Hidup tidak bisa dijalani sesuai dengan keinginan kita. Semua ada pilihan-pilihannya dan setiap pilihan itu pasti ada konsekuensinya. Kita yang menjalani hidup itu harus bisa memilih yang terbaik. Apakah kita mau memilih dari salah satu pilihan yang diberikan dengan konsekuensinya masing-masing? Atau kita bisa saja tidak memilih namun pasti akan tetap ada konsekuensinya? Pikirkanlah itu semua, jangan menyesal karena telah salah menjatuhkan pilihan…
***
“Chel, sudah sampai?” ucap seseorang dari telepon yang digenggam gadis manis itu.
“Aku lagi nungguin barang di bagasi Yadi, nanti kalau aku duluan yang sampai di ruang tunggu pasti aku telpon kamu.” Gadis itu terlihat agak repot dengan koper dan ransel yang dia gendong serta HP yang memenuhi tangannya.
“Oke deh.” Lelaki itu mematikan hpnya dan langsung melesat menuju tempat di mana dia dan gadis itu sudah berjanji untuk bertemu.
Dengan setengah berlari, lelaki itu mendapati gadis manis itu yang ternyata sudah sampai di ruang tunggu duluan, “Sorry Chel, aku tadi bingung jalan masuk ruang tunggunya yang mana makanya agak lama nyampe sini,” ujar lelaki itu ngos-ngosan.
“Ya ampun sampai ngos-ngosan gitu, nggak apa-apa kok, Yadi. Eh kita langsung pulang aja yah, nggak usah singgah-singgah lagi, aku capek banget nih.” Gadis itu masih mengulas senyum manis walau sangat terlihat kalau dia sudah sangat lelah.
“Oke deh tuan putri,” balas lelaki itu lalu membantu gadis itu membawa barangnya ke mobil.
***
Setelah agak lama diperjalanan gara-gara macet, mereka berdua pun sampai di rumah besar yang terlihat mewah tapi tampaknya tidak ada siapa-siapa di rumah itu. “Papa sama mama aku belum pulang dari kerja yah, Yadi?! Nggak sadar apa mereka kalau anaknya pulang hari ini, masih kerjaan aja yang diurusin!” Rachel memasang wajah masam.
“Masuk ajalah dulu Chel, nanti di dalam baru ngobrolnya biar enakan,” jawab Yadi cuek, dia terus berjalan masuk ke rumah itu dengan membawa seluruh barang-barang Rachel. Rachel masih dengan mode ngambek tetap mengikuti Yadi berjalan masuk ke rumahnya.
Terlihat dalam rumah itu sangat gelap, “Yadi nyalain lampunya dong, gelap banget ini nggak bisa lihat apa-apa!” teriak Rachel. Sayangnya nihil, tak ada satu pun balasan dari Yadi atau lampu yang menyala terang, “Yadi mana sih?!” batinya.
Tiba-tiba lampu menyala, “SUPRAISE!!! Selamat datang Rachel… kami semua kangen sama kamu!!!” teriak sahabat-sahabatnya dan langsung memeluk gadis manis itu.
Rachel membalas pelukan sahabatnya itu dengan perasaan senang, dia tidak menyangka kalau sahabat-sahabatnya bakalan menyambut kepulangannya, “Thank you yah, ya ampun… aku juga kangen banget loh sama kalian. Aku pikir bakalan cuma Yadi aja yang nyambutin aku pulang bahkan aku nggak mikir kalau mama sama papa bakalan sempatin waktu kasih kejutan buat aku.” Rachel melayangkan pandangannya kepada orang tua dan sahabat-sahabatnya itu, sudah berapa lama dia tidak bertemu dengan mereka bahkan hal itu hampir membuat Rachel meneteskan air matanya.
