Home / Romansa / Bisakah Untuk Tidak Memilih / Penyamaran yang Terbongkar

Share

Penyamaran yang Terbongkar

last update Last Updated: 2021-10-04 22:46:33

Pagi yang terik, Indira terbangun dari tidurnya karena dikagetkan oleh matahari silau yang menyinari matanya. Cewek manis itu berjalan ke kamar Haniel yang berada tepat di samping kamar kakak sepupunya, Javas. Dilihatnya Haniel masih tertidur dengan pulasnya, “Sekarang emang jam berapa sih? Nih anak kok masih ngorok?” batin Indira. Dia akhirnya menuju ruang keluarga, dilihatnya mbok juga belum mempersiapkan sarapan sepertinya belum bangun juga. Indira memalingkan wajahnya ke jam yang terpampang di dinding ruang keluarga, “Ya ampun, dah pagi banget! Kok orang-orang di rumah belum pada bangun yah? Keasyikan tuh nonton bola sampai pagi, mbok ikut-ikutan juga lagi! Ehm… daripada aku sendirian di rumah belum ada orang bangun mending aku pergi jalan-jalan keluar.”

Indira berlari-lari kecil menyusuri jalan di kompleks rumah sepupunya. Tiba-tiba dari arah berlawanan lewat sebuah motor ninja hitam sedikit menyerempet Indira sampai dia terjatuh. Motor itu berhenti dan pengemudinya mendatangi Indira, “Sorry, kamu nggak apa-apa?” tanya pengemudi itu sambil memperhatikan Indira yang sedang membersihkan tubuhnya.

Indira menatap pengemudi itu dengan tatapan tajam, “Nggak apa-apa matamu! Kamu nggak lihat lutut aku sama telapak tangan aku luka kayak gini! Makanya kalau bawa motor itu matanya dipake, bisa-bisanya ada orang sebesar gini melintas sampai nggak lihat!”

“Nggak usah pake ngegas mbak, saya kan juga udah minta maaf, iya saya yang salah karena buru-buru sampai nggak lihat kamu tapi kan saya udah baik nih berhenti demi ngecek kamu padahal saya lagi buru-buru.” Malah gantian pengemudi itu yang memarahi Indira balik.

“Kok jadi kamu yang marah-marah?! Nggak ada tanggung jawabnya udah lukain anak orang malah merasa diri paling benar!” Tentu saja Indira tidak mau kalah.

“Yah udah sini aku bawa kamu ke rumah sakit!”

Pengemudi itu mengambil ancang-ancang untuk menggendong Indira namun tiba-tiba ada sebuah motor lain berhenti di dekat mereka, “Indira, ayo cepetan naik!” teriak pengemudi itu membelakangi Indira dan pengemudi yang menabrak Indira, seperti tidak ingin wajahnya dikenali.

Indira sepertinya mengenali pengemudi tersebut, tanpa banyak bertanya dia langsung naik dibelakang pengemudi motor itu tapi dia tidak melupakan satu hal, dia berbalik lagi ke pengemudi yang menabraknya, “Urusan kamu sama aku belum selesai! Kalau aku ketemu sama motor kamu itu, aku bakal datangin kamu buat ganti rugi!”

Motor itu melesat pergi meninggalkan pengemudi yang menabrak Indira, “Dasar cewek sinting! Pasti cuma lecet dikit doang tuh tapi minta ganti ruginya semangat banget, buktinya tadi dia masih bisa jalan dan naik ke motor itu! Tapi ngomong-ngomong tentang motor itu, kayaknya aku pernah lihat tapi di mana yah?” Orang itu mencoba mengingat-ingat kembali. “Ah, ngapain juga di pikirin? Mending aku jalan sekarang ke rumah Janetta sebelum dia marah-marah karena aku telat.” Pengemudi itu langsung naik ke motornya dan pergi menuju rumah Janetta.

****

“Auw… sakit! Pelan-pelan mbok…” teriak Indira saat kakinya yang lecet diobati.

Haniel yang baru datang dari market, menaruh helmnya dan langsung mengganggu Indira, “Pencet aja yang keras mbok supaya kapok dia nggak keluar-keluar rumah sendiri dengan seenaknya!”

Indira langsung melemparkan bantal kursi yang dari tadi dia pegang, “Jahat banget sih kamu, Haniel!” Spontan Haniel yang dilemparkan bantal langsung menghindar.

