Pagi itu Universitas Vinza Wacana terlihat heboh, pasalnya ada seseorang yang berjalan bersama sekelompok mahasiswa yang terkenal popular di kampus itu. Walau sangat terlihat banyak yang jelas-jelas berbisik-bisik menggosipi mereka juga menatap mereka heran tapi nyatanya 4 gadis manis dan 3 lelaki tampan itu tetap cuek terus berjalan dan berakhir di sebuah ruangan yang langsung ditutup dari dalam.
“Eh-eh, siapa tuh?” tanya salah seorang siswa yang bernama Kenan.
“Kamu nggak baru keluar dari goa kan Kenan?! Masa kamu nggak kenal sama anak popular di angkatan kita, senior aja tau kok tentang mereka,” cetus seorang cewek yang bernama Wulan tapi matanya tetap saja memandang ke HP nya.
“Makanya jangan main nyeletuk aja, lihat dulu baru ngomong! Aku nanyain cewek yang diantara mereka itu, kayaknya anak baru deh. Setahu mereka kan selalu berenam aja, cuma Yadi, Jovan, Tristan, Janetta, Liora sama Jelena aja kan?!” Kenan menjitak kepala Wulan saking gemasnya.
“Aduh, sakit tau!” teriak Wulan sambil membalas jitakan Kenan, setelah itu matanya mengikuti langkah si mahasiswa popular, penasaran dengan cewek baru diantara mereka sampai berakhir dengan mereka mengurung diri di dalam sebuah ruangan.
“Malah berantem coba kayak anak kecil, kalau mau berantem jangan di sini, bikin malu-maluin! Kayaknya kamu benar sih Kenan, dia itu pasti anak baru tapi kenapa akrab banget yah sama mereka? Kita aja yang dah lama bareng bahkan sekelas sama mereka tapi nggak pernah akrab-akrab, mau akrab gimana bahkan mau ngomong aja takut!” Daisy, gadis itu, juga menatap gadis yang menggemparkan kampus itu dengan tatapan iri.
“Aku sih yakin kalau cewek itu asal kenal aja sama mereka, kali aja keluarga mereka kenal sama dia dan cewek itu tau kalau mereka terkenal di kampus ini makanya dia ikut nimbrung sama mereka supaya terkenal juga. Tapi ngomong-ngomong kok kamu yakin banget kalau dia itu anak baru?” Wulan yang ternyata si mulut kompor berusaha memanas-manasi para penggemar anak popular itu.
Semua mata langsung tertuju ke Daisy karena malas dipandang seperti itu akhirnya Daisy menjelaskan, “Kemarin aku ambil jadwal kuliah tambahan dan katena aku Cuma sendiri jadi disuruh kerja kuis aja di kantor admin. Terus aku dengar Pak Syam ngomong sama admin kalau bakalan ada anak baru yang masuk, itu aja selebihnya aku nggak dengar lagi.” Daisy kembali memandang ruangan yang dimasuki anak populer tadi.
“Positif thinking aja lah, kali aja itu sepupunya anak FRR kan,” ujar salah satu penggemar FRR, Jenar, berusaha menenangkan pikirannya juga teman-temannya yang diracuni kata-kata Wulan tadi.
“Nggak mungkin, setahu aku semua sepupu-sepupu anak FRR ada di luar negeri!” Wulan masih tetap memanas-manasi.
“Udah ah nggak usah bahas dia lagi, makin sakit telinga aku bahas dia terus kayak nggak ada bahan lain aja. Kita buruan masuk kelas, aku penasaran banget mau tau dia siapa!” Daisy berjalan meninggalkan teman-temannya yang kebetulan sekelas sama sekelompok anak-anak yang diberi sebutan dengan nama FRR tadi. Dengan setengah-setengah hati, mereka juga ikut berjalan ke kelas walau sebenarnya mereka masih mau menunggu anak FRR keluar dari ruangan itu.
Anak FRR adalah sebutan untuk para sahabat-sahabat Rachel itu sejak mereka menginjakkan kaki di kampus baru mereka. Entah dari mana sebenarnya sebutan itu berasal tapi baik Yadi, Jovan, Tristan, Liora, Jelena, dan Janette tidak mempedulikan tentang sebutan itu. Mereka bukannya sombong tapi karena sejak kecil mereka selalu bersama makanya mereka lebih nyaman bersama dibandingkan ikut nimbrung dengan teman-teman sekelasnya. Terkenalnya nama mereka bahkan sampai ke senior mereka, tidak banyak juga senior yang ingin ikut bergabung dengan mereka tapi hanya berakhir sebagai teman di kampus saja, tidak lebih.
