Share

Awal Mula Segalanya

last update Last Updated: 2021-09-03 22:15:26

“Guys, bangun… kita udah hampir telat nih jemput papa sama mama aku!” Rachel berusaha membangunkan teman-temannya yang masih tertidur pulas.

“Beneran Rachel?! Kenapa nggak di bangunin dari tadi sih?” protes Tristan yang masih sempat-sempatnya marah dulu sama Rachel.

“Ya ampun Tan, masih sempat-sempatnya kamu ngomelin Rachel sementara yang lain udah langsung ke kamar mandi,” komentar Janetta yang pagi-pagi sudah sibuk dengan HP barang kesayangannya. Tristan yang melihat 2 sahabat cowoknya dah pada masuk ke kamar mandi dengan gercepnya juga memasuki kamar mandi yang kosong.

Rumah Rachel memang besar dengan tersedia kamar mandi yang dikhususkan untuk tamu dan untuk tuan rumah jadi sudah dijamin tidak ada alasan telat karena antri kamar mandi kalau nginap di rumah Rachel. Sementara 4 cewek manis yang sudah siap dari tadi itu mulai bergerak menyediakan sarapan buat mereka supaya selesai geng cowok siap-siap mereka bisa langsung makan dan cepat berangkat.

****

“Hai pa, ma, gimana perjalanannya lancar-lancar aja kan?” tanya Rachel ketika sudah bertemu dengan ortunya di bandara.

“Iya sayang, kok kalian terlambat jemput mama sama papa?” tanya mamanya balik, papanya masih sibuk dengan hp di tangannya.

“Maaf tante, tadi kita pada telat bangun soalnya mengandalkan alarm dari cewek-cewek tapi mereka juga telat bangunin kita.” Jovan berusaha menjelaskan walau dengan napas ngos-ngosan.

Bagaimana tidak, mereka masih sempat lari-lari menyusuri bandara agar bisa sampai di ruang kedatangan papa dan mama Rachel karena mengira mereka sudah sampai dan berniat untuk langsung ke kampus mereka. “Loh sayang, kok jadi nyalahin kita sih?! Kamu sendiri udah tau kan kalau hari ini kita mau jemput om sama tante terus kenapa semalam kamu masih begadang sampai jam 3 pagi,” gerutu Liora yang nggak mau disalahin dalam acara keterlambatan mereka.

“Ya ampun udah-udah, anak muda jaman sekarang kalau pacaran masih aja main nyalah-nyalahin. Jadi rindu mau muda lagi, pengen ketemu sama orang tua kalian mau bernostalgia jaman kita semua masih kayak kalian.” Mama Rachel tertawa mengingat-ingat masa lalunya.

“Ini udah selesai belum nostalgianya.” Mama Rachel jadi tersipu malu karena ternyata sedari tadi suaminya mendengarkan pembicaraan mereka. “Rachel, papa minta maaf sekali yah mungkin sebentar malam papa dan mama bakalan terbang lagi ke Singapore untuk urusan bisnis di sana. Kamu nggak masalah kan tinggal sendirian lagi di rumah, papa sangat minta maaf.” Sebenarnya Rachel sangat sedih karena harus ditinggalkan lagi sama orang tuanya walau sebenarnya dia sudah terbiasa dari kecil tapi tetap saja belum lama Rachel kembali ke rumah dan mereka langsung pergi lagi.

“Nggak apa-apa kok pa, papa juga ke sana karena kerjaan kan dan nggak mungkin mama biarin papa sendirian ngurusin kerjaan papa. Aku di sini ada mereka kok yang bakalan temenin jadi papa tenang aja.” Rachel terus berusaha tersenyum walau hatinya agak tidak enak.

“Makasih yah sayang, kamu memang paling mengerti mama dan papa. Sekarang kita ke kampus kamu yuk, papa sudah nggak sabar melihat kampus yang ditempati anak papa.” Rachel mengangguk, sudah seharusnya ini yang terbaik bahwa Rachel mengalah karena dia tau tidak mungkin orang tuanya meninggalkan dia untuk urusan yang tidak penting dan perusahaan ini sangat penting bagi orang tuanya.

***

Rombongan mobil itu memasuki pekarangan kampus dan disambut dengan dosen dan rektor dari kampus tersebut. “Selamat datang bapak dan ibu Hapsari, saya sangat senang anda mau menyempatkan diri ke kampus ini.” Rektor itu menyalami orang tua Rachel.