“Habis… kakak juga bandel sih, kak Javas kan udah bilang kemarin kalau kakak jangan keluar-keluar dulu! Kakak belum tau orang-orang di sini kayak gimana eh masih juga keluar, gini kan jadinya!” nasihat Haniel kayak kakek-kakek.

Indira menunduk melihati kakinya yang terluka, “Indira bosan di rumah terus Haniel lagian bukan kak Indira kali yang salah, tuh pengemudi gila yang salah!” marah Indira kembali memuncak. Mendengar pengemudi itu disebut-sebut Haniel menunduk dan terdiam, seperti menyimpan sesuatu. Indira yang melihat Haniel terdiam menjadi sangat bingung, “Haniel, kamu kenapa, ada masalah?”

Haniel mengangkat kepalanya dan tersenyum ke Indira, “Kalau Haniel nggak salah, tadi itu Tristan, sahabat kecilnya kak Javas.” Haniel mencoba memelankan suaranya.

Indira terdiam sebentar, “Apa?!!! Terus dia kenal sama kamu atau aku?” Mendadak Indira menjadi panik, bisa ribet urusannya kalau sahabat Javas itu mengenali mereka.

“Kalo kak Indira dia pasti nggak kenalin, untung aja tadi aku pake helm jadi muka aku juga nggak kelihatan tapi masalahnya…” Kalimat Haniel terputus, dia malah terdiam.

Indira tambah gelisah melihat perubahan muka Haniel, “Masalahnya apa sih Haniel?”

“Masalahnya tadi Haniel pakai motor yang selalu dipakai kak Javas, Haniel takut kalau mereka mengenalinya dan akhirnya mencari tau ke rumah ini.” Suara Haniel terdengar sangat gelisah, bagaimana pun dia pasti takut kalau sampai Javas tau dia memakai motornya dan malah memperlihatkannya di depan sahabatnya yang tidak ingin Javas beritahu kalau dia ke Indonesia.

Indira memeluk Haniel, dia sadar kalau ini kesalahan dia. Dia lalai dalam melakukan nasihat Javas dan takutnya malah membuat Javas marah, “Tenang aja Haniel, mereka pasti bakal pikir panjang dulu sebelum datang ke rumah. Lagian kita bisa minta tolong pak Tarno atau mbok buat bohong sama teman-temannya kak Javas.” Indira berusaha menenangkan Haniel.

Mbok mengelus kepala anak majikannya itu, “Mbok pasti bakalan bantu tuan sama non kok, sekarang kita makan dulu yuk nanti makananya dingin.” Mereka berdua pun langsung menuju meja makan untuk bersiap-siap menyantap makanan buatan mbok.

****

“Tristan, darimana aja sih  baru nyampe sekarang?! Rumah aku sama rumah kamukan nggak jauh-jauh amat jaraknya!” marah Janetta yang melihat Tristan baru datang.

Tristan langsung menghempaskan dirinya di sofa ruang tamu Janetta, “Aduh Ta, aku lagi malas berantem sama kamu! Tadi aku nabrak cewek gila terus dia minta ganti rugi sama aku dan sekarang aku harus berantem lagi sama kamu, capek Janetta.” Tristan merebahkan dirinya di sofa Janetta, mengistirahatkan diri dari kejadian tadi.

Setelah agak lama Tristan tertidur, datang Rachel, Jovan, Liora dan Yadi yang baru saja menjemput Jelena keluar dari rumah sakit. Jelena sudah diperbolehkan pulang dan mereka berencana nginap di rumah Janetta sekalian merayakan kesembuhan Jelena. Jovan yang melihat Tristan terlelap langsung muncul niat isengnya, dia mengambil sehelai bulu yang ada di kemoceng Janetta kemudian menggelitik telinga Tristan. Tristan yang merasa kegelian sudah pasti terbangun dan agak senewen melihat ternyata Jovan yang mengganggu tidurnya, “Ya ampun Van, aku baru tidur 15 menit yang lalu tau nggak, ngantuk banget ini!”

Jovan sudah pasti puas dengan niat isengnya yang berhasil sementara yang lainnya hanya menertawai kelakuan mereka. “Lagian kamu sih Tan, kita aja pada jemputin Jelena terus kamu di sini bukannya ngebantuin Janetta siapin buat acara malah enak-enak tidur.” Jovan malah tambah menggoda Tristan.

