'Ah, sial! Cia bikin aku nggak fokus aja!' seru Kevan di dalam hati. "Tuan, kalo Nona Ciara risih sama kehadiran saya, mendingan saya ke luar aja dari sini. Gimana, Tuan?"Ziyad tidak enak hati dengan Ciara. Tatapan Ciara yang tajam membuat Ziyad berpikir kalau gadis itu galak. "Nggak," jawab Kevan ketus. "Cia, Ziyad di sini buat jadi saksi kita malam ini. Aku rasa kamu paham.""Saksi? Memang kita mau nikah sekarang, Kak?" Kevan mencoba bersabar menghadapi Ciara yang lugu dan kekanak-kanakan. "Kamu mau nikah sekarang, Ciul?" Kevan bertanya balik."Aku kan tanya kamu. Kenapa jadi kamu tanya aku, sih?" Lagi, Ciara protes. Kevan tertawa. Dia mengusap lembut rambut Ciara. Kedua matanya berbinar bahagia saat bersama Ciara. "Ziyad, mana dokumennya?" tanya Kevan sambil menengadahkan tangan kepada sang asisten."Ini, Tuan." Ziyad memberikan dokumen agak tebal kepada Kevan. Ciara menatap keduanya. "Ciul, simpen nih!" seru Kevan. Dia memberikan dokumen di tangannya kepada Ciara. "Dokume
"Ayo!" Kevan melangkah masuk ke kantor Hanindra Dreamland dengan gagah. Di belakangnya, Ziyad, Putra dan Rozak mengikuti.Begitu sampai di lobi, dia melihat dua resepsionis wanita. Satu diantaranya sedang make up dan satunya lagi sedang sibuk di depan layar komputer."Erina, kamu udah selesai make up? Kalo udah, bantu aku bawa paketan ini ke Pak Danny, ya! Aku masih harus masukin data kemarin ke komputer. Kamu kenapa kemarin nggak kerjain sih?""Aduh, Ayu! Kamu berisik banget!" tegur Erina. "Kamu itu junior. Sedangkan aku senior kamu. Kok kamu berani suruh-suruh aku, sih?!" Ayu hanya menggeleng. "Ya udah kalo kamu nggak mau, nggak usah bentak-bentak gitu! Nanti aku aja yang ke ruangan Pak Danny."Kevan mendengar Ayu mengalah. Dia hanya geleng-geleng. "Eh kamu tau, Ayu? Aku tuh pagi ini tampil beda. Aku sengaja make up tebal kayak gini karena kamu tau, kenapa?" Erina bertanya dengan raut wajah gembira. Ayu terlihat enggan menanggapi. Namun demi menghindari perdebatan panjang dengan
"Pak Danny!" teriak Erina. Wajahnya pucat pasi. "Bapak bilang cuma cinta sama aku. Aku rela kasih keperawanan demi Bapak. Terus, sekarang apa?"Erina menangis. Dia kecewa dengan tingkah Danny yang ternyata adalah seorang playboy.Kevan terkejut mendengar pengakuan Erina yang terang-terangan. Namun, dia buru-buru bersikap santai.Sebagai teman satu divisi, Ayu kaget bukan main. Dia mengguncang bahu Erina."Jadi, kamu sombong selama ini karena merasa sudah berhasil tidur sama Pak Danny? Dan kamu pikir, dia cinta sama kamu?"Erina diam. Dia sibuk mengusap air matanya. "Aku nggak nyangka, kamu main cara kotor kayak gitu, Erin," lanjut Ayu. Karyawan yang berada di dekat ruang kerja Danny berhamburan datang. Mereka terkejut mendengar teriakan Erina."Erin, ternyata kamu jalang!" tuding seorang karyawan wanita berambut ikal. "Kesombongan kamu dibayar tunai hari ini.""Seorang senior divisi resepsionis udah jual keperawanan demi posisi aman.""Eh iya, pantas kamu bisa bertahan kerja di sini
"Kamu liat sendiri, kan? Aku dan Angel juga dipecat. Gimana aku bisa bantu kamu, Erin?"Danny berkata dengan nada tinggi kepada Erina. Semua orang mencemooh mereka. "Lagian kamu dan aku nggak ada hubungan apa-apa. Sana, jauh-jauh dari aku!"Danny mendorong Erina. Dia menatap Angel yang berdiri di belakangnya."Pak Rozak, pastiin mereka bertiga keluar dari gedung ini 30 menit dari sekarang!" perintah Kevan."Siap, Tuan Kevan!" seru Rozak bersemangat."Hei, kalian bertiga!" panggil Fadhli. "Cepat beresin semua barang kalian dan angkat kaki dari sini!""Tapi, Pak, gimana sama gaji kami?" tanya Angel. "Bapak harus bayar gaji kami!""Bayar aja sesuai dengan hari kerja mereka, Pak!" seru Kevan. "Karena mereka berhenti dengan cara nggak hormat, jadi nggak ada tunjangan apapun lagi."Semua orang menelan ludah dengan susah payah. Mereka diam mendengarkan seruan Kevan.Usai berkata, Kevan pergi dari sana. Ziyad dengan sigap mengikuti langkah Kevan. Begitu juga dengan Fadhli.Namun begitu sampa
"Yang kaya raya itu bukan aku, tapi Kakek dan Nenekku. Jadi, beli punya keluarga sendiri tuh nggak dosa. Karena uangnya jadi pemasukan untuk perusahaan keluarga sendiri. Bener, nggak?"Semua orang terdiam mendengar penjelasan Kevan. Karena semua itu memang masuk akal. Namun, Roni tampaknya tidak puas. "Tapi, bener Tuan Kevan Cucu pertama keluarga Hanindra, Bu Diana? Soalnya saya nggak pernah liat wajahnya muncul di TV ataupun di media sosial."Masih dengan gayanya yang santai, Kevan justru tertawa menanggapi pertanyaan Roni. "Ha! Ha! Ha!"Ziyad melirik tuannya. Dia membalas, "Tuan Kevan nggak banyak gaya. Bahkan akun media sosialnya kosong. Nggak ada postingan apa-apa, selain hasil karyanya.""Kalo boleh tau, karya apa, Pak Ziyad?" tanya Arga. Dia masih penasaran dengan sosok Kevan yang sederhana."Graffiti," sahut Ziyad. "Karya graffiti di under pass kota Tango hasil tangan Tuan Kevan."Arga tambah antusias dengan Kevan. Dia memuji Kevan. "Wah! Bener-bener anak muda yang kreatif."