“Kami ke sini selain ingin melihat perkembangan kampus ini juga mau melihat aktivitas anak kami di kampus. Apa boleh saya ikut sebentar ke kelas anak saya, Rachel?” Papa Rachel memandang rektor itu penuh harap.

“Oh tentu saja boleh pak, ini dosen yang akan mengajar di kelas anak bapak jadi bapak bisa langsung mengikuti dosen ini.” Dengan mengucapkan terima kasih papa dan mama Rachel mengikuti dosen tersebut, mereka sangat senang karena diperbolehkan melihat kelas anak semata wayang mereka.

Ruangan kelas kampus itu sangat nyaman dengan adanya AC dan beberapa buku yang disediakan juga jendela yang pada pagi hari dibiarkan terbuka agar ada sinar matahari yang masuk. Sebenarnya anak-anak di kelas Rachel sudah tau berita kalau ada pemilik kampus yang akan mengunjungi mereka pagi ini tapi siapa sangka kalau pemilik kampus itu akan masuk ke kelas mereka. “Ngapain tuh cewek ada di sana?!” Wulan memandang Rachel iri.

“Aku juga nggak ngerti, lagian kenapa juga dari semua kelas yang masuk pagi ini di kampus, si pemilik kampus malah pilih kelas ini.” Daisy malah semakin membuat teman-temannya bingung.

“Baik, kalian pasti sudah dengar tentang berita kalau pemilik dari kampus kita akan berkunjung ke kampus kita hari ini dan suatu kehormatan juga karena mereka memilih kelas ini untuk dikunjungi. Sekali lagi bapak akan mengenalkan kedua pemilik kampus kita ini, mereka adalah bapak dan ibu Hapsari.” Sang dosen mulai berbicara memecahkan suasana yang tadinya agak hening.

“Kalau misalnya anak-anak terkenal itu yang ada di depan aku bisa maklumin sih karena kita semua sudah tau kalau mereka itu kenalan pemilik kampus tapi si cewek satu itu ganggu pemandangan banget tau nggak!” Jenar malah jadi kompor buat teman-temannya. Sudah dipastikan kalau geng cewek centil itu makin tambah sinis dengan kehadiran Rachel si anak baru yang kemarin tiba-tiba dekat dengan geng anak popular dan sekarang berdiri berdampingan dengan si pemilik kampus

 “Kalau begitu saya persilahkan kepada bapak atau ibu Hapsari untuk menyampaikan dua patah kata.” Papa Rachel mengangguk kemudian menggantikan posisi tempat dosen itu berdiri.

“Selamat pagi anak-anak, perkenalkan nama saya Siswo Hapsari dan ini istri saya ibu Yuna Hapsari. Saya tau kalau saya mungkin kurang terkenal di kalangan anak muda karena saya ini cuma orang tua yang hobi berdagang dan membuka kesempatan kerja baru maka dari itu saya akan jelaskan kalau saya hanya seorang pengusaha biasa yang juga tertarik dalam dunia pendidikan. Itu adalah salah satu alasan kenapa saya mau membangun kampus ini, alasan kedua adalah karena saya sangat konsen dengan dunia anak remaja. Dunia anak remaja itu sangat rentan karena itu saya ingin membangun dunia yang aman bagi mereka karena saya juga membayangkan bagaimana nantinya kalau anak saya tinggal di dunia yang tidak nyaman pasti akan membuat saya sedih. Oh iya, saya hampir lupa mengenalkan anak saya, namanya adalah Rachel Kirana. Dia anak saya satu-satunya dan baru memulai dunia di sini sama seperti kalian jadi saya harap kalian juga mau mengajak dia untuk menjadi teman yang baik dalam dunia kalian. Saya harap apa yang saya cita-citakan dari awal membangun kampus ini bisa tercapai dengan baik, semangat terus belajar dan nikmatilah dunia kalian.” Dalam sesi perkenalan itu tentu saja papa Rachel akan menarik Rachel untuk berdiri disampingnya dan itu membuat hampir sebagian cewek-cewek di dalam kelas itu menahan napas serasa ingin menghilang dari kehidupan mereka.

“Mampus deh kalian, bentar lagi kalian bakal di keluarin dari sekolah ini gara-gara tuh anak ngadu tentang semua kelakuan kalian ke dia,” bisik Kenan diikuti dengan tawa mengejeknya.