“Bukannya nggak bantuin cancorang, kan tadi pagi aku udah ngomong sama kalian kalau aku nggak bisa bangun pagi buat ikutan jemput Jelena. Semalam begadang karena nonton bola nah daripada kalian nungguin aku kan lebih baik kalian duluan aja jemput Jelena. Lagian tadi juga aku datang ke rumah Janetta itu telat gara-gara ada masalah malah sampai sini di omelin sama Janetta. Dari pada kita adu bacot terus berantem dan nggak ada yang selesai mending aku anteng aja tidur. Kamu gimana Jelena, udah enakan kan?” ucapan Tristan yang panjang lebar malah tertuju ke Jelena.

Jelena tersenyum melihat Tristan, “Udah baikkan kok Tristan.”

Yadi sendiri yang agak capek mengambil posisi duduk di sofa yang tadi ditiduri Tristan. Matanya tertuju ke album foto yang Janetta sengaja taruh di sana, album foto persahabatan mereka. Ketika yang lain sibuk dengan kesibukan masing-masing, Tristan ikut nimbrung melihat-lihat album foto yang dipegang Yadi, “Ini…” gumam Tristan ketika melihat fotonya dan Javas yang berada diatas motor kesayangan masing-masing.

“Ada apa Tan, kamu nggak mungkin lupa kan sama motor Ninja hijau kesayangan Javas yang selalu dia bawa buat balap-balapan sama kamu?” Yadi menjelaskan kembali kalau-kalau sahabatnya satu itu sudah pikun.

“Bukan itu Di, kayaknya baru-baru ini aku pernah ngelihat motor itu tapi di mana yah?” Tristan mencoba mengingat-ingat kejadian yang dia lewati. Rachel dan Janetta yang sudah selesai membuat makanan langsung ikut berkumpul bersama teman-temannya sedangkan Jelena dan Jovan yang tadinya menonton TV ikut menatap Tristan sedikit tertarik dengan pembicaraan mereka. “Aku ingat! Tadi motor itu kan yang jemput cewek gila itu, apa dia…” Kalimat Tristan terpotong, dia menunduk merasa tidak harus melanjutkan ucapannya.

Jelena seperti bisa menerka maksud Tristan, “Kamu berpikir kalau orang yang jemput cewek itu adalah… Javas?! Tan, ayo ceritakan di mana kamu ketemu sama orang itu?!” Semua mata teman-teman Tristan memandang tajam ke arahnya terutama Rachel yang sangat ingin mendengar penjelasan itu. Tristan pasrah dan menceritakan kembali kejadian yang terjadi padanya tadi.

Liora mulai berpikir serius, “Mungkin aja itu benar-benar Javas?”

Rachel langsung menggeleng, “Nggak mungkin, dia pasti bilang ke kita kalau dia mau pulang ke Indonesia.”

“Mungkin aja dia mau kasih supraise ke kita?” Janetta mengeluarkan pendapatnya.

Tristan langsung menyelanya, “Kalau emang dia mau kasih supraise ke kita, kenapa dia tidak melakukannya sekarang saja?! Kenapa dia masih menutup mukanya dari aku?!” Mereka semua kembali berpikir.

“Apa yang terjadi sama Javas, Tuhan? Dari kemarin aku mimpiin hal aneh terus tentang dia, aku mohon dia jangan kenapa-napa,” batin Jelena. Tiba-tiba dia merasa kepalanya sangat pusing, dia yakin kalau penyakitnya yang dia rasakan seperti yang sudah-sudah.

Yadi yang menyadari perubahan wajah Jelena yang pucat langsung mendatanginya, “Jelena, kamu nggak apa-apa? Masuk ke kamarnya Janetta aja yuk, kamu istirahat aja dulu yah.” Tanpa mendengarkan jawaban Jelena, Yadi langsung membawa Jelena ke kamar Janetta untuk beristirahat. Liora dan Rachel saling berpandangan, mereka yakin kalau Jelena merasakan kesakitan yang Javas rasakan.

