"Anda percaya dengan kemampuan Mr. KidOO, Tuan?" Pukul 05:00 sore waktu kota Baubau, Nexterra. Kevan sudah selesai berurusan dengan Mr. KidOO. Kevan tidak kembali ke rumah, ataupun ke apartemen. Namun, dia dan Ziyad sedang dalam perjalanan menuju salah satu restoran Seafood di kota Baubau.Bukan ingin menikmati menu yang ada di restoran seafood, tetapi Kevan akan memenuhi undangan makan malam Adnan Mahdi."Aku udah buktiin sendiri kemampuan baca saham Mr. KidOO emang nggak bisa disepelekan, Ziyad. Kamu sendiri lihat, kan?"Kevan membuka jasnya. Lalu, membuka kemeja yang seharian sudah dipakainya. Dia mengambil kemeja yang tergantung di kirinya. Lalu, memakainya. Dia juga memakai jas hitam yang tergantung."Iya, Tuan. Saya takjub dengan kemampuannya. Mata Tuan Christian memang tajam."Sesekali Ziyad melirik Kevan dari kaca depan mobil. Dia menginjak rem ketika lampu merah lalu lintas menyala. Selesai memakai gel rambut, Kevan kembali duduk tenang. Dia mengaktifkan ponsel lamanya. Me
"Kita udah sampai, Tuan."Kevan tersadar dari lamunannya. Dia menatap pemandangan di luar mobil. Lalu, menatap jam di pergelangan tangan kanannya. "Jam 05:50 sore. Kamu nggak salah tempat, Ziyad? Yakin ini restoran seafood yang Pak Adnan bilang?""Lihat aja nama restorannya, Tuan! Tuh di atas yang warna merah menyala!" Ziyad menunjuk papan nama restoran seafood.Kevan membaca papan nama di bagian atas yang kelap-kelip. "Seafood Murti." "Kalo berdasarkan maps, ya ini tempatnya, Tuan," kata Ziyad.Kevan segera menyimpan ponsel di saku celana. "Ayo!"Kevan membuka pintu mobil dengan sangat tidak sabar. Seseorang menghampirinya dari arah belakang."Selamat sore menjelang malam, Tuan Muda," sapa seorang pria. Kevan berbalik. Dia melihat pria muda berpakaian rapi dengan rambut klimis. Pria itu membungkuk."Kamu Ali Osman?" tanya Kevan. Si pria mengangguk. "Benar. Saya diutus Bu Maudy untuk jadi pengacara pribadi Anda, Tuan Kevan."Kevan menatap Ali. Dia mencoba membaca ekspresi wajahnya
'Kamu memang nggak ngasih tau tentang bisnis Pak Hamdi. Tapi, aku tau Pak Hamdi lebih baik dari kamu, Pak Adnan,' gumam Kevan. Kevan tersenyum. Kevan seolah meremehkan Adnan yang sudah puluhan tahun terjun di dunia bisnis sebelum dirinya.Kevan mendekati mulutnya ke daun telinga Adnan. Dia berbisik, "Pak Adnan nggak mungkin nggak tau bisnis Pak Hamdi, kan?"Adnan membatu. Dia tidak merespon apapun.Kevan duduk tegak kembali. Dia melipat tangannya di atas meja. Dia menatap Hamdi yang mengalihkan pandangan ke arah lain."Hemm, jadi kamu nggak bisa makan seafood, Van? Terus kamu mau pesen apa? Saya akan minta Koki masak spesial buat kamu."Rinanto mengambil alih situasi. Dia melihat raut wajah Hamdi berubah masam dan enggan berinteraksi. Karena Rinanto ingin mengambil keuntungan dari Kevan, maka dia harus menjadi penjilat yang ulung."Sapo tahu biasa aja, Pak," jawab Kevan.'Kenapa aku ngerasa Pak Rinanto lagi coba ambil hatiku, ya?' Kevan berpikir. Dia tentu pandai menilai gerak-gerik
"Eh, Hamdi!" teriak Senopati. "Kamu mau ke mana? Kamu nggak mau cobain rokok baru?"Hamdi menghilang di balik pintu. Dia tidak memedulikan teriakan Senopati. "Ziyad!" Kevan menyerukan nama asistennya. Dia mengangguk. Ziyad bergegas pergi mencari tahu ke mana perginya pria dingin itu. Sekarang, Kevan hanya didampingi Ali Osman. Kevan masih terlihat santai seolah tidak terganggu dengan kata makian dan sikap Hamdi. "Kamu sebelumnya udah kenal Hamdi, Van?" tanya Senopati. "Kok dia kayaknya nggak suka sama kamu? Apa kalian ada masalah di masa lalu?""Iya, Van. Bikin khawatir aja!" celetuk Rinanto. Kevan tersenyum tipis. Kevan terlihat tidak ingin membahasnya. Adnan menambahkan. "Kita berempat akrab. Tapi, Hamdi emang orangnya gitu. Dia susah ditebak. Kelakuan dia tergantung moodnya."Kevan menutup rapat-rapat hubungannya dengan Hamdi. Dia kembali ke topik utama. "Jadi, gimana? Pak Senopati sama Pak Rinanto mau dukung aku, kan?"Kevan mempertegas tujuannya. Dia berharap baik Senopati