Sementara ketiga cewek itu tidak mendengar perkataan Kenan, mereka hanya memikirkan masa depannya di sekolah tersebut. “Baik anak-anak mungkin sekian perkenalan dari pak Hapsari, kalian bisa melanjutkan pembelajaran dulu tanpa bapak kan? Bapak akan mengantarkan pak Hapsari dulu ke ruang admin.” Hanya anggukan yang diberikan mahasiswa di dalam karena saking shocknya.

“Mama sama papa mau langsung pulang atau gimana?” tanya Rachel setelah mereka keluar dari kelasnya.

“Papa sama mama mau kunjungin ruang admin dulu nanti dari situ baru pulang ke rumah. Pesawat kita sekitar jam 3 sore jadi kalau kamu nggak sempat untuk nganterin nggak masalah kok sayang.”

“Iya benar itu, papa sama mama nggak mau ganggu jam belajar kalian jadi sekarang kalian masuk kelas, sampai ketemu minggu depan yah sayang.” Papa Rachel mencium kening anak gadisnya itu kemudian mereka masuk kembali ke kelas.

***

Rachel cs masuk ke ruang kelas mereka tapi anehnya ruang kelas yang sebelumnya sangat ramai seperti di pasar malah menjadi hening seperti di kuburan. Janetta sangat mengerti kenapa teman sekelasnya malah jadi pendiam seperti itu dan itu membuatnya tertawa yang kemudian disenggol oleh Rachel yang tidak enak dengan keadaan canggung itu. Keadaan yang semakin tidak enak membuat Rachel langsung turun tangan, “Kalian nggak usah mikir yang aneh-aneh, aku ngerti kok kalau kalian merasa risih ketika anak baru langsung sok akrab dengan geng yang paling terkenal di kampus dan aku memaklumi hal itu.” Senyum Rachel membuat hati ketiga cewek centil itu sedikit tenang.

“Makanya kalau nggak tau keadaannya seperti apa nggak usah main bully orang segala, terutama tiga anak yang kemarin sok keren pakai gebrak-gebrak meja Rachel! Untung Rachel baik, kalau nggak kalian semua bisa langsung dikeluarin tanpa sempat salam perpisahan sama anak lain,” sindir Tristan dengan gaya sok coolnya. Rachel melemparkan tatapan sinis ke Tristan sedangkan Janetta yang ada di samping Tristan langsung menjitak kepalanya. “Aduh sakit tau!” teriak Tristan yang siap-siap ingin menjitak kepala Janetta tapi ditahan oleh Jovan. Janetta menaruh telunjuknya di mulutnya, menyuruh Tristan diam sementara Tristan sudah tidak peduli dengan Janetta lagi.

Sambil tetap tersenyum Rachel berbicara lagi, “Untuk Daisy, Wulan sama Camani kalian nggak usah takut, aku nggak dendam kok sama kalian. Kalian tenang aja, kalian kan teman sekelas aku, masa sekelas berantem justru teman sekelas itu musti kompak.” Cewek-cewek yang terus menunduk gara-gara habis disindir Tristan langsung tersenyum tenang saat mendengar ucapan Rachel. “Aku juga salah satu bagian dari mereka dan kita berteman bahkan sejak kami dari kecil, sebenarnya kita ber-8 tapi…” Rachel tiba-tiba menghentikan perkataanya.

Mata Rachel tiba-tiba berkaca-kaca dan terlihat tidak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya, dia membayangkan seseorang yang sudah lama meninggalkannya, sahabatnya, orang yang dia sayangi. “Satu teman kami lagi ada di luar negeri mungkin sebentar lagi bakal pulang.” Liora melanjutkan kata-kata Rachel, dia yang paling cepat menyadari perubahan mood Rachel.

Rachel mengangkat wajahnya lalu tersenyum kepada teman-temannya, senyum yang kelihatan dipaksa. Setelah itu Rachel langsung pergi meninggalkan teman-teman kelasnya dalam kebingungan kecuali geng nya yang sudah mengerti keadaan Rachel. Yadi tidak akan mungkin diam melihat kesedihan di wajah Rachel, tanpa ba-bi-bu dia langsung mengejar Rachel. “Yadi terlihat sangat perhatian dengan Rachel, kamu bodoh Jelena bukankah itu semua sudah hal yang tidak biasa mengingat kita memang selalu bersama.” Jelena tau kalau hatinya terluka karena tatapan khawatir yang berbeda yang keluar dari mata Yadi ketika tau Rachel sedih tapi dia berusaha membuang semua itu, dia mengerti kalau sekarang keadaan mental Rachel harus mereka jaga.