Related chapters

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Mimpi yang Nyata

    Javas tidak mengenali tempat itu bahkan mengunjunginya pun tak pernah tapi dengan cara apa dia sampai di tempat itu? Tempat itu hanya dipenuhi oleh pohon-pohon tinggi dan lebat, sepertinya dia ada di hutan. Tidak ada hewan apalagi orang di sana, tiba-tiba dia merasa ada yang memegang pundaknya. Dia berbalik, tampak di depannya 2 orang gadis manis yang sangat dia kenal, dia adalah Rachel dan Indira. Dua cewek itu tersenyum manis ke arah Javas, mereka berdua lalu menarik tangan Javas masuk ke dalam hutan itu.Mereka menikmati kebersamaan mereka di tempat itu sampai tiba-tiba sebuah asap hitam menutupi mereka dan seseorang memukul belakang Javas. Setelah asap hitam itu hilang dia bangun dengan tertatih, sangat terasa sakit pukulan yang tadi diberikan kepadanya. Samar-samar dia mendengar suara seseorang berteriak minta tolong memanggil namanya, “Kak Javas, kak Javas tolong!!!” Dia langsung mencari sumber suara tersebut.Semakin lama dia semakin jauh masuk ke hu

    Last Updated : 2021-10-04
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Semua Apakah Baik-baik Saja?

    Javas terbangun dari tidurnya, dia melihat sekitarnya dan samar-samar dia melihat wajah teman-temannya. Javas memegang kepalanya yang terasa pusing, dia ingin bangun tapi badannya sangat lemah. “Aku bantuin kak, badan kakak masih lemah kan.” Indira membantu Javas untuk menyender di tempat tidurnya.Javas masih mengusap kepalanya yang masih agak pusing, dia lebih memperhatikan teman-temannya yang sebenarnya dia bingung kenapa mereka semua bisa di sini, “Kalian?!”Jovan mendekat ke samping Javas dengan wajah penuh marah, “Bro, kamu sekarang anggap kita apasih, bukan sahabat kamu lagi?! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu udah datang ke Indonesia?! Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi seperti ini?!”Liora langsung mengelus punggung kekasihnya itu, “Sabar Van… Javas baru sadar, kamu jangan langsung marah-marah gitu dong!” Javas menunduk, tak mampu dia menatap teman-temannya.“Jovan pantas kok

    Last Updated : 2021-10-05
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Takdir yang Kejam

    Matahari cerah menghiasi langit pagi itu dan terlihat rumah besar itu sudah penuh dengan hiruk pikuk. “Mbok, baju Indira yang Indira taro di ruang laundry udah selesai mbok setrika yah? Indira cariin lagi kok udah nggak ada?” teriak Indira dari dalam ruang laundray rumah itu.Haniel juga buru-buru turun dari lantai dua kamarnya, sampainya di meja makan dia juga malah ikutan teriak, “Mbok, sarapan belum dibikinin yah? Kalau belum nggak usah bikin sarapan buat Haniel deh, Haniel makan di sekolah aja nanti.”Javas yang duduk di meja makan sedang menikmati bacaan buku paginya jadi agak terganggu mendengar 2 adik-adiknya ini teriak-teriak, “Kalian kenapa sih ribut banget kayak gitu?!” tegurnya. Indira yang dari tadi pulang balik mencari perlengkapan kuliahnya dan Haniel yang mulai teriak-teriak nyariin pak Tarno untuk antar dia ke sekolah akhirnya terdiam. Habisnya kalau Javas sudah dalam mode tegas dan kesal seperti itu akan sangat memba

    Last Updated : 2021-10-05
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Kotak Rahasia

    Nugraha dan Yuri sampai di rumahnya, rumah itu terlihat sepi karena hanya mereka dan 3 pembantu serta 1 supir yang ada di rumah itu. Yuri duduk di sofa ruang tamunya, dia merasa lelah padahal ini baru hari pertamanya bersekolah lagi. Nugraha datang dari dapur dengan membawa 2 botol air mineral dingin dari kulkas, “Kamu kelihatan capek banget, emang ngapain aja tadi di sekolah?” tanya Nugraha setelah mengoper botol air minum itu ke adiknya.Yuri dengan sigap menangkap air minum yang dilemparkan kakaknya, “Nggak kok kak, namanya baru masuk sekolah lagi setelah seminggu libur. Otak sama tenaganya dipakai lagi jadi pasti capek.” Keke memperhatikan kakaknya yang tengah bermain hp. Tiba-tiba sebuah kejadian terlintas kembali di ingatannya, “Tadi kenapa kakak berhenti? Kakak kenal sama orang yang ada di dalam mobil itu?”Nugraha terdiam, dia tidak menyangka kalau adiknya ternyata memiliki ingatan dan penglihatan yang tajam, “Kakak pik

    Last Updated : 2021-10-16
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Saling Menjauh