Mereka baru menyelesaikan semester awal tapi sudah banyak prestasi yang mereka tunjukkan seperti Jovan yang berhasil membawa kemenangan bagi tim basket kampus mereka. Atau Jelena yang berhasil menang dalam kompetisi cover song dengan memainkan piano andalannya. Itulah salah satu kenapa mereka bisa menjadi popular dan selain itu banyak kontroversi yang beredar mengenai mereka di kampus itu kalau salah satu dari mereka yaitu Liora adalah salah satu anak dari penyumbang donator terbanyak untuk kampus itu. Banyak yang memuji bahkan ngefans sama mereka tapi tidak sedikit juga yang benci mereka bahkan terkesan tidak peduli dengan mereka. Dan bisa ditebak kalau salah satu dari banyak mereka yang ngefans sama mereka antara lain adalah Daisy, Wulan dan teman-temannya tadi.
***
Daisy terus memperhatikan jalan diluar kelasnya, dia sudah tidak sabar melihat anak FRR juga cewek yang tiba-tiba terkenal itu tadi. Tak lama dosen mereka masuk bersama anak FRR yang langsung masuk ke kelas tanpa satu cewek yang menjadi kontroversi tadi. “Baik anak-anak, sebelum saya mulai perkuliahan kita pada hari ini, saya mau memperkenalkan sama kalian murid baru yang akan masuk di kelas kalian. Sebelumnya ibu panggil dia dulu untuk memperkenalkan diri, Rachel ayo masuk nak.” Tidak menunggu waktu lama, masuklah cewek kontroversi itu dengan menebar senyuman walau dibalas dengan tatapan sinis oleh para mahasiswi yang katanya penggemar lelaki FRR.
“Selamat pagi semuanya, nama saya Rachel Kirana, kalian bisa memanggil saya Rachel atau Achel. Saya sangat berharap kalian semua dapat menerima saya dengan baik dan membantu saya dalam mengejar ketertinggalan saya. Itu saja mungkin perkenalan tentang saya, terima kasih,” ucap Rachel panjang lebar tentang dirinya.
“Baik, terima kasih Rachel, okey baik anak-anak kita mulai perkuliahannya.”
Rachel berjalan dengan pasti dan berakhir dengan berdiri disamping tempat duduk Yadi, “Aku duduk di sini yah.” Rachel dengan senyum genitnya malah menggoda Yadi sampai Yadi tersenyum gemas.
“Udah duduk nggak usah pasang muka manja kayak gitu, nanti ditegur sama dosen di depan loh,” ujar Yadi lembut ketika Rachel sudah duduk di sampingnya.
“Aku nggak pasang muka manja nanti kamu suruh aku duduk sama yang nggak aku kenal lagi. Mana yang lain tempat duduknya udah sebelah-sebalahan nggak ada space buat aku.” Kelakuan Rachel malah semakin menjadi-jadi dengan memanyun-manyunkan bibirnya tanda cemberut.
“Iya udah, terserah Rachel aja.” Yadi mengakhiri adu mulut itu dengan mengacak-acak rambut Rachel gemas.
“Ih, selera Yadi kayak gitu, masih bagus juga aku!” ejek Daisy sambil memandang Yadi dan Rachel iri.
“Rachel, kamu nggak sadar kalau anak-anak cewek di kelas ini pada lihat sinis ke kamu gara-gara deketin salah satu prince di kampus ini,” bisik Janette dan melirik sedikit ke arah Yadi dengan tatapan mengejek.
“Nggak peduli aku, aku sama Yadi dari kecil udah bareng jadi mau aku sok imut di depan dia kek nggak masalah, sahabat aku ini kok. Udah ah malah ngajak ngobrol, mau konsen belajar ini, aku udah ketinggalan banyak terus kalian nggak mau nolongin pula,” pungkas Rachel lalu berbalik ke depan dan kembali fokus ke mata kuliah yang diterangkan. Sementara Janette dan Tristan di belakang hanya tertawa kecil melihat sikap masa bodoh Rachel.