Related chapters

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Ada Apa Dengannya?

    “Rachel!” teriak Yadi sambil terus mengejar Rachel. Rachel mendengar teriakan Yadi sedari tadi dan menurutnya sudah cukup dia membuat Yadi harus capek-capek buang tenaga untuk mengejarnya lagi. “Sumpah Rachel, aku capek banget ngejar ka…” Kata-kata Yadi tiba-tiba terhenti karena Rachel yang langsung memeluknya, melepaskan semua tangisan yang dia tahan sejak tadi.“Di, aku bener-bener kangen sama dia, kenapa sih aku jadi lemah kayak gini gara-gara dia?” Rachel terus menangis tersedu-sedu.“Rachel, kamu begini itu bukan berarti kamu lemah tapi karena kamu belum bisa menerima dia meninggalkan kita tanpa perkataan apapun dan sampai sekarang kita juga masih sedih kalau ingat hal itu. Nangis aja Rachel, kamu nggak lemah dengan nangis seperti itu malah itu mungkin akan membuat kamu menjadi kuat nantinya.” Yadi berusaha menenangkan Rachel dengan mengusap kepalanya lembut walau dalam hatinya merapalkan doa-doa agar Rachel t

    Last Updated : 2021-09-07
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Pertemuan Dengan Orang Baru

    “Kalian baik-baik di Indonesia, Indira, Haniel, tolong jaga Javas dengan baik. Kalau ada apa-apa kayak kemarin, kamu langsung telpon papa yah.” Papa Javas dan Haniel kembali mengingatkan mereka.Penumpang yang menaiki pesawat menuju Indonesia sudah dipanggil. Javas, Haniel dan Indira langsung masuk ke pesawat itu sementara papanya juga langsung pulang tanpa melihat pesawat itu pergi. Harus diketahui bahwa papanya tidak pernah setuju dengan kembalinya mereka ke Indonesia tapi karena kesepakatannya dengan Haniel maka dia harus menelan mentah-mentah ketidaksukaannya itu.****Yadi bangun dari tidurnya, dia melihat Jelena dan Rachel yang lagi bersenda gurau. “Jelena, kamu udah baikan? Badannya udah nggak sakit-sakit lagi?” tanya Yadi sambil memeriksa keadaan Jelena.“Bagian kaki masih sakit tapi kalau seluruh badan udah baikkan kok.” Jelena tersenyum menandakan dia mulai baikan, tersimpan rasa bahagia dihatinya karena Yadi

    Last Updated : 2021-09-07
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Penyamaran yang Terbongkar

    Pagi yang terik, Indira terbangun dari tidurnya karena dikagetkan oleh matahari silau yang menyinari matanya. Cewek manis itu berjalan ke kamar Haniel yang berada tepat di samping kamar kakak sepupunya, Javas. Dilihatnya Haniel masih tertidur dengan pulasnya, “Sekarang emang jam berapa sih? Nih anak kok masih ngorok?” batin Indira. Dia akhirnya menuju ruang keluarga, dilihatnya mbok juga belum mempersiapkan sarapan sepertinya belum bangun juga. Indira memalingkan wajahnya ke jam yang terpampang di dinding ruang keluarga, “Ya ampun, dah pagi banget! Kok orang-orang di rumah belum pada bangun yah? Keasyikan tuh nonton bola sampai pagi, mbok ikut-ikutan juga lagi! Ehm… daripada aku sendirian di rumah belum ada orang bangun mending aku pergi jalan-jalan keluar.”Indira berlari-lari kecil menyusuri jalan di kompleks rumah sepupunya. Tiba-tiba dari arah berlawanan lewat sebuah motor ninja hitam sedikit menyerempet Indira sampai dia terjatuh. Motor itu

    Last Updated : 2021-10-04
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Mimpi yang Nyata