    Javas sudah selesai berpakaian begitu pun dengan Haniel tapi anehnya Indira belum juga bangun, “Haniel, kamu belum bangunin Indira dari tadi?” tanya Javas ke adenya itu.“Udah.” Hanya itu saja yang mampu keluar dari mulut Haniel, dia tidak bisa bicara banyak karena mulutnya penuh dengan roti. Javas segera menyelesaikan sarapannya lalu berjalan menuju kamar Indira.“Indira, Indira, bangun dek.” Javas memanggil lembut Indira sambil mengelus pipinya.Indira bergerak sedikit lalu membuka matanya, “Kak Javas udah enakan?” tanya Indira ketika melihat ternyata Javas yang membangunkannya. Javas hanya tersenyum tapi itu sudah menandakan bahwa dia sudah lebih baik. Indira berusaha bangun tapi kepalanya sakit sekali, dia memegang kepalanya dan bersandar di tempat tidurnya.“Kamu kenapa ra, kepalanya sakit?! Kalau sakit mending nggak usah masuk kampus dulu yah nanti kakak bilangin ke teman kelas kamu biar diijinin

    Last Updated : 2021-11-04
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Sebenarnya Kenapa?

    Sekolah sudah hampir sepi tapi Jovita, Haniel dan Yuri masih di ruang musik karena ada eskul musik. Setelah agak lama akhirnya mereka pulang, Haniel belum menyerah untuk menanyakan apa masalah Yuri dengannya, “Yuri, tunggu bentar!” panggil Haniel sambil memegang tangan Yuri.“Apa sih Haniel, tolong, aku lagi males banget bertengkar sama kamu!” Yuri berusaha melepaskan genggaman tangan Haniel dari tangannya. Sangat kelihatan kalau Yuri sebenarnya sudah sangat lelah dengan aktivitas setengah hari ini.Haniel menatap Yuri dalam, “Aku cuma ingin tau kamu kenapa Yuri, kamu kenapa tiba-tiba marah sama aku? Kamu kenapa tiba-tiba hindari aku tanpa penjelasan apapun karena aku rasa kemarin kita masih baik-baik aja kan?! Bilang sama aku apa yang salah Ri, supaya aku tau dan aku bisa rubah!”Yuri menunduk, dia nggak sanggup melihat tatapan Haniel, “Aku lagi bad mood dan lagi nggak pengen ketemu kamu atau bicara sama kamu! Ini cuma

    Last Updated : 2021-11-05
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Salah Paham

    Malam menghiasi rumah sakit yang terlihat sepi itu, di sebuah kamar terbaring seorang cewek manis dan laki-laki yang tertidur di sofa panjang yang disedikan di kamar itu. Cewek itu terbangun, “Kak Javas… kak,” ujar cewek itu pelan.Mau nggak mau cowok itu langsung terbangun mendengar suara Indira, “Udah bangun kamu Indira, gimana keadaan kamu? Kepalanya masih pusing?” tanya lelaki yang terbangun dari sofa panjang itu.Nya

    Last Updated : 2021-11-08
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Bos Mafia

    Javas sangat marah dengan kejadian yang dia lihat di ruangan itu lebih tepatnya dia merasa cemburu.Jelena memperhatikan gerak-gerik Javas, “Kok muka Javas masam banget? Ada masalah apa yah? Mana dia masuk mobil segala lagi nanti ada apa-apa harus aku susulin nih.” Jelena memandang mobil Javas yang meninggalkan kawasan kampus kemudian Jelena berniat menyusulnya dengan taksi yang kebetulan mangkal tak jauh dari tempat itu.***Javas mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia bermaksud ingin mengeluarkan semuanya amarahnya melalui itu. Sedangkan Jelena terus mewanti-wanti sang sopir taksi supaya terus mengejar Javas, untungnya jalanan agak lengang jadi mereka masih bisa melihat mobil Javas. Di sebuah jalanan yang sangat sepi, tiba-tiba mobil Javas di hadang oleh 2 motor dan 1 mobil, orang-orang itu keluar dari kendaraan mereka masing-masing dan mengetuk keras pintu mobil Javas. Javas keluar dan memandang sinis orang–orang itu, “Apa