"Dan aku pikir, Pak Hamdi yang terhormat lupa sama anak muda yang hinadina ini!"Kevan memberikan isyarat kepada Ziyad dan Ali agar mereka berdua menjauh darinya. Kemudian, Kevan mengambil satu batang rokok premium K.C Tobacco, lalu membakarnya."Cih! Mana mungkin saya lupa sama kampret kayak kamu. Ke mana aja kamu selama beberapa tahun ini?! Sembunyi di mana kamu?!"Kevan Hanindra. Tumbuh besar di lingkungan kumuh kota Tango. Hidup serba pas-pasan dan kerap dihina membuat Kevan menjadi sosok dewasa sebelum waktunya.Hamdi memandangi Kevan dari atas sampai ke bawah. Dia seolah tidak mengenali Kevan."Kamu dan James itu sama-sama kampret. Bedanya, kamu kerja masih pake otak dan James nggak."Kevan dan Hamdi sama-sama menikmati rokok. Mereka membicarakan masa lalu yang kelam."Saking bodohnya, James gampang ketangkap polisi." Hamdi melanjutkan bicaranya. Kevan bersandar di badan mobilnya bagian belakang. Sedangkan Hamdi berdiri agak menjauh dari Kevan. Kevan mengalihkan pembicaraan. "A
"Oh, iーitu ...."Ziyad tidak sanggup berkata-kata. Selain takut salah bicara, dia juga tidak ingin membuat Ciara semakin geram. "Apa?! Kamu mau kasih alasan apa?!"Seolah menantang, Ciara membuat Ziyad kehabisan kata-kata. "Ha! Ha! Ha!" Semua orang terkejut mendengar suara tawa Kevan. Dia membuka matanya. "Ishhh! Kamu cuma pura-pura tidur, ya?!" Ciara kembali tersulut emosi. Dia memukul-mukul lengan Kevan. "Sakit! Sakit!" teriak Kevan menahan sakit. "Kamu nggak sadar udah ganggu tidur aku? Suara kamu tuh berisik banget."Ziyad lega karena Kevan sudah bangun. Sebab jika tidak, mungkin saja Ciara tidak akan berhenti mencaci-maki dirinya. "Makanya kamu tuhー"Kaki Kevan menginjak tanah. Dia menarik tubuh Ciara. Lalu, menutup mulut Ciara dengan bibirnya. "Ummpphh ....""Ah, sial si Kevan!" gerutu Bima.Bima pergi cepat-cepat dari sana. Begitu juga dengan Ziyad. Tubuh Ciara yang semula menegang, kini rileks. Dia membiarkan Kevan menciumnya. Tidak lama, Kevan melepaskan ciumannya.
"Coba lihat baik-baik, Pak! Bener nggak dia Luna? Aku udah kirim fotonya via chat."Hening hingga beberapa saat. Kevan tidak lagi mendengar suara Hamdi. "Van, ini di mana? Kok kayak di panggung?""Jawab aja! Dia Luna atau bukan?"Kevan mengulangi lagi pertanyaannya. Kali ini, Hamdi menjawab."Iya. Dia Luna. Kamu ketemu dia di mana? Saya ke sana sekarang."Dia benar-benar Luna. Kevan lega mengetahuinya."Aku di Hanindra Orion Hotel. Aku lagi liat pemilihan brand ambassador. Dan, Luna salah satu pelamar."Hamdi terkejut. "Apa?!" teriaknya.Kevan terpaksa menjauhi ponsel dari daun telinganya. Teriakan Hamdi membuat Kevan merasa tidak nyaman."Jadi, tebakanku bener? Pak Hamdi nggak tau masalah ini?""Luna tertutup. Dia nggak mau ngomong apa-apa sama saya, Van." Hamdi membeberkan alasan.Kevan mendengarkan dengan seksama. Dia tahu kekhawatiran yang dirasakan Hamdi. "Kamu bisa nggak tahan Luna? Saya ke sana sekarang. Jarak dari rumah ke hotel kamu nggak jauh. Ya, cuma 20 menit kalo nggak
"Pak Hamdi, aku udah lihat bakat modelling Luna sejak lama. Tapi, Nyonya ngelarang keras Luna terjun ke dunia modelling."Kevan berada di ballroom. Kevan duduk di belakang deretan kursi juri. Di sisi kanan Kevan, Hamdi duduk dengan wajah tegang. Sedangkan di sisi kirinya, Ziyad menatap panggung dengan antusias. "Jangan panggil dia Nyonya lagi! Dia itu cuma jalang yang aku pungut dari rumah bordil.""Apapun latar belakangnya, Pak Hamdi dan dia pernah jalani kehidupan rumah tangga bersama. Jangan lupa, kamu punya keturunan dari dia, Pak!"Hamdi mengepalkan kedua tangannya di atas paha. Kevan menyadari hal itu. Namun, dia tidak peduli. "Kamu cerdas. Dari dulu, saya selalu kalah lawan kamu, Van. Saya mau nyusul Luna sekarang."Luna sudah selesai audisi. Hamdi bangkit dari duduknya. Hamdi berjalan menuju sisi kanan panggung. Dia berniat menyambut Luna dengan buket bunga di tangannya."Anda nggak ikut Pak Hamdi, Tuan?" tanya Ziyad keheranan."Nggak. Ini momen yang pas buat Hamdi perbaiki h