    Javas tidak mengenali tempat itu bahkan mengunjunginya pun tak pernah tapi dengan cara apa dia sampai di tempat itu? Tempat itu hanya dipenuhi oleh pohon-pohon tinggi dan lebat, sepertinya dia ada di hutan. Tidak ada hewan apalagi orang di sana, tiba-tiba dia merasa ada yang memegang pundaknya. Dia berbalik, tampak di depannya 2 orang gadis manis yang sangat dia kenal, dia adalah Rachel dan Indira. Dua cewek itu tersenyum manis ke arah Javas, mereka berdua lalu menarik tangan Javas masuk ke dalam hutan itu.Mereka menikmati kebersamaan mereka di tempat itu sampai tiba-tiba sebuah asap hitam menutupi mereka dan seseorang memukul belakang Javas. Setelah asap hitam itu hilang dia bangun dengan tertatih, sangat terasa sakit pukulan yang tadi diberikan kepadanya. Samar-samar dia mendengar suara seseorang berteriak minta tolong memanggil namanya, “Kak Javas, kak Javas tolong!!!” Dia langsung mencari sumber suara tersebut.Semakin lama dia semakin jauh masuk ke hu

    Last Updated : 2021-10-04
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Semua Apakah Baik-baik Saja?

    Javas terbangun dari tidurnya, dia melihat sekitarnya dan samar-samar dia melihat wajah teman-temannya. Javas memegang kepalanya yang terasa pusing, dia ingin bangun tapi badannya sangat lemah. “Aku bantuin kak, badan kakak masih lemah kan.” Indira membantu Javas untuk menyender di tempat tidurnya.Javas masih mengusap kepalanya yang masih agak pusing, dia lebih memperhatikan teman-temannya yang sebenarnya dia bingung kenapa mereka semua bisa di sini, “Kalian?!”Jovan mendekat ke samping Javas dengan wajah penuh marah, “Bro, kamu sekarang anggap kita apasih, bukan sahabat kamu lagi?! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu udah datang ke Indonesia?! Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi seperti ini?!”Liora langsung mengelus punggung kekasihnya itu, “Sabar Van… Javas baru sadar, kamu jangan langsung marah-marah gitu dong!” Javas menunduk, tak mampu dia menatap teman-temannya.“Jovan pantas kok

    Last Updated : 2021-10-05
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Takdir yang Kejam

    Matahari cerah menghiasi langit pagi itu dan terlihat rumah besar itu sudah penuh dengan hiruk pikuk. “Mbok, baju Indira yang Indira taro di ruang laundry udah selesai mbok setrika yah? Indira cariin lagi kok udah nggak ada?” teriak Indira dari dalam ruang laundray rumah itu.Haniel juga buru-buru turun dari lantai dua kamarnya, sampainya di meja makan dia juga malah ikutan teriak, “Mbok, sarapan belum dibikinin yah? Kalau belum nggak usah bikin sarapan buat Haniel deh, Haniel makan di sekolah aja nanti.”Javas yang duduk di meja makan sedang menikmati bacaan buku paginya jadi agak terganggu mendengar 2 adik-adiknya ini teriak-teriak, “Kalian kenapa sih ribut banget kayak gitu?!” tegurnya. Indira yang dari tadi pulang balik mencari perlengkapan kuliahnya dan Haniel yang mulai teriak-teriak nyariin pak Tarno untuk antar dia ke sekolah akhirnya terdiam. Habisnya kalau Javas sudah dalam mode tegas dan kesal seperti itu akan sangat memba

    Last Updated : 2021-10-05
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Kotak Rahasia

    Nugraha dan Yuri sampai di rumahnya, rumah itu terlihat sepi karena hanya mereka dan 3 pembantu serta 1 supir yang ada di rumah itu. Yuri duduk di sofa ruang tamunya, dia merasa lelah padahal ini baru hari pertamanya bersekolah lagi. Nugraha datang dari dapur dengan membawa 2 botol air mineral dingin dari kulkas, “Kamu kelihatan capek banget, emang ngapain aja tadi di sekolah?” tanya Nugraha setelah mengoper botol air minum itu ke adiknya.Yuri dengan sigap menangkap air minum yang dilemparkan kakaknya, “Nggak kok kak, namanya baru masuk sekolah lagi setelah seminggu libur. Otak sama tenaganya dipakai lagi jadi pasti capek.” Keke memperhatikan kakaknya yang tengah bermain hp. Tiba-tiba sebuah kejadian terlintas kembali di ingatannya, “Tadi kenapa kakak berhenti? Kakak kenal sama orang yang ada di dalam mobil itu?”Nugraha terdiam, dia tidak menyangka kalau adiknya ternyata memiliki ingatan dan penglihatan yang tajam, “Kakak pik