***
Mata kuliah kelas mereka sudah selesai dan tidak sampai 5 menit dosen itu keluar bahkan kelas anak FRR sudah kosong karena sebagian sudah lari ke kantin akibat perut yang sudah keroncongan. “Rachel, mau ikutan ke kantin? Kita pada mau ke kantin nih.” Jelena juga ingin beranjak setelah mendengar lagu keroncong dari perutnya.
“Aku nggak ikut ke kantin deh, aku mau catat ini dulu soalnya tadi nggak sempat catat lagian aku nggak lapar juga kok. Nanti sebelum masuk kita ke ruangan biasa yah, ada yang pengen aku bicarain, aku tunggu kalian di sana.” Rachel kembali sibuk dengan catatannya.
“Yah udah, kita duluan yah Rachel.” Mereka meninggalkan Rachel yang akhirnya sendiri di kelas itu.
Sementara asyik mencatat, datanglah 3 cewek centil yan langsung menggebrak meja Rachel membuat Rachel kaget. Rachel yang nggak tau apa-apa hanya menoleh sebentar kemudian melanjutkan kembali aktivitas mencatatnya. Hanya dilihat seperti itu, cewek itu langsung geram tidak terima, “Sok banget yah anak baru, pake acara dekat-dekat sama anak FRR itu buat apa?! Nggak pantas kamu jalan diantara anak FRR kayak tadi!” Rachel hanya diam terkesan tidak peduli, tentu saja membuat cewek-cewek itu tambah murka.
“Woi, kamu emang tuli apa bisu sih, dibicarain malah nggak ada respon sama sekali?! Emang kamu siapanya anak FRR sich? Pake deket-deket sama Yadi lagi, aku tau kamu pasti dekat-dekat sama anak FRR supaya ikut terkenal kan kayak mereka! Emang kamu bisa apa sih dibandingkan dengan anak FRR yang berbakat dalam segala bidang, nggak punya bakat apa-apa masih berani jalan bareng anak FRR!” Rachel jujur sangat terganggu, dia hanya ingin suasana yang tenang agar bisa mencatat semua mata kuliah yang tadi dijelaskan.
Rachel yang sudah tidak tahan dengan kelakuan gadis-gadis itu lalu berdiri kemudian memandang sinis cewek centil di depannya, “Emang kenapa kalau aku deketin mereka, mereka aja nggak ada yang komplen kok aku deketin begitu kenapa jadi kalian yang sewot? Kalian juga siapanya mereka sih, nggak ada hubungan apa-apa kan?! Jadi mending kalian berhenti gangguin orang deh, masih ada kerjaan lain kan?!”
“Wah, ternyata kamu berani juga yah nyolot sama kita?! Kamu lihat dong diri kamu, nggak ada tampang-tampang yang bisa disandingkan dengan anak FRR tau nggak. Nggak mungkin kan kita sebagai fans dari mereka ngebiarin seseorang macam kamu malah keganjenan dekat mereka!” Daisy menunjuk gaya busana Rachel dari atas sampai bawah, harus Rachel akui kalau mungkin dia tidak sylish. Rachel hanya memakai baju kemeja biasa dan celana jeans biasa ditambah dengan sekarang dia memakai kacamata untuk menghindari paparan sinar dari proyektor maka terlihatlah dia seperti seorang anak culun. Tapi apa yang salah, tujuan Rachel ke sini kan untuk kuliah bukan untuk fashion show jadi rasanya tidak ada yang salah dengan pakaiannya.
Rachel malah memperhatikan Daisy yang ada dihadapannya dari atas sampai ke bawah, dandanan yang sedikit menor dan baju yang sepertinya lebih tepat untuk dipakai ke mall dari pada ke kampus. Hal itu malah membuat Rachel tersenyum tipis menahan tawa yang malah dipandang sebagai mengejek oleh teman-teman Daisy. “Ngapain kamu tertawa?! Nggak ada yang lucu tau!” murka Wulan yang tersinggung melihat Rachel tertawa.
“Kalian kalau mau ngelawak nanti aja kali habis pulang kampus, buang-buang waktu aja,” sindir Rachel malah semakin menjadi-jadi.
“Udah nggak usah panjang lebar, kalau kamu masih punya malu atau masih mau datang ke kampus ini dengan baik-baik mending kamu jauhin anak FRR deh,” terang Camani yang sudah menahan emosi.