    Last Updated : 2021-11-09

Latest chapter

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Perihnya Berjanji

    Javas berjalan lesu ke ruang tempat kumpulnya, dia menaruh tasnya di kursi kemudian terduduk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Dia sangat lelah dengan aktivitasnya hari ini, ditambah masalah sahabatnya yang belum selesai. Dia terduduk dan bersandar di kursinya, dia masih malas untuk pulang di rumah, tidak akan membuat dia berhenti memikirkan tentang sahabat-sahabatnya ini. Tiba-tiba Rachel juga masuk dengan muka yang kusut, dia juga capek dengan semua masalahnya hari ini. Javas teringat sesuatu yang ingin dia bicarakan ke Rachel akhirnya dia mendekati Rachel, Rachel yang merasa di dekati Javas langsung berbalik ke Javas. “Ada apa, Vas?” tanyanya.“Aku dengar pembicaraan kamu sama Indira di rumah sakit…” ujar Javas perlahan.Rachel tersenyum, “Aku sudah menduga kalau kamu mendengar semua pembicaraan kami.”Javas menatap Rachel dalam, “Kenapa kalian harus ikut dalam permasalahan ini, Chel? Biarkan aku yang

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Kamu yang Meninggalkan Pedih

    Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang terlihat sangat sepi, semua masih memikirkan bagaimana nasib pertemanan mereka selanjutnya. Liora dan Tristan terlihat paling murung di antara mereka semua, bagaimana tidak? Setelah kejadian di mall kemarin, kurang lebih sudah 4 hari Janetta dan Jovan tidak terlihat di kampus. Liora jadi sering melamun bahkan menangis sendiri, dia selalu berharap kalau Jovan datang dan menerima permintaan maafnya, dia tau kalau dia juga salah karena tidak pernah memberitahukan ke Jovan kalau dia diberikan surat nggak penting itu.#Tristan pun sama, dia ingin Janetta datang dengan gaya cueknya dan duduk di sampi

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Teman Baru dan Konflik Baru

    Javas turun dari kamarnya sehabis bangun tidur, dia memperhatikan teman-temannya yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dia bosan dengan teman-temannya kalau sedang acuh nggak acuh seperti ini, dia berbalik dan mendapati sebuah grand piano putih miliknya. Dia berjalan mendekati piano itu dan mengelusnya, sudah lama sekali dia tidak memainkan piano ini. Dia mencari seseorang yaitu Jelena dan mendapati Jelena sedang membaca. Javas mendekati Jelena dan membisikkan sesuatu di telinga Jelena sementara yang lain tidak terlalu memperhatikan karena masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Jelena mengangguk senang lalu mengikuti Javas, Jelena duduk di samping Javas dan Javas mulai memencet tuts piano itu.

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Tidak Baik-baik Saja

    Yadi dan Jelena memasuki ruang UGD tempat Javas dan Rachel dirawat karena tidak sadarkan diri. Yadi dan Jelena bergabung dengan teman-temannya, “Rachel sama Javas kenapa sih, Van?” Yadi mencoba meminta penjelasan ke Jovan.“Kalian dari mana aja sih emang?! Rachel sama Javas habis digebukin sama seseorang yang nggak dikenal.” Jovan memberikan penjelasan ke Yadi.Yadi menatap keadaaan Rachel sedih, “Kami berdua dari rumah aku, Yadi nyusulin ke rumah karena nggak ketemu sama aku di tempat les soalnya aku pulang bareng temanku. Kamu tau Van, siapa yang gebukin mereka sampai kayak begini?” Jelena ikut nimbrung dalam pembicaraan Yadi dan Jovan.Jovan menggeleng pelan, dia betul-betul tidak melihat siapa orang yang memukul Javas sampai seperti ini, “Mungkin Indira tau karena dia yang pertama kali temuin Rachel dan Javas di gudang.” Janetta juga ikut nimbrung. Mereka semua pun terdiam, akhir-akhir ini sudah banyak kali mer

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Peringatan Pertama

    Nugraha sudah selesai dengan segala urusan perkampusannya dan siap-siap untuk pulang. Tiba-tiba seseorang mendatanginya, “Aku mau bicarain sesuatu sama kamu tapi nggak di sini,” ujar Clement setengah berbisik. Nugraha mengangguk kemudian mengikuti Clement menuju markas besar mereka.“Ada apa sih, Ment?” tanya Nugraha ketika mereka sudah tiba di markas.“Aku ingin memberikan peringatan pertama ke Javas lewat seseorang yang sudah aku jadikan target, ini orangnya.&rd