    Last Updated : 2021-10-16
  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Saling Menjauh

    Javas sudah selesai berpakaian begitu pun dengan Haniel tapi anehnya Indira belum juga bangun, “Haniel, kamu belum bangunin Indira dari tadi?” tanya Javas ke adenya itu.“Udah.” Hanya itu saja yang mampu keluar dari mulut Haniel, dia tidak bisa bicara banyak karena mulutnya penuh dengan roti. Javas segera menyelesaikan sarapannya lalu berjalan menuju kamar Indira.“Indira, Indira, bangun dek.” Javas memanggil lembut Indira sambil mengelus pipinya.Indira bergerak sedikit lalu membuka matanya, “Kak Javas udah enakan?” tanya Indira ketika melihat ternyata Javas yang membangunkannya. Javas hanya tersenyum tapi itu sudah menandakan bahwa dia sudah lebih baik. Indira berusaha bangun tapi kepalanya sakit sekali, dia memegang kepalanya dan bersandar di tempat tidurnya.“Kamu kenapa ra, kepalanya sakit?! Kalau sakit mending nggak usah masuk kampus dulu yah nanti kakak bilangin ke teman kelas kamu biar diijinin

    Last Updated : 2021-11-04

Latest chapter

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Perihnya Berjanji

    Javas berjalan lesu ke ruang tempat kumpulnya, dia menaruh tasnya di kursi kemudian terduduk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Dia sangat lelah dengan aktivitasnya hari ini, ditambah masalah sahabatnya yang belum selesai. Dia terduduk dan bersandar di kursinya, dia masih malas untuk pulang di rumah, tidak akan membuat dia berhenti memikirkan tentang sahabat-sahabatnya ini. Tiba-tiba Rachel juga masuk dengan muka yang kusut, dia juga capek dengan semua masalahnya hari ini. Javas teringat sesuatu yang ingin dia bicarakan ke Rachel akhirnya dia mendekati Rachel, Rachel yang merasa di dekati Javas langsung berbalik ke Javas. “Ada apa, Vas?” tanyanya.“Aku dengar pembicaraan kamu sama Indira di rumah sakit…” ujar Javas perlahan.Rachel tersenyum, “Aku sudah menduga kalau kamu mendengar semua pembicaraan kami.”Javas menatap Rachel dalam, “Kenapa kalian harus ikut dalam permasalahan ini, Chel? Biarkan aku yang

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Kamu yang Meninggalkan Pedih

    Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang terlihat sangat sepi, semua masih memikirkan bagaimana nasib pertemanan mereka selanjutnya. Liora dan Tristan terlihat paling murung di antara mereka semua, bagaimana tidak? Setelah kejadian di mall kemarin, kurang lebih sudah 4 hari Janetta dan Jovan tidak terlihat di kampus. Liora jadi sering melamun bahkan menangis sendiri, dia selalu berharap kalau Jovan datang dan menerima permintaan maafnya, dia tau kalau dia juga salah karena tidak pernah memberitahukan ke Jovan kalau dia diberikan surat nggak penting itu.#Tristan pun sama, dia ingin Janetta datang dengan gaya cueknya dan duduk di sampi

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Teman Baru dan Konflik Baru

    Javas turun dari kamarnya sehabis bangun tidur, dia memperhatikan teman-temannya yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dia bosan dengan teman-temannya kalau sedang acuh nggak acuh seperti ini, dia berbalik dan mendapati sebuah grand piano putih miliknya. Dia berjalan mendekati piano itu dan mengelusnya, sudah lama sekali dia tidak memainkan piano ini. Dia mencari seseorang yaitu Jelena dan mendapati Jelena sedang membaca. Javas mendekati Jelena dan membisikkan sesuatu di telinga Jelena sementara yang lain tidak terlalu memperhatikan karena masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Jelena mengangguk senang lalu mengikuti Javas, Jelena duduk di samping Javas dan Javas mulai memencet tuts piano itu.