“Ngapain mesti jauh-jauh dari dia?! Mereka sendiri fine fine aja tuh kalau aku deket sama mereka! Justru kalian yang mustinya memandang diri kalian sendiri karena malah membully orang lain, kalian pikir anak FRR yang kalian sanjung-sanjung itu bakalan suka dengan kelakuan kalian?” Rachel terus merendahkan diiringi dengan tawa mengejek.
Daisy yang geram melihat kelakuan Rachel makin murka, “Omongan kamu itu musti dikasih pelajaran supaya ngerti tempat!” Niatan Daisy untuk menampar Rachel terhenti karena tangannya yang dihadang seseorang.
“Apa-apaan ini?! Sudah ada yah di dalam kelas ini yang mau jadi jagoan?! Ada yang berani ngelukain Rachel bakalan berurusan sama kita jadi mending kamu turunkan tangan kamu dan kembali ke tempat duduk kamu sebelum kamu menyesal!” Orang itu adalah Yadi. Daisy yang ketakutan melihat sorot mata Yadi langsung menurunkan tangannya, dia kembali ke tempat duduknya dan terus terdiam di sana.
“Ayo kita ke ruang biasa, katanya ada yang ingin kamu bicarakan.” Yadi menatap tajam semua teman kelasnya sambil menarik tangan Rachel.
“Eh tunggu dulu, aku belum selesai mencatatnya nih!” tolak Rachel.
“Udah, kamu lihat catatanku saja.” Jelena yang sedari tadi hanya diam saja di depan pintu kelas mereka akhirnya ikut nimbrung. Tanpa banyak berkata-kata, Yadi langsung menarik Rachel keluar dari kelas itu. Sementara para mahasiswa di kelas itu termasuk Daisy masih terdiam dengan kejadian barusan.
***
Rachel masih saja tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian aneh tadi, dia tidak menyangka kalau penyuka teman-temannya sefanatik itu padahal mereka bukan artis. “Apaan sih Rachel, udah nggak ada yang lucu masih aja ketawa,” tegur Janette dengan mata yang tidak lepas dari HP nya.
“Aku bingung aja sih Jane, ternyata orang-orang yang suka sama kalian semakin bar-bar yang dari SMP dulu. Padahal kalau dipikir-pikir kalian bukan artis dan masalah membawa nama kampus kan mereka juga bisa.” Rachel tertawa lagi setelah mengingat-ingat bagaimana menyebalkannya wajah Daisy melihat tingkah Rose yang tidak takut sama sekali. Janette, Liora dan Jelena pun ikut tertawa melihat tingkah laku Rachel sementara Yadi, Jovan dan Tristan yang notabene menjadi bahan ejekan malah memasang wajah bete.
“Sebenarnya kita ke sini mau bicarain apa sih?!” tanya Tristan yang sudah bosan diejek terus dengan Rachel.
“Sabar kali Tan, nggak berubah-ubah yah sifatnya, aku pikir sifat emosian kamu berangsur hilang pas aku pergi eh malah lengket kayaknya,” balas Rachel tapi masih tetap menggoda Tristan.
“Udah deh Rachel, cepat kasih tau apa yang kamu mau omongin.” Jovan mulai memasang wajah serius.
Rachel sadar kalau Jovan sudah berubah serius berarti dia benar-benar tidak suka kalau Rachel membalasnya dengan main-main lagi, akhirnya Rachel memulai pembicaraan mereka, “Aku rasa banyak teman seangkatan kita yang belum tahu aku siapa, iyakan?” Teman-temannya hanya mengangguk, malas ngomong mungkin.
“Besok papa sama mama mau mengunjungi kampus dan aku mau kita yang langsung jemput mereka ke sini. Mereka ke kampus buat lihat gimana aktivitas aku di kampus baru setelah itu mereka ke Kanada buat urusan kerja. Jadi nanti malam kalian semua nginap di rumah aku supaya besok bisa langsung berangkat sama-sama.”
“Oke deh,” jawab mereka serempak.
Tristan melihat jam tangannya, “Kayaknya kelas kita udah mulai nih, nggak usah masuk sekalian deh sampai jam makul ini habis, udah mata kuliah akhir kan?” mohon Tristan, kelihatan banget anak ini lagi malas belajar. Setelah kejadian tidak mengenakkan tadi membuat anak-anak FRR yang lainnya juga malas mengikuti perkuliahan dan berakhir dengan aktivitas mereka masing-masing.
