tuan Kevan. AkuーQuden Yundri."Kevan tidak langsung menjawabnya. Dia memijit pelipisnya, mencoba mengingat nama itu."Aku anak buah Bos Raymondーsi api neraka. Anda inget kan, Tuan?"Kedua mata Kevan tampak membara. Jantungnya berpacu lebih cepat saat mendengar julukan api neraka."Ya, aku inget. Tapi, kenapa kamu telepon aku? Di mana Ray?"Quden Yundri adalah kaki tangan yang paling diandalkan Raymond. Selain cerdas, kuat dan brutal, Quden mahir berkelahi, menggunakan berbagai senjata. Dia juga pandai mengatur strategi."Bos Ray ngutus aku unt
Pesta pergantian tahun telah selesai. Beberapa tamu telah pergi dan yang lainnya masih asyik berbincang menikmati kemewahan pesta keluarga Hanindra. Christian dan Cinta mengadakan pesta kali ini dengan beberapa tujuan. Dan, tentu saja semua ini berjalan atas kehendak Kevan.Selain menjalin relasi yang kuat, mereka ingin memperkenalkan Ciara di hadapan orang banyak dan media. Dengan begitu, musuh-musuh keluarga Darwin akan berpikir beribu kali untuk menyerang.Dengan kata lain, Kevan menegaskan sikapnya melalui pesta ini. Kevan mengajak Ciara naik ke rooftop kamarnya. Tanpa sepengetahuan Ciara, Kevan mencuri waktu untuk mendesain rooftop sejak pagi tadi. Dia merasa bersalah pada Ciara dan siap menebusnya. "Kak, kamu bisa turunin aku sekarang! Aku malu banget orang-orang liatin kamu yang gendong aku."Kevan memang menggendong Ciara dari taman menuju rooftop. Dia bahkan tidak peduli pandangan ataupun cibiran orang-orang terhadap dirinya dan Ciara. Karena yang dia tahu, dia harus memi
Makan malam romantis ala Kevan telah selesai. Kevan melihat wajah Ciara yang manis dan cantik sambil menelan ludah. Semakin Kevan melihatnya, dia semakin kesulitan mengontrol degup jantungnya. Maka, dia berusaha menyingkirkan imajinasinya yang terlalu liar.Kevan mencondongkan badan ke depan. "Cia, sini!" Ciara yang lugu juga mencondongkan badannya ke depan seperti Kevan. "Apa, Kak?" Kedua mata bulat Ciara menatap Kevan dengan penuh cinta.Tanpa terduga, Kevan menempelkan bibirnya di bibir Ciara dengan lembut. Ciara diam membeku. Kedua matanya melotot sempurna. Ciuman itu terjadi sangat cepat dan singkat.Kemudian, Kevan duduk bersandar sambil terkekeh. Dia melihat wajah Ciara kembali bersemu kemerahan."Kenapa? Ciul mau lagi?"Mendapatkan serangan mengejutkan barusan membuat Ciara merasa malu. Dia menatap Kevan sambil mengerucutkan bibir.Kevan kembali mencondongkan badan. "Kalo aku mau lagi. Kamu mau, nggak?"Ciara sontak menjauhkan dirinya dari Kevan. Dia memalingkan wajah ke ar
Kevan berjongkok. Dia mengingat perbincangannya malam itu dengan Igoy. Dia lantas menjawab, "Aku udah denger dari Igoy." Kevan mengembuskan asap rokok tinggi-tinggi ke udara. Raut wajahnya terlihat berseri-seri.Quden angguk-angguk. Dia sudah mendengar cerita tentang Kevan di malam itu dari mulut Igoy. Saat itu, Quden tidak menyangka kalau ternyata banyak anak buah Raymond yang berkhianat dan membelot kepada Robert Ombu. Padahal sepemahaman Quden, mereka yang berkhianat telah lama bekerja di bawah perintah Raymond. Lama tidaknya seseorang bekerja tidak akan menjamin kesetiaan pada majikannya, kan?Kevan bertanya, "Terus sekarang, Igoy di mana?" Dia tersenyum sinis sambil menautkan kedua alisnya. "Nggak disangka-sangka, Musang sama Tablo berkhianat."Angga dan Omar tidak terkejut mendengar kata-kata Kevan. Karena Kevan sudah memberitahu mereka."Igoy beresin TKP di kota Baubau. Terakhir yang aku tau, dia beresin rumah pacar Anda, Tuan."Kevan berdiri. Dia berjalan mendekati sebuah ko
