"Mr. KidOO, jangan ngomong gitu!" seru Rara. Dia berjalan mendekati kepala cabang H.O Airways."Saya bilang, kamu diem aja, Ra!" tegur Mr. KidOO lagi.Rara berdiri di sisi kiri Mr. KidOO. Dia mendekati telinga pria berambut hitam tersebut.Rara berbisik, "Mr. KidOO, dia itu Tuan Muda Kevan Hanindra. Dia cucu pertama keluarga Hanindra kesayangan Tuan dan Nyonya Besar. Di masa depan, dia akan gantiin Tuan Christian."Selesai mengetahui fakta, jantung Mr. KidOO nyaris berhenti berdetak. Dia meletakkan kedua tangan di atas meja. Kepalanya tertunduk. Dia buru-buru menguasai dirinya. "Ah, Rara! Kamu itu cuma resepsionis dan lulusan SMA doang. Tau apa kamu tentang Kevan?"Helena mencibir Rara. lalu, dia menoleh ke arah Kevan. "Van, masa kamu nggak kenal Rara sih?"Kevan duduk di sudut meja panjang. Dia menatap Rata mencoba mengingatnya. "Rara itu adik kelas kita. Dia ketua mading sekolah. Inget, nggak?"Benar saja. Usai mendengar penjelasan Helena, Kevan ingat beberapa potongan masa laluny
"Maafin saya, Tuan Kevan. Anda bener. Perusahaan kita bisa gunain pasal 9A untuk mereka."Mr. KidOO melotot begitu membaca artikel tentang pasal 9A yang disebutkan Kevan. Dia tidak menyangka otak Kevan yang begitu cerdas bisa menyerap banyak informasi. Bersamaan dengan itu, pintu ruang meeting terbuka. "Pak Kevan, Pak Eko Zanetti udah di sini." Rara membungkuk sambil memberitahu Kevan. Pria yang datang bersamanya juga ikut membungkuk. "Selamat pagi dan selamat datang, Tuan Muda." Eko memberi salam. Eko maju menghampiri Mr. KidOO. "Pak, ini surat pemutusan hubungan kerja untuk mereka."Mr. KidOO menatap dokumen di tangan Eko. Kevan menyela percakapan mereka."Pak Eko, Kamu aja yang urus! Karena ini bukan wewenang kepala cabang."Kevan benar. Pekerjaan yang berhubungan dengan kontrak kerja adalah tugas HRD. Tapi, kenapa Mr. KidOO yang turun tangan?Itu adalah pemikiran Kevan yang tidak dia ungkapkan. Tapi dia justru mencari tahu. "Ayo pergi ke ruangan kamu, Mr. KidOO!"Kevan melang
"Anda percaya dengan kemampuan Mr. KidOO, Tuan?" Pukul 05:00 sore waktu kota Baubau, Nexterra. Kevan sudah selesai berurusan dengan Mr. KidOO. Kevan tidak kembali ke rumah, ataupun ke apartemen. Namun, dia dan Ziyad sedang dalam perjalanan menuju salah satu restoran Seafood di kota Baubau.Bukan ingin menikmati menu yang ada di restoran seafood, tetapi Kevan akan memenuhi undangan makan malam Adnan Mahdi."Aku udah buktiin sendiri kemampuan baca saham Mr. KidOO emang nggak bisa disepelekan, Ziyad. Kamu sendiri lihat, kan?"Kevan membuka jasnya. Lalu, membuka kemeja yang seharian sudah dipakainya. Dia mengambil kemeja yang tergantung di kirinya. Lalu, memakainya. Dia juga memakai jas hitam yang tergantung."Iya, Tuan. Saya takjub dengan kemampuannya. Mata Tuan Christian memang tajam."Sesekali Ziyad melirik Kevan dari kaca depan mobil. Dia menginjak rem ketika lampu merah lalu lintas menyala. Selesai memakai gel rambut, Kevan kembali duduk tenang. Dia mengaktifkan ponsel lamanya. Me
"Kita udah sampai, Tuan."Kevan tersadar dari lamunannya. Dia menatap pemandangan di luar mobil. Lalu, menatap jam di pergelangan tangan kanannya. "Jam 05:50 sore. Kamu nggak salah tempat, Ziyad? Yakin ini restoran seafood yang Pak Adnan bilang?""Lihat aja nama restorannya, Tuan! Tuh di atas yang warna merah menyala!" Ziyad menunjuk papan nama restoran seafood.Kevan membaca papan nama di bagian atas yang kelap-kelip. "Seafood Murti." "Kalo berdasarkan maps, ya ini tempatnya, Tuan," kata Ziyad.Kevan segera menyimpan ponsel di saku celana. "Ayo!"Kevan membuka pintu mobil dengan sangat tidak sabar. Seseorang menghampirinya dari arah belakang."Selamat sore menjelang malam, Tuan Muda," sapa seorang pria. Kevan berbalik. Dia melihat pria muda berpakaian rapi dengan rambut klimis. Pria itu membungkuk."Kamu Ali Osman?" tanya Kevan. Si pria mengangguk. "Benar. Saya diutus Bu Maudy untuk jadi pengacara pribadi Anda, Tuan Kevan."Kevan menatap Ali. Dia mencoba membaca ekspresi wajahnya