“Guys, bangun… kita udah hampir telat nih jemput papa sama mama aku!” Rachel berusaha membangunkan teman-temannya yang masih tertidur pulas.“Beneran Rachel?! Kenapa nggak di bangunin dari tadi sih?” protes Tristan yang masih sempat-sempatnya marah dulu sama Rachel.“Ya ampun Tan, masih sempat-sempatnya kamu ngomelin Rachel sementara yang lain udah langsung ke kamar mandi,” komentar Janetta yang pagi-pagi sudah sibuk dengan HP barang kesayangannya. Tristan yang melihat 2 sahabat cowoknya dah pada masuk ke kamar mandi dengan gercepnya juga memasuki kamar mandi yang kosong.Rumah Rachel memang besar dengan tersedia kamar mandi yang dikhususkan untuk tamu dan untuk tuan rumah jadi sudah dijamin tidak ada alasan telat karena antri kamar mandi kalau nginap di rumah Rachel. Sementara 4 cewek manis yang sudah siap dari tadi itu mulai bergerak menyediakan sarapan buat mereka supaya selesai geng cowok siap-siap mereka bisa langs
“Rachel!” teriak Yadi sambil terus mengejar Rachel. Rachel mendengar teriakan Yadi sedari tadi dan menurutnya sudah cukup dia membuat Yadi harus capek-capek buang tenaga untuk mengejarnya lagi. “Sumpah Rachel, aku capek banget ngejar ka…” Kata-kata Yadi tiba-tiba terhenti karena Rachel yang langsung memeluknya, melepaskan semua tangisan yang dia tahan sejak tadi.“Di, aku bener-bener kangen sama dia, kenapa sih aku jadi lemah kayak gini gara-gara dia?” Rachel terus menangis tersedu-sedu.“Rachel, kamu begini itu bukan berarti kamu lemah tapi karena kamu belum bisa menerima dia meninggalkan kita tanpa perkataan apapun dan sampai sekarang kita juga masih sedih kalau ingat hal itu. Nangis aja Rachel, kamu nggak lemah dengan nangis seperti itu malah itu mungkin akan membuat kamu menjadi kuat nantinya.” Yadi berusaha menenangkan Rachel dengan mengusap kepalanya lembut walau dalam hatinya merapalkan doa-doa agar Rachel t
“Kalian baik-baik di Indonesia, Indira, Haniel, tolong jaga Javas dengan baik. Kalau ada apa-apa kayak kemarin, kamu langsung telpon papa yah.” Papa Javas dan Haniel kembali mengingatkan mereka.Penumpang yang menaiki pesawat menuju Indonesia sudah dipanggil. Javas, Haniel dan Indira langsung masuk ke pesawat itu sementara papanya juga langsung pulang tanpa melihat pesawat itu pergi. Harus diketahui bahwa papanya tidak pernah setuju dengan kembalinya mereka ke Indonesia tapi karena kesepakatannya dengan Haniel maka dia harus menelan mentah-mentah ketidaksukaannya itu.****Yadi bangun dari tidurnya, dia melihat Jelena dan Rachel yang lagi bersenda gurau. “Jelena, kamu udah baikan? Badannya udah nggak sakit-sakit lagi?” tanya Yadi sambil memeriksa keadaan Jelena.“Bagian kaki masih sakit tapi kalau seluruh badan udah baikkan kok.” Jelena tersenyum menandakan dia mulai baikan, tersimpan rasa bahagia dihatinya karena Yadi
Pagi yang terik, Indira terbangun dari tidurnya karena dikagetkan oleh matahari silau yang menyinari matanya. Cewek manis itu berjalan ke kamar Haniel yang berada tepat di samping kamar kakak sepupunya, Javas. Dilihatnya Haniel masih tertidur dengan pulasnya, “Sekarang emang jam berapa sih? Nih anak kok masih ngorok?” batin Indira. Dia akhirnya menuju ruang keluarga, dilihatnya mbok juga belum mempersiapkan sarapan sepertinya belum bangun juga. Indira memalingkan wajahnya ke jam yang terpampang di dinding ruang keluarga, “Ya ampun, dah pagi banget! Kok orang-orang di rumah belum pada bangun yah? Keasyikan tuh nonton bola sampai pagi, mbok ikut-ikutan juga lagi! Ehm… daripada aku sendirian di rumah belum ada orang bangun mending aku pergi jalan-jalan keluar.”Indira berlari-lari kecil menyusuri jalan di kompleks rumah sepupunya. Tiba-tiba dari arah berlawanan lewat sebuah motor ninja hitam sedikit menyerempet Indira sampai dia terjatuh. Motor itu