Pukul 10:00 pagi di mansion keluarga Hanindra. "Kak!" Ciara menjerit begitu melihat wajah Quden. Dia ketakutan.Ciara buru-buru bersembunyi di balik punggung Kevan. Namun, dia masih mengintip karena rasa penasarannya terhadap Quden.Kevan sedang berada di balkon kamarnya. Selain bersama Ciara dan Quden, di sana ada Angga dan Omar juga. Kevin berniat ingin mengenalkan Quden pada Ciara.Setelah semalam berbicara dengan Raymond di saluran telepon, akhirnya Kevan mengikuti saran sahabatnya. Dia ingin Angga dan Quden menjaga Ciara. Sementara itu, Omar dan Ziyad tetap bersamanya. Kevan sedikit tertawa dengan sikap Ciara. Dia merasakan tangan Ciara memegangi pakaiannya kuat-kuat. Kevan memperkenalkan pria yang berdiri di hadapannya. "DiaーQuden Yundri, Yang." Kevan menatap wajah Quden yang memang agak berbeda dari kebanyakan orang. "Nggak usah takut! Mulai sekarang, dia di sini sama aku.""Gimana aku nggak takut? Dia mirip devil di film Devil Beside You. Kamu tau, nggak?"Meskipun merasa t
"Aku nggak bisa mempekerjakan orang yang tertarik sama Cia."Setelah Kevan memastikan Ciara aman bersama Felicia, dia kembali lagi ke kamarnya. Anak buahnya masih menunggu di balkon lantai dua.Kevan berjongkok di hadapan Quden yang babak belur. "Kenapa kamu sengaja mengungkit kejadian hari itu, hah?!" Kevan mencengkeram kuat rambut Quden dan menariknya ke belakang. Omar dan Angga membiarkannya. "Kamu mau narik simpatik Cia?! Nggak gitu caranya, Quden."Quden biasanya selalu bersikap dingin kepada siapapun. Tidak banyak yang tahu latar belakang Quden ataupun cerita-cerita percintaannya. Maka, Kevan hanya bisa menebak-nebak jalan pikiran Quden saja. "Aku udah telepon Ray tadi. Sekarang, kamu bisa pergi dari sini!"Kevan melepaskan Quden. Dia berdiri, lalu membakar rokoknya. Quden merangkak menuju kaki Kevan. "Tuan, tapi aku nggak ada niat apapun." Dia memegangi kedua kaki Kevan seraya menjelaskan isi hati. "Aku nggak ada niat jelek ke Nona Ciara. Aku bisa pastiin itu."Kevan menyin
Omar teringat akan tugas yang Kevan berikan. Dia sudah menyelidiki kediaman keluarga Wijaya. Namun, ada yang aneh di sana. Kevan melihat perubahan wajah Omar. Dia tahu, sesuatu yang tidak beres pasti terjadi.Kevan memadamkan rokok. Lalu, dia menatap Omar seolah sedang mencari-cari perubahan ekspresi wajah bodyguard-nya. "Kenapa?" Omar mengeluarkan handphone. Napasnya sedikit memburu karena merasa kesal. Omar menjawab, "Maafin saya, Tuan. Gara-gara terlalu kesal sama Quden, saya lupa laporan sama Anda." Kevan bisa melihat sikap Omar yang gusar. Namun, dia tidak merespon apapun."Coba lihat, Tuan!" Oma menyodorkan handphone-nya di hadapan Kevan. "Apa ini?" Kevan memperhatikan gambar sebuah rumah besar di layar handphone Omar. "Ini rumah kosong, kan?"Omar mengangguk. Tebakan Kevan sudah dipastikan benar. "Lokasi rumah ini di Perumahan Bukit Mediterania Garden blok B5 nomor 171 kota Paloma, sesuai sama alamat yang Deyan kasih."Mendengar penjelasan Omar, menegaskan bahwa dia sudah
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te