'Kamu memang nggak ngasih tau tentang bisnis Pak Hamdi. Tapi, aku tau Pak Hamdi lebih baik dari kamu, Pak Adnan,' gumam Kevan. Kevan tersenyum. Kevan seolah meremehkan Adnan yang sudah puluhan tahun terjun di dunia bisnis sebelum dirinya.Kevan mendekati mulutnya ke daun telinga Adnan. Dia berbisik, "Pak Adnan nggak mungkin nggak tau bisnis Pak Hamdi, kan?"Adnan membatu. Dia tidak merespon apapun.Kevan duduk tegak kembali. Dia melipat tangannya di atas meja. Dia menatap Hamdi yang mengalihkan pandangan ke arah lain."Hemm, jadi kamu nggak bisa makan seafood, Van? Terus kamu mau pesen apa? Saya akan minta Koki masak spesial buat kamu."Rinanto mengambil alih situasi. Dia melihat raut wajah Hamdi berubah masam dan enggan berinteraksi. Karena Rinanto ingin mengambil keuntungan dari Kevan, maka dia harus menjadi penjilat yang ulung."Sapo tahu biasa aja, Pak," jawab Kevan.'Kenapa aku ngerasa Pak Rinanto lagi coba ambil hatiku, ya?' Kevan berpikir. Dia tentu pandai menilai gerak-gerik
"Eh, Hamdi!" teriak Senopati. "Kamu mau ke mana? Kamu nggak mau cobain rokok baru?"Hamdi menghilang di balik pintu. Dia tidak memedulikan teriakan Senopati. "Ziyad!" Kevan menyerukan nama asistennya. Dia mengangguk. Ziyad bergegas pergi mencari tahu ke mana perginya pria dingin itu. Sekarang, Kevan hanya didampingi Ali Osman. Kevan masih terlihat santai seolah tidak terganggu dengan kata makian dan sikap Hamdi. "Kamu sebelumnya udah kenal Hamdi, Van?" tanya Senopati. "Kok dia kayaknya nggak suka sama kamu? Apa kalian ada masalah di masa lalu?""Iya, Van. Bikin khawatir aja!" celetuk Rinanto. Kevan tersenyum tipis. Kevan terlihat tidak ingin membahasnya. Adnan menambahkan. "Kita berempat akrab. Tapi, Hamdi emang orangnya gitu. Dia susah ditebak. Kelakuan dia tergantung moodnya."Kevan menutup rapat-rapat hubungannya dengan Hamdi. Dia kembali ke topik utama. "Jadi, gimana? Pak Senopati sama Pak Rinanto mau dukung aku, kan?"Kevan mempertegas tujuannya. Dia berharap baik Senopati
"Dan aku pikir, Pak Hamdi yang terhormat lupa sama anak muda yang hinadina ini!"Kevan memberikan isyarat kepada Ziyad dan Ali agar mereka berdua menjauh darinya. Kemudian, Kevan mengambil satu batang rokok premium K.C Tobacco, lalu membakarnya."Cih! Mana mungkin saya lupa sama kampret kayak kamu. Ke mana aja kamu selama beberapa tahun ini?! Sembunyi di mana kamu?!"Kevan Hanindra. Tumbuh besar di lingkungan kumuh kota Tango. Hidup serba pas-pasan dan kerap dihina membuat Kevan menjadi sosok dewasa sebelum waktunya.Hamdi memandangi Kevan dari atas sampai ke bawah. Dia seolah tidak mengenali Kevan."Kamu dan James itu sama-sama kampret. Bedanya, kamu kerja masih pake otak dan James nggak."Kevan dan Hamdi sama-sama menikmati rokok. Mereka membicarakan masa lalu yang kelam."Saking bodohnya, James gampang ketangkap polisi." Hamdi melanjutkan bicaranya. Kevan bersandar di badan mobilnya bagian belakang. Sedangkan Hamdi berdiri agak menjauh dari Kevan. Kevan mengalihkan pembicaraan. "A
"Oh, iーitu ...."Ziyad tidak sanggup berkata-kata. Selain takut salah bicara, dia juga tidak ingin membuat Ciara semakin geram. "Apa?! Kamu mau kasih alasan apa?!"Seolah menantang, Ciara membuat Ziyad kehabisan kata-kata. "Ha! Ha! Ha!" Semua orang terkejut mendengar suara tawa Kevan. Dia membuka matanya. "Ishhh! Kamu cuma pura-pura tidur, ya?!" Ciara kembali tersulut emosi. Dia memukul-mukul lengan Kevan. "Sakit! Sakit!" teriak Kevan menahan sakit. "Kamu nggak sadar udah ganggu tidur aku? Suara kamu tuh berisik banget."Ziyad lega karena Kevan sudah bangun. Sebab jika tidak, mungkin saja Ciara tidak akan berhenti mencaci-maki dirinya. "Makanya kamu tuhー"Kaki Kevan menginjak tanah. Dia menarik tubuh Ciara. Lalu, menutup mulut Ciara dengan bibirnya. "Ummpphh ....""Ah, sial si Kevan!" gerutu Bima.Bima pergi cepat-cepat dari sana. Begitu juga dengan Ziyad. Tubuh Ciara yang semula menegang, kini rileks. Dia membiarkan Kevan menciumnya. Tidak lama, Kevan melepaskan ciumannya.