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Pengakuan

    “Apa maksud Nugraha dengan mengatakan kalau aku adalah Rahmi keduanya? Apa aku gadis yang dia maksud masuk ke dalam kehidupannya dan akhirnya mulai melupakan rasa sakitnya karena kehilangan Rahnmi?” Pertanyaan itu terus membayangi pikiran Indira. Akibat memikirkan hal itu, Indira sampai kurang tidur semalam dan berujung dia jadi lemas dan ngantuk.Javas memperhatikan adik sepupunya itu dari kaca spion depan mobilnya, “Kamu nggak enak badan lagi yah, Ra? Kalau iya biar aku antar Rachel sama Haniel dulu terus kita putar balik ke rumah biar kamu istirahat di rumah,” suruh Javas.Indira menggeleng, sepertinya pemikiran Indira akan bertambah kalau dia sendirian di rumah tapi kalau dia bertemu dengan teman-teman kelasnya mungkin dia bisa melupakan sebentar mengenai Nugraha. “Aku nggak apa-apa kok kak, semalam aku kurang tidur makanya ngantuk.” Indira memutuskan menolak permintaan Javas.Mereka akhirnya sampai di kampus setelah

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Tumbal Pujaan Hati

    “Berhenti di sini aja Ga, itu rumah aku.” Indira menunjuk rumahnya yang agak besar dan megah.Nugraha memberhentikan mobilnya kemudian mulai memperhatikan rumah itu, “Kamu tinggal di sini sama siapa Ra, kelihatannya sepi banget?” tanya Nugraha ketika mendapatkan satu kesimpulan bahwa rumah sebesar ini tidak mungkin hanya Indira seorang di dalamnya.“Aku tinggal sama sepupu-sepupu aku, om aku tinggalnya di luar negri jadi yang jagain kamu di sini cuma satu pembantu dan supir. Sepupu aku satunya sekampus sama aku tapi masih tinggal nonton tadi sementara sepupu aku yang satu lagi masih sekolah SMA.” Indira menjelaskan panjang lebar.“Tante kamu mana? Terus kenapa kamu nggak tinggal sama mama dan papa kamu?” tanya Nugraha lagi setelah dia merasa masih ada yang kurang.Wajah Indira berubah sedih, “Tante meninggal sejak aku umur 3 tahun karena penyakit kanker. Sedangkan papa sama mama aku cerai sejak aku lah

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Persaingan Oh Persaingan

    Hari ini ada pertandingan basket antar kampus Javas cs dan semua mahasiswa/wi kampus sudah memenuhi lapangan basket. Hal ini semakin ramai karena mereka tau kalau kampus mereka menjadi tuan rumah dalam pertandingan basket ini. Javas cs sudah berkumpul di tempat berkumpul para pemain, kebetulan Jovan adalah salah satu pemain dalam tim basket kampus mereka, “Please guys, masalah kemarin jangan membuat kita pada loyo yah buat mendukung Jovan, lupain aja dulu. Kamu juga Van, nggak usah kepikiran yah, kamu harus fokus mainnya, tetap tenang dan buat tim kampus kita menang.” Javas berusaha menyamangati teman-temannya.Yadi datan

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Yang Tinggal dan Meninggalkan

    Haniel sampai di depan rumah Jovita, tanpa basa-basi lagi dia langsung mengetuk pintu rumah itu. “Eh den Haniel toh, ada apa den?” Seseorang membuka pintu itu yang ternyata adalah pembantu Jovita.“Jovitanya udah pulang kan, bi?” tanya Haniel.“Loh, belum kok den, emang ada apa yah, den?” tanya bibi itu lagi.Haniel terdiam, seharusnya Jovita sudah ada di rumah kalau pulang sejak pagi tadi lalu ke mana Jovita? Haniel menggeleng, sebaiknya dia tidak menambah kepanikan, “Enggak kok bi, Haniel permisi pulang dulu yah, bi. Kalau Jovitanya udah pulang minta tolong sampaikan kalau Haniel tadi nyariin dia,” ujar Haniel lalu pergi meninggalkan rumah Jovita.Haniel berpikir keras, “Jovita ke mana sih sampai sekarang belum pulang?!” batin Haniel. Tiba-tiba pikiran dia tertuju ke satu tempat, “Apa mungkin Jovita ada di sana? Aku cek aja nggak ada salahnya kan.” Haniel bergegas pergi ke tempat ya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status