“Kita nggak bakalan mungkin biarin kamu pulang ke rumah sendirian tanpa ada sambutan dari kita kan, sayang. Makanya mama sengaja nyuruh Yadi buat jemput kamu dengan alasan sibuk supaya mama bisa bantu teman-teman kamu untuk nyiapin pesta penyambutan kamu.” Mama Rachel langsung memeluk anaknya haru begitu juga dengan papanya, sudah berapa lama mereka tidak tinggal dalam satu rumah dan membuat papa dan mamanya harus pulang balik untuk menemuinya. Rachel juga tidak kuasa untuk menahan air matanya, jujur dia sangat rindu dengan orang tuanya walau mereka sering pulang balik untuk menemui Rachel tapi tidak akan sama seperti Rachel tinggal bersama mereka.
“Sekarang Chel, kamu bersih-bersih dulu sama ganti baju terus ikut makan yah. Aku dah siapin makanan kesukaaan kamu di halaman belakang,” ujar salah satu sahabatnya yang bernama Liora.
“Emang Liora deh sahabat aku yang paling jago masak, makasih yah, Liora. Semuanya aku tinggal dulu yah bentar, nanti langsung aku nyusulin ke halaman belakang kok.” Rachel segera menuju kamarnya yang sudah sangat lama dia tinggalkan sementara yang lainnya berjalan ke halaman belakang rumah Rachel.
Rachel memasuki kamarnya, tidak ada yang berubah, semua tampak sama seperti terakhir dia meninggalkan kamar itu. Papa dan mamanya sangat mencintainya dan dia yakin kalau mereka sebenarnya berat melepaskan Rachel yang tiba-tiba memutuskan pergi waktu itu karena itu mereka tidak mengubah tatanan kamar Rachel agar mereka masih merasa Rachel selalu ada dekat mereka.
Rachel anak tunggal keluarga itu tapi Rachel sangat merasa kalau orang tuanya tidak pernah memanjakannya. Segala sesuatu yang Rachel inginkan harus diputuskan dengan dibicarakan dulu oleh semua anggota keluarga. Seperti keputusannya yang ingin meninggalkan rumah waktu, dia yakin kalau orang tuanya merasa konyol dengan alasan Rachel untuk pergi tapi melihat Rachel yang sepertinya memang membutuhkan suasana baru, akhirnya mereka sepakat merelakan Rachel berjauhan dari mereka selama 3 tahun lebih.
Rachel membuka kotak berdebu yang selalu dia simpan di laci paling bawah lemarinya, setidaknya itu adalah salah satu tempat yang tidak akan dibuka sama sekali oleh mamanya. Beberapa mainan anak-anak, aksesoris anak-anak serta foto-foto kenangannya bersama sahabatnya selalu dia simpan di kotak itu. Tidak ada yang berubah dari semua sahabat-sahabatnya, tidak ada yang berubah kecuali satu. Ada yang menghilang, memutuskan pergi tanpa berkata apapun dan membuat Rachel juga harus memutuskan untuk pergi menjauh.
***
Setelah makan, Rachel lalu berjalan membawa minumannya dan duduk di bawah pohon rindang di belakang rumahnya. Dia termenung sambil memandang rumah besar yang berada pas di samping rumahnya. Dia tak sadar bahwa ada Yadi, cowok yang tadi menjemputnya di bandara, mendatanginya, “Chel, Rachel… Rachel!!!” teriak Yadi sambil melambai-lambaikan ke 5 jari tangannya di depan muka Rachel yang sedang termenung.
“Eh, iya Yadi, kenapa?” tanyanya bingung.
“Masih kangen yah sama dia?” Yadi ikut memandang rumah besar yang tadi juga dipandang oleh Rachel.
Rachel menunduk, wajahnya berubah sendu, “Iya… tapi aku harus melupakan dia kan? Aku nggak tau dia di mana tapi di manapun dia, aku tau kalau dia lebih bahagia di sana dibandingkan di sini bersama kita.” Rachel menarik napas dalam, berusaha menenangkan dirinya.