Javas tidak mengenali tempat itu bahkan mengunjunginya pun tak pernah tapi dengan cara apa dia sampai di tempat itu? Tempat itu hanya dipenuhi oleh pohon-pohon tinggi dan lebat, sepertinya dia ada di hutan. Tidak ada hewan apalagi orang di sana, tiba-tiba dia merasa ada yang memegang pundaknya. Dia berbalik, tampak di depannya 2 orang gadis manis yang sangat dia kenal, dia adalah Rachel dan Indira. Dua cewek itu tersenyum manis ke arah Javas, mereka berdua lalu menarik tangan Javas masuk ke dalam hutan itu.Mereka menikmati kebersamaan mereka di tempat itu sampai tiba-tiba sebuah asap hitam menutupi mereka dan seseorang memukul belakang Javas. Setelah asap hitam itu hilang dia bangun dengan tertatih, sangat terasa sakit pukulan yang tadi diberikan kepadanya. Samar-samar dia mendengar suara seseorang berteriak minta tolong memanggil namanya, “Kak Javas, kak Javas tolong!!!” Dia langsung mencari sumber suara tersebut.Semakin lama dia semakin jauh masuk ke hu
Javas terbangun dari tidurnya, dia melihat sekitarnya dan samar-samar dia melihat wajah teman-temannya. Javas memegang kepalanya yang terasa pusing, dia ingin bangun tapi badannya sangat lemah. “Aku bantuin kak, badan kakak masih lemah kan.” Indira membantu Javas untuk menyender di tempat tidurnya.Javas masih mengusap kepalanya yang masih agak pusing, dia lebih memperhatikan teman-temannya yang sebenarnya dia bingung kenapa mereka semua bisa di sini, “Kalian?!”Jovan mendekat ke samping Javas dengan wajah penuh marah, “Bro, kamu sekarang anggap kita apasih, bukan sahabat kamu lagi?! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu udah datang ke Indonesia?! Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi seperti ini?!”Liora langsung mengelus punggung kekasihnya itu, “Sabar Van… Javas baru sadar, kamu jangan langsung marah-marah gitu dong!” Javas menunduk, tak mampu dia menatap teman-temannya.“Jovan pantas kok
Matahari cerah menghiasi langit pagi itu dan terlihat rumah besar itu sudah penuh dengan hiruk pikuk. “Mbok, baju Indira yang Indira taro di ruang laundry udah selesai mbok setrika yah? Indira cariin lagi kok udah nggak ada?” teriak Indira dari dalam ruang laundray rumah itu.Haniel juga buru-buru turun dari lantai dua kamarnya, sampainya di meja makan dia juga malah ikutan teriak, “Mbok, sarapan belum dibikinin yah? Kalau belum nggak usah bikin sarapan buat Haniel deh, Haniel makan di sekolah aja nanti.”Javas yang duduk di meja makan sedang menikmati bacaan buku paginya jadi agak terganggu mendengar 2 adik-adiknya ini teriak-teriak, “Kalian kenapa sih ribut banget kayak gitu?!” tegurnya. Indira yang dari tadi pulang balik mencari perlengkapan kuliahnya dan Haniel yang mulai teriak-teriak nyariin pak Tarno untuk antar dia ke sekolah akhirnya terdiam. Habisnya kalau Javas sudah dalam mode tegas dan kesal seperti itu akan sangat memba
Nugraha dan Yuri sampai di rumahnya, rumah itu terlihat sepi karena hanya mereka dan 3 pembantu serta 1 supir yang ada di rumah itu. Yuri duduk di sofa ruang tamunya, dia merasa lelah padahal ini baru hari pertamanya bersekolah lagi. Nugraha datang dari dapur dengan membawa 2 botol air mineral dingin dari kulkas, “Kamu kelihatan capek banget, emang ngapain aja tadi di sekolah?” tanya Nugraha setelah mengoper botol air minum itu ke adiknya.Yuri dengan sigap menangkap air minum yang dilemparkan kakaknya, “Nggak kok kak, namanya baru masuk sekolah lagi setelah seminggu libur. Otak sama tenaganya dipakai lagi jadi pasti capek.” Keke memperhatikan kakaknya yang tengah bermain hp. Tiba-tiba sebuah kejadian terlintas kembali di ingatannya, “Tadi kenapa kakak berhenti? Kakak kenal sama orang yang ada di dalam mobil itu?”Nugraha terdiam, dia tidak menyangka kalau adiknya ternyata memiliki ingatan dan penglihatan yang tajam, “Kakak pik