"Lantai 3 Ini untuk apa, Tuan?" tanya Diana begitu mereka sampai di lantai 3. "Apa iya ruang santai?"Kevan terkekeh. "Ini ruang meeting informal," sahut Kevan. Kevan duduk di salah satu kursi kayu dengan bantal duduk yang empuk. Ziyad menatap keindahan ruang meeting dengan takjub."Apa Tuan Kevan yang mendesainnya juga?" Ziyad bertanya dengan rasa penasaran yang memuncak."Benar Tuan Ziyad," jawab Brandon. "Saya cuma nambahin aja supaya perfect.""Ruang meeting ini punya konsep open space. Jadi, nggak ada meja panjang dengan kursi yang saling berhadapan kayak di HHC."Kevan menjelaskan. Semua orang terpukau dengan kecerdasan Kevan. "Benar-benar beda dari ruang meeting yang lain!" puji Diana."Desainnya dibuat seperti sebuah ampliteater. Kursi-kursi kayu disusun meninggi ke atas dikombinasi sama bantal duduk."Semua orang mendengarkan penjelasan Brandon. Dia senang melihat Kevan puas dengan hasil kerjanya. Kevan bertanya, "Gimana? Kalian udah ngerasa santai dan rileks belum?" "Iya
"Mr. KidOO, jangan ngomong gitu!" seru Rara. Dia berjalan mendekati kepala cabang H.O Airways."Saya bilang, kamu diem aja, Ra!" tegur Mr. KidOO lagi.Rara berdiri di sisi kiri Mr. KidOO. Dia mendekati telinga pria berambut hitam tersebut.Rara berbisik, "Mr. KidOO, dia itu Tuan Muda Kevan Hanindra. Dia cucu pertama keluarga Hanindra kesayangan Tuan dan Nyonya Besar. Di masa depan, dia akan gantiin Tuan Christian."Selesai mengetahui fakta, jantung Mr. KidOO nyaris berhenti berdetak. Dia meletakkan kedua tangan di atas meja. Kepalanya tertunduk. Dia buru-buru menguasai dirinya. "Ah, Rara! Kamu itu cuma resepsionis dan lulusan SMA doang. Tau apa kamu tentang Kevan?"Helena mencibir Rara. lalu, dia menoleh ke arah Kevan. "Van, masa kamu nggak kenal Rara sih?"Kevan duduk di sudut meja panjang. Dia menatap Rata mencoba mengingatnya. "Rara itu adik kelas kita. Dia ketua mading sekolah. Inget, nggak?"Benar saja. Usai mendengar penjelasan Helena, Kevan ingat beberapa potongan masa laluny
"Maafin saya, Tuan Kevan. Anda bener. Perusahaan kita bisa gunain pasal 9A untuk mereka."Mr. KidOO melotot begitu membaca artikel tentang pasal 9A yang disebutkan Kevan. Dia tidak menyangka otak Kevan yang begitu cerdas bisa menyerap banyak informasi. Bersamaan dengan itu, pintu ruang meeting terbuka. "Pak Kevan, Pak Eko Zanetti udah di sini." Rara membungkuk sambil memberitahu Kevan. Pria yang datang bersamanya juga ikut membungkuk. "Selamat pagi dan selamat datang, Tuan Muda." Eko memberi salam. Eko maju menghampiri Mr. KidOO. "Pak, ini surat pemutusan hubungan kerja untuk mereka."Mr. KidOO menatap dokumen di tangan Eko. Kevan menyela percakapan mereka."Pak Eko, Kamu aja yang urus! Karena ini bukan wewenang kepala cabang."Kevan benar. Pekerjaan yang berhubungan dengan kontrak kerja adalah tugas HRD. Tapi, kenapa Mr. KidOO yang turun tangan?Itu adalah pemikiran Kevan yang tidak dia ungkapkan. Tapi dia justru mencari tahu. "Ayo pergi ke ruangan kamu, Mr. KidOO!"Kevan melang
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te