“Aku yakin dia sebenarnya tidak bermaksud seperti itu, dia pasti punya alasan kenapa tiba-tiba berjalan pergi dari kita. Mau alasannya masuk akal atau tidak tapi Chel, aku mau kamu kembali ke sifat ceria kamu yang dulu sebelum dia pergi. Aku sama anak-anak sangat khawatir saat kamu memutuskan untuk pergi juga dan sebenarnya kita tidak ingin kamu pergi tapi kita yakin kalau itu bisa membuat kamu tenang dan kembali seperti dulu lagi, aku rindu Rachel yang dulu.” Yadi mengacak-acak rambut Rachel sambil mengulas senyum, menenangkan hati sahabatnya ini adalah prioritas utama Yadi sekarang.
Rachel tersenyum memandang Yadi, sahabatnya dari kecil selalu menjadi orang yang paling sabar untuk menenangkan dan menghibur dia saat sedih. Salah satu sahabatnya yang sudah 3 tahun dia tinggalkan ke Jogja untuk menenangkan diri tapi tidak pernah berubah dari sejak itu. Yadi selalu menelponnya, menanyakan keadaannya bahkan tidak segan-segan ke Jogja kalau Rachel sedang sakit, sedang sedih atau saat dia sedang banyak waktu senggang, sebenarnya sahabat-sahabatnya yang lain juga seperti itu tapi Yadi yang paling sering menanyakan keadaannya. Sebenarnya Rachel menyematkan nama Guardian Angel buat Yadi tanpa Yadi ketahui karena Rachel betul-betul merasa dijaga oleh Yadi, Rachel bahkan tidak peduli entah Yadi suka apa tidak dengan nama itu.
“Tapi Chel, jangan pernah benci sama dia, dia masih tetap sahabat kita dan kita akan berusaha memahami apa sebab dia pergi. Anak-anak yang lain juga selalu kangen kok sama dia dan selalu berharap kalau suatu hari dia memutuskan buat kembali ke kita. Udahlah kita nggak usah bahas itu lagi, kamu udah siap kan buat masuk kampus bareng-bareng kita.” Lihatlah, Yadi mempunyai hati seperti malaikat bukan? Sejahat apapun sahabatnya, meninggalkannnya tanpa alasan apapun bahkan tanpa salam apapun tapi dia akan terus berusaha mengerti semuanya.
Rachel mengulas senyum lebar, “Iya, aku kangen ngampus bareng lagi sama kalian.”
“Woi… berduaan mulu, ketiganya setan loh! Ayo sini, tiramisu bikinan Liora udah jadi ini!” teriak salah satu sahabat mereka, Jovan.
Yadi berdiri dan mengulurkan tangannya ke Rachel, “Ayo, kita isi perut dulu sebelum menghadapi hari-hari selanjutnya.” Rachel tersenyum dan membalas uluran tangan Yadi, mereka kemudian berlari menuju sahabat-sahabatnya.
Pagi itu Universitas Vinza Wacana terlihat heboh, pasalnya ada seseorang yang berjalan bersama sekelompok mahasiswa yang terkenal popular di kampus itu. Walau sangat terlihat banyak yang jelas-jelas berbisik-bisik menggosipi mereka juga menatap mereka heran tapi nyatanya 4 gadis manis dan 3 lelaki tampan itu tetap cuek terus berjalan dan berakhir di sebuah ruangan yang langsung ditutup dari dalam.“Eh-eh, siapa tuh?” tanya salah seorang siswa yang bernama Kenan.“Kamu nggak baru keluar dari goa kan Kenan?! Masa kamu nggak kenal sama anak popular di angkatan kita, senior aja tau kok tentang mereka,” cetus seorang cewek yang bernama Wulan tapi matanya tetap saja memandang ke HP nya.“Makanya jangan main nyeletuk aja, lihat dulu baru ngomong! Aku nanyain cewek yang diantara mereka itu, kayaknya anak baru deh. Setahu mereka kan selalu berenam aja, cuma Yadi, Jovan, Tristan, Janetta, Liora sama Jelena aja kan?!” Kenan menjitak kepa