Javas berjalan lesu ke ruang tempat kumpulnya, dia menaruh tasnya di kursi kemudian terduduk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Dia sangat lelah dengan aktivitasnya hari ini, ditambah masalah sahabatnya yang belum selesai. Dia terduduk dan bersandar di kursinya, dia masih malas untuk pulang di rumah, tidak akan membuat dia berhenti memikirkan tentang sahabat-sahabatnya ini. Tiba-tiba Rachel juga masuk dengan muka yang kusut, dia juga capek dengan semua masalahnya hari ini. Javas teringat sesuatu yang ingin dia bicarakan ke Rachel akhirnya dia mendekati Rachel, Rachel yang merasa di dekati Javas langsung berbalik ke Javas. “Ada apa, Vas?” tanyanya.“Aku dengar pembicaraan kamu sama Indira di rumah sakit…” ujar Javas perlahan.Rachel tersenyum, “Aku sudah menduga kalau kamu mendengar semua pembicaraan kami.”Javas menatap Rachel dalam, “Kenapa kalian harus ikut dalam permasalahan ini, Chel? Biarkan aku yang
Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang terlihat sangat sepi, semua masih memikirkan bagaimana nasib pertemanan mereka selanjutnya. Liora dan Tristan terlihat paling murung di antara mereka semua, bagaimana tidak? Setelah kejadian di mall kemarin, kurang lebih sudah 4 hari Janetta dan Jovan tidak terlihat di kampus. Liora jadi sering melamun bahkan menangis sendiri, dia selalu berharap kalau Jovan datang dan menerima permintaan maafnya, dia tau kalau dia juga salah karena tidak pernah memberitahukan ke Jovan kalau dia diberikan surat nggak penting itu.#Tristan pun sama, dia ingin Janetta datang dengan gaya cueknya dan duduk di sampi
Javas turun dari kamarnya sehabis bangun tidur, dia memperhatikan teman-temannya yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dia bosan dengan teman-temannya kalau sedang acuh nggak acuh seperti ini, dia berbalik dan mendapati sebuah grand piano putih miliknya. Dia berjalan mendekati piano itu dan mengelusnya, sudah lama sekali dia tidak memainkan piano ini. Dia mencari seseorang yaitu Jelena dan mendapati Jelena sedang membaca. Javas mendekati Jelena dan membisikkan sesuatu di telinga Jelena sementara yang lain tidak terlalu memperhatikan karena masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Jelena mengangguk senang lalu mengikuti Javas, Jelena duduk di samping Javas dan Javas mulai memencet tuts piano itu.
Yadi dan Jelena memasuki ruang UGD tempat Javas dan Rachel dirawat karena tidak sadarkan diri. Yadi dan Jelena bergabung dengan teman-temannya, “Rachel sama Javas kenapa sih, Van?” Yadi mencoba meminta penjelasan ke Jovan.“Kalian dari mana aja sih emang?! Rachel sama Javas habis digebukin sama seseorang yang nggak dikenal.” Jovan memberikan penjelasan ke Yadi.Yadi menatap keadaaan Rachel sedih, “Kami berdua dari rumah aku, Yadi nyusulin ke rumah karena nggak ketemu sama aku di tempat les soalnya aku pulang bareng temanku. Kamu tau Van, siapa yang gebukin mereka sampai kayak begini?” Jelena ikut nimbrung dalam pembicaraan Yadi dan Jovan.Jovan menggeleng pelan, dia betul-betul tidak melihat siapa orang yang memukul Javas sampai seperti ini, “Mungkin Indira tau karena dia yang pertama kali temuin Rachel dan Javas di gudang.” Janetta juga ikut nimbrung. Mereka semua pun terdiam, akhir-akhir ini sudah banyak kali mer