“Guys, bangun… kita udah hampir telat nih jemput papa sama mama aku!” Rachel berusaha membangunkan teman-temannya yang masih tertidur pulas.“Beneran Rachel?! Kenapa nggak di bangunin dari tadi sih?” protes Tristan yang masih sempat-sempatnya marah dulu sama Rachel.“Ya ampun Tan, masih sempat-sempatnya kamu ngomelin Rachel sementara yang lain udah langsung ke kamar mandi,” komentar Janetta yang pagi-pagi sudah sibuk dengan HP barang kesayangannya. Tristan yang melihat 2 sahabat cowoknya dah pada masuk ke kamar mandi dengan gercepnya juga memasuki kamar mandi yang kosong.Rumah Rachel memang besar dengan tersedia kamar mandi yang dikhususkan untuk tamu dan untuk tuan rumah jadi sudah dijamin tidak ada alasan telat karena antri kamar mandi kalau nginap di rumah Rachel. Sementara 4 cewek manis yang sudah siap dari tadi itu mulai bergerak menyediakan sarapan buat mereka supaya selesai geng cowok siap-siap mereka bisa langs
“Rachel!” teriak Yadi sambil terus mengejar Rachel. Rachel mendengar teriakan Yadi sedari tadi dan menurutnya sudah cukup dia membuat Yadi harus capek-capek buang tenaga untuk mengejarnya lagi. “Sumpah Rachel, aku capek banget ngejar ka…” Kata-kata Yadi tiba-tiba terhenti karena Rachel yang langsung memeluknya, melepaskan semua tangisan yang dia tahan sejak tadi.“Di, aku bener-bener kangen sama dia, kenapa sih aku jadi lemah kayak gini gara-gara dia?” Rachel terus menangis tersedu-sedu.“Rachel, kamu begini itu bukan berarti kamu lemah tapi karena kamu belum bisa menerima dia meninggalkan kita tanpa perkataan apapun dan sampai sekarang kita juga masih sedih kalau ingat hal itu. Nangis aja Rachel, kamu nggak lemah dengan nangis seperti itu malah itu mungkin akan membuat kamu menjadi kuat nantinya.” Yadi berusaha menenangkan Rachel dengan mengusap kepalanya lembut walau dalam hatinya merapalkan doa-doa agar Rachel t
“Kalian baik-baik di Indonesia, Indira, Haniel, tolong jaga Javas dengan baik. Kalau ada apa-apa kayak kemarin, kamu langsung telpon papa yah.” Papa Javas dan Haniel kembali mengingatkan mereka.Penumpang yang menaiki pesawat menuju Indonesia sudah dipanggil. Javas, Haniel dan Indira langsung masuk ke pesawat itu sementara papanya juga langsung pulang tanpa melihat pesawat itu pergi. Harus diketahui bahwa papanya tidak pernah setuju dengan kembalinya mereka ke Indonesia tapi karena kesepakatannya dengan Haniel maka dia harus menelan mentah-mentah ketidaksukaannya itu.****Yadi bangun dari tidurnya, dia melihat Jelena dan Rachel yang lagi bersenda gurau. “Jelena, kamu udah baikan? Badannya udah nggak sakit-sakit lagi?” tanya Yadi sambil memeriksa keadaan Jelena.“Bagian kaki masih sakit tapi kalau seluruh badan udah baikkan kok.” Jelena tersenyum menandakan dia mulai baikan, tersimpan rasa bahagia dihatinya karena Yadi
Pagi yang terik, Indira terbangun dari tidurnya karena dikagetkan oleh matahari silau yang menyinari matanya. Cewek manis itu berjalan ke kamar Haniel yang berada tepat di samping kamar kakak sepupunya, Javas. Dilihatnya Haniel masih tertidur dengan pulasnya, “Sekarang emang jam berapa sih? Nih anak kok masih ngorok?” batin Indira. Dia akhirnya menuju ruang keluarga, dilihatnya mbok juga belum mempersiapkan sarapan sepertinya belum bangun juga. Indira memalingkan wajahnya ke jam yang terpampang di dinding ruang keluarga, “Ya ampun, dah pagi banget! Kok orang-orang di rumah belum pada bangun yah? Keasyikan tuh nonton bola sampai pagi, mbok ikut-ikutan juga lagi! Ehm… daripada aku sendirian di rumah belum ada orang bangun mending aku pergi jalan-jalan keluar.”Indira berlari-lari kecil menyusuri jalan di kompleks rumah sepupunya. Tiba-tiba dari arah berlawanan lewat sebuah motor ninja hitam sedikit menyerempet Indira sampai dia terjatuh. Motor itu
Javas tidak mengenali tempat itu bahkan mengunjunginya pun tak pernah tapi dengan cara apa dia sampai di tempat itu? Tempat itu hanya dipenuhi oleh pohon-pohon tinggi dan lebat, sepertinya dia ada di hutan. Tidak ada hewan apalagi orang di sana, tiba-tiba dia merasa ada yang memegang pundaknya. Dia berbalik, tampak di depannya 2 orang gadis manis yang sangat dia kenal, dia adalah Rachel dan Indira. Dua cewek itu tersenyum manis ke arah Javas, mereka berdua lalu menarik tangan Javas masuk ke dalam hutan itu.Mereka menikmati kebersamaan mereka di tempat itu sampai tiba-tiba sebuah asap hitam menutupi mereka dan seseorang memukul belakang Javas. Setelah asap hitam itu hilang dia bangun dengan tertatih, sangat terasa sakit pukulan yang tadi diberikan kepadanya. Samar-samar dia mendengar suara seseorang berteriak minta tolong memanggil namanya, “Kak Javas, kak Javas tolong!!!” Dia langsung mencari sumber suara tersebut.Semakin lama dia semakin jauh masuk ke hu
Javas terbangun dari tidurnya, dia melihat sekitarnya dan samar-samar dia melihat wajah teman-temannya. Javas memegang kepalanya yang terasa pusing, dia ingin bangun tapi badannya sangat lemah. “Aku bantuin kak, badan kakak masih lemah kan.” Indira membantu Javas untuk menyender di tempat tidurnya.Javas masih mengusap kepalanya yang masih agak pusing, dia lebih memperhatikan teman-temannya yang sebenarnya dia bingung kenapa mereka semua bisa di sini, “Kalian?!”Jovan mendekat ke samping Javas dengan wajah penuh marah, “Bro, kamu sekarang anggap kita apasih, bukan sahabat kamu lagi?! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu udah datang ke Indonesia?! Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi seperti ini?!”Liora langsung mengelus punggung kekasihnya itu, “Sabar Van… Javas baru sadar, kamu jangan langsung marah-marah gitu dong!” Javas menunduk, tak mampu dia menatap teman-temannya.“Jovan pantas kok
Matahari cerah menghiasi langit pagi itu dan terlihat rumah besar itu sudah penuh dengan hiruk pikuk. “Mbok, baju Indira yang Indira taro di ruang laundry udah selesai mbok setrika yah? Indira cariin lagi kok udah nggak ada?” teriak Indira dari dalam ruang laundray rumah itu.Haniel juga buru-buru turun dari lantai dua kamarnya, sampainya di meja makan dia juga malah ikutan teriak, “Mbok, sarapan belum dibikinin yah? Kalau belum nggak usah bikin sarapan buat Haniel deh, Haniel makan di sekolah aja nanti.”Javas yang duduk di meja makan sedang menikmati bacaan buku paginya jadi agak terganggu mendengar 2 adik-adiknya ini teriak-teriak, “Kalian kenapa sih ribut banget kayak gitu?!” tegurnya. Indira yang dari tadi pulang balik mencari perlengkapan kuliahnya dan Haniel yang mulai teriak-teriak nyariin pak Tarno untuk antar dia ke sekolah akhirnya terdiam. Habisnya kalau Javas sudah dalam mode tegas dan kesal seperti itu akan sangat memba