Nugraha sudah selesai dengan segala urusan perkampusannya dan siap-siap untuk pulang. Tiba-tiba seseorang mendatanginya, “Aku mau bicarain sesuatu sama kamu tapi nggak di sini,” ujar Clement setengah berbisik. Nugraha mengangguk kemudian mengikuti Clement menuju markas besar mereka.“Ada apa sih, Ment?” tanya Nugraha ketika mereka sudah tiba di markas.“Aku ingin memberikan peringatan pertama ke Javas lewat seseorang yang sudah aku jadikan target, ini orangnya.&rd
“Apa maksud Nugraha dengan mengatakan kalau aku adalah Rahmi keduanya? Apa aku gadis yang dia maksud masuk ke dalam kehidupannya dan akhirnya mulai melupakan rasa sakitnya karena kehilangan Rahnmi?” Pertanyaan itu terus membayangi pikiran Indira. Akibat memikirkan hal itu, Indira sampai kurang tidur semalam dan berujung dia jadi lemas dan ngantuk.Javas memperhatikan adik sepupunya itu dari kaca spion depan mobilnya, “Kamu nggak enak badan lagi yah, Ra? Kalau iya biar aku antar Rachel sama Haniel dulu terus kita putar balik ke rumah biar kamu istirahat di rumah,” suruh Javas.Indira menggeleng, sepertinya pemikiran Indira akan bertambah kalau dia sendirian di rumah tapi kalau dia bertemu dengan teman-teman kelasnya mungkin dia bisa melupakan sebentar mengenai Nugraha. “Aku nggak apa-apa kok kak, semalam aku kurang tidur makanya ngantuk.” Indira memutuskan menolak permintaan Javas.Mereka akhirnya sampai di kampus setelah
“Berhenti di sini aja Ga, itu rumah aku.” Indira menunjuk rumahnya yang agak besar dan megah.Nugraha memberhentikan mobilnya kemudian mulai memperhatikan rumah itu, “Kamu tinggal di sini sama siapa Ra, kelihatannya sepi banget?” tanya Nugraha ketika mendapatkan satu kesimpulan bahwa rumah sebesar ini tidak mungkin hanya Indira seorang di dalamnya.“Aku tinggal sama sepupu-sepupu aku, om aku tinggalnya di luar negri jadi yang jagain kamu di sini cuma satu pembantu dan supir. Sepupu aku satunya sekampus sama aku tapi masih tinggal nonton tadi sementara sepupu aku yang satu lagi masih sekolah SMA.” Indira menjelaskan panjang lebar.“Tante kamu mana? Terus kenapa kamu nggak tinggal sama mama dan papa kamu?” tanya Nugraha lagi setelah dia merasa masih ada yang kurang.Wajah Indira berubah sedih, “Tante meninggal sejak aku umur 3 tahun karena penyakit kanker. Sedangkan papa sama mama aku cerai sejak aku lah
Hari ini ada pertandingan basket antar kampus Javas cs dan semua mahasiswa/wi kampus sudah memenuhi lapangan basket. Hal ini semakin ramai karena mereka tau kalau kampus mereka menjadi tuan rumah dalam pertandingan basket ini. Javas cs sudah berkumpul di tempat berkumpul para pemain, kebetulan Jovan adalah salah satu pemain dalam tim basket kampus mereka, “Please guys, masalah kemarin jangan membuat kita pada loyo yah buat mendukung Jovan, lupain aja dulu. Kamu juga Van, nggak usah kepikiran yah, kamu harus fokus mainnya, tetap tenang dan buat tim kampus kita menang.” Javas berusaha menyamangati teman-temannya.Yadi datan
Haniel sampai di depan rumah Jovita, tanpa basa-basi lagi dia langsung mengetuk pintu rumah itu. “Eh den Haniel toh, ada apa den?” Seseorang membuka pintu itu yang ternyata adalah pembantu Jovita.“Jovitanya udah pulang kan, bi?” tanya Haniel.“Loh, belum kok den, emang ada apa yah, den?” tanya bibi itu lagi.Haniel terdiam, seharusnya Jovita sudah ada di rumah kalau pulang sejak pagi tadi lalu ke mana Jovita? Haniel menggeleng, sebaiknya dia tidak menambah kepanikan, “Enggak kok bi, Haniel permisi pulang dulu yah, bi. Kalau Jovitanya udah pulang minta tolong sampaikan kalau Haniel tadi nyariin dia,” ujar Haniel lalu pergi meninggalkan rumah Jovita.Haniel berpikir keras, “Jovita ke mana sih sampai sekarang belum pulang?!” batin Haniel. Tiba-tiba pikiran dia tertuju ke satu tempat, “Apa mungkin Jovita ada di sana? Aku cek aja nggak ada salahnya kan.” Haniel bergegas pergi ke tempat ya