Javas berjalan lesu ke ruang tempat kumpulnya, dia menaruh tasnya di kursi kemudian terduduk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Dia sangat lelah dengan aktivitasnya hari ini, ditambah masalah sahabatnya yang belum selesai. Dia terduduk dan bersandar di kursinya, dia masih malas untuk pulang di rumah, tidak akan membuat dia berhenti memikirkan tentang sahabat-sahabatnya ini. Tiba-tiba Rachel juga masuk dengan muka yang kusut, dia juga capek dengan semua masalahnya hari ini. Javas teringat sesuatu yang ingin dia bicarakan ke Rachel akhirnya dia mendekati Rachel, Rachel yang merasa di dekati Javas langsung berbalik ke Javas. “Ada apa, Vas?” tanyanya.“Aku dengar pembicaraan kamu sama Indira di rumah sakit…” ujar Javas perlahan.Rachel tersenyum, “Aku sudah menduga kalau kamu mendengar semua pembicaraan kami.”Javas menatap Rachel dalam, “Kenapa kalian harus ikut dalam permasalahan ini, Chel? Biarkan aku yang
Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang terlihat sangat sepi, semua masih memikirkan bagaimana nasib pertemanan mereka selanjutnya. Liora dan Tristan terlihat paling murung di antara mereka semua, bagaimana tidak? Setelah kejadian di mall kemarin, kurang lebih sudah 4 hari Janetta dan Jovan tidak terlihat di kampus. Liora jadi sering melamun bahkan menangis sendiri, dia selalu berharap kalau Jovan datang dan menerima permintaan maafnya, dia tau kalau dia juga salah karena tidak pernah memberitahukan ke Jovan kalau dia diberikan surat nggak penting itu.#Tristan pun sama, dia ingin Janetta datang dengan gaya cueknya dan duduk di sampi
Javas turun dari kamarnya sehabis bangun tidur, dia memperhatikan teman-temannya yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dia bosan dengan teman-temannya kalau sedang acuh nggak acuh seperti ini, dia berbalik dan mendapati sebuah grand piano putih miliknya. Dia berjalan mendekati piano itu dan mengelusnya, sudah lama sekali dia tidak memainkan piano ini. Dia mencari seseorang yaitu Jelena dan mendapati Jelena sedang membaca. Javas mendekati Jelena dan membisikkan sesuatu di telinga Jelena sementara yang lain tidak terlalu memperhatikan karena masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Jelena mengangguk senang lalu mengikuti Javas, Jelena duduk di samping Javas dan Javas mulai memencet tuts piano itu.
Yadi dan Jelena memasuki ruang UGD tempat Javas dan Rachel dirawat karena tidak sadarkan diri. Yadi dan Jelena bergabung dengan teman-temannya, “Rachel sama Javas kenapa sih, Van?” Yadi mencoba meminta penjelasan ke Jovan.“Kalian dari mana aja sih emang?! Rachel sama Javas habis digebukin sama seseorang yang nggak dikenal.” Jovan memberikan penjelasan ke Yadi.Yadi menatap keadaaan Rachel sedih, “Kami berdua dari rumah aku, Yadi nyusulin ke rumah karena nggak ketemu sama aku di tempat les soalnya aku pulang bareng temanku. Kamu tau Van, siapa yang gebukin mereka sampai kayak begini?” Jelena ikut nimbrung dalam pembicaraan Yadi dan Jovan.Jovan menggeleng pelan, dia betul-betul tidak melihat siapa orang yang memukul Javas sampai seperti ini, “Mungkin Indira tau karena dia yang pertama kali temuin Rachel dan Javas di gudang.” Janetta juga ikut nimbrung. Mereka semua pun terdiam, akhir-akhir ini sudah banyak kali mer
Nugraha sudah selesai dengan segala urusan perkampusannya dan siap-siap untuk pulang. Tiba-tiba seseorang mendatanginya, “Aku mau bicarain sesuatu sama kamu tapi nggak di sini,” ujar Clement setengah berbisik. Nugraha mengangguk kemudian mengikuti Clement menuju markas besar mereka.“Ada apa sih, Ment?” tanya Nugraha ketika mereka sudah tiba di markas.“Aku ingin memberikan peringatan pertama ke Javas lewat seseorang yang sudah aku jadikan target, ini orangnya.&rd
“Apa maksud Nugraha dengan mengatakan kalau aku adalah Rahmi keduanya? Apa aku gadis yang dia maksud masuk ke dalam kehidupannya dan akhirnya mulai melupakan rasa sakitnya karena kehilangan Rahnmi?” Pertanyaan itu terus membayangi pikiran Indira. Akibat memikirkan hal itu, Indira sampai kurang tidur semalam dan berujung dia jadi lemas dan ngantuk.Javas memperhatikan adik sepupunya itu dari kaca spion depan mobilnya, “Kamu nggak enak badan lagi yah, Ra? Kalau iya biar aku antar Rachel sama Haniel dulu terus kita putar balik ke rumah biar kamu istirahat di rumah,” suruh Javas.Indira menggeleng, sepertinya pemikiran Indira akan bertambah kalau dia sendirian di rumah tapi kalau dia bertemu dengan teman-teman kelasnya mungkin dia bisa melupakan sebentar mengenai Nugraha. “Aku nggak apa-apa kok kak, semalam aku kurang tidur makanya ngantuk.” Indira memutuskan menolak permintaan Javas.Mereka akhirnya sampai di kampus setelah
“Berhenti di sini aja Ga, itu rumah aku.” Indira menunjuk rumahnya yang agak besar dan megah.Nugraha memberhentikan mobilnya kemudian mulai memperhatikan rumah itu, “Kamu tinggal di sini sama siapa Ra, kelihatannya sepi banget?” tanya Nugraha ketika mendapatkan satu kesimpulan bahwa rumah sebesar ini tidak mungkin hanya Indira seorang di dalamnya.“Aku tinggal sama sepupu-sepupu aku, om aku tinggalnya di luar negri jadi yang jagain kamu di sini cuma satu pembantu dan supir. Sepupu aku satunya sekampus sama aku tapi masih tinggal nonton tadi sementara sepupu aku yang satu lagi masih sekolah SMA.” Indira menjelaskan panjang lebar.“Tante kamu mana? Terus kenapa kamu nggak tinggal sama mama dan papa kamu?” tanya Nugraha lagi setelah dia merasa masih ada yang kurang.Wajah Indira berubah sedih, “Tante meninggal sejak aku umur 3 tahun karena penyakit kanker. Sedangkan papa sama mama aku cerai sejak aku lah
Hari ini ada pertandingan basket antar kampus Javas cs dan semua mahasiswa/wi kampus sudah memenuhi lapangan basket. Hal ini semakin ramai karena mereka tau kalau kampus mereka menjadi tuan rumah dalam pertandingan basket ini. Javas cs sudah berkumpul di tempat berkumpul para pemain, kebetulan Jovan adalah salah satu pemain dalam tim basket kampus mereka, “Please guys, masalah kemarin jangan membuat kita pada loyo yah buat mendukung Jovan, lupain aja dulu. Kamu juga Van, nggak usah kepikiran yah, kamu harus fokus mainnya, tetap tenang dan buat tim kampus kita menang.” Javas berusaha menyamangati teman-temannya.Yadi datan
Haniel sampai di depan rumah Jovita, tanpa basa-basi lagi dia langsung mengetuk pintu rumah itu. “Eh den Haniel toh, ada apa den?” Seseorang membuka pintu itu yang ternyata adalah pembantu Jovita.“Jovitanya udah pulang kan, bi?” tanya Haniel.“Loh, belum kok den, emang ada apa yah, den?” tanya bibi itu lagi.Haniel terdiam, seharusnya Jovita sudah ada di rumah kalau pulang sejak pagi tadi lalu ke mana Jovita? Haniel menggeleng, sebaiknya dia tidak menambah kepanikan, “Enggak kok bi, Haniel permisi pulang dulu yah, bi. Kalau Jovitanya udah pulang minta tolong sampaikan kalau Haniel tadi nyariin dia,” ujar Haniel lalu pergi meninggalkan rumah Jovita.Haniel berpikir keras, “Jovita ke mana sih sampai sekarang belum pulang?!” batin Haniel. Tiba-tiba pikiran dia tertuju ke satu tempat, “Apa mungkin Jovita ada di sana? Aku cek aja nggak ada salahnya kan.” Haniel bergegas pergi ke tempat ya