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Tidak Baik-baik Saja

    Yadi dan Jelena memasuki ruang UGD tempat Javas dan Rachel dirawat karena tidak sadarkan diri. Yadi dan Jelena bergabung dengan teman-temannya, “Rachel sama Javas kenapa sih, Van?” Yadi mencoba meminta penjelasan ke Jovan.“Kalian dari mana aja sih emang?! Rachel sama Javas habis digebukin sama seseorang yang nggak dikenal.” Jovan memberikan penjelasan ke Yadi.Yadi menatap keadaaan Rachel sedih, “Kami berdua dari rumah aku, Yadi nyusulin ke rumah karena nggak ketemu sama aku di tempat les soalnya aku pulang bareng temanku. Kamu tau Van, siapa yang gebukin mereka sampai kayak begini?” Jelena ikut nimbrung dalam pembicaraan Yadi dan Jovan.Jovan menggeleng pelan, dia betul-betul tidak melihat siapa orang yang memukul Javas sampai seperti ini, “Mungkin Indira tau karena dia yang pertama kali temuin Rachel dan Javas di gudang.” Janetta juga ikut nimbrung. Mereka semua pun terdiam, akhir-akhir ini sudah banyak kali mer

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Peringatan Pertama

    Nugraha sudah selesai dengan segala urusan perkampusannya dan siap-siap untuk pulang. Tiba-tiba seseorang mendatanginya, “Aku mau bicarain sesuatu sama kamu tapi nggak di sini,” ujar Clement setengah berbisik. Nugraha mengangguk kemudian mengikuti Clement menuju markas besar mereka.“Ada apa sih, Ment?” tanya Nugraha ketika mereka sudah tiba di markas.“Aku ingin memberikan peringatan pertama ke Javas lewat seseorang yang sudah aku jadikan target, ini orangnya.&rd

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Pengakuan

    “Apa maksud Nugraha dengan mengatakan kalau aku adalah Rahmi keduanya? Apa aku gadis yang dia maksud masuk ke dalam kehidupannya dan akhirnya mulai melupakan rasa sakitnya karena kehilangan Rahnmi?” Pertanyaan itu terus membayangi pikiran Indira. Akibat memikirkan hal itu, Indira sampai kurang tidur semalam dan berujung dia jadi lemas dan ngantuk.Javas memperhatikan adik sepupunya itu dari kaca spion depan mobilnya, “Kamu nggak enak badan lagi yah, Ra? Kalau iya biar aku antar Rachel sama Haniel dulu terus kita putar balik ke rumah biar kamu istirahat di rumah,” suruh Javas.Indira menggeleng, sepertinya pemikiran Indira akan bertambah kalau dia sendirian di rumah tapi kalau dia bertemu dengan teman-teman kelasnya mungkin dia bisa melupakan sebentar mengenai Nugraha. “Aku nggak apa-apa kok kak, semalam aku kurang tidur makanya ngantuk.” Indira memutuskan menolak permintaan Javas.Mereka akhirnya sampai di kampus setelah

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Tumbal Pujaan Hati

    “Berhenti di sini aja Ga, itu rumah aku.” Indira menunjuk rumahnya yang agak besar dan megah.Nugraha memberhentikan mobilnya kemudian mulai memperhatikan rumah itu, “Kamu tinggal di sini sama siapa Ra, kelihatannya sepi banget?” tanya Nugraha ketika mendapatkan satu kesimpulan bahwa rumah sebesar ini tidak mungkin hanya Indira seorang di dalamnya.“Aku tinggal sama sepupu-sepupu aku, om aku tinggalnya di luar negri jadi yang jagain kamu di sini cuma satu pembantu dan supir. Sepupu aku satunya sekampus sama aku tapi masih tinggal nonton tadi sementara sepupu aku yang satu lagi masih sekolah SMA.” Indira menjelaskan panjang lebar.“Tante kamu mana? Terus kenapa kamu nggak tinggal sama mama dan papa kamu?” tanya Nugraha lagi setelah dia merasa masih ada yang kurang.Wajah Indira berubah sedih, “Tante meninggal sejak aku umur 3 tahun karena penyakit kanker. Sedangkan papa sama mama aku cerai sejak aku lah

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Persaingan Oh Persaingan

    Hari ini ada pertandingan basket antar kampus Javas cs dan semua mahasiswa/wi kampus sudah memenuhi lapangan basket. Hal ini semakin ramai karena mereka tau kalau kampus mereka menjadi tuan rumah dalam pertandingan basket ini. Javas cs sudah berkumpul di tempat berkumpul para pemain, kebetulan Jovan adalah salah satu pemain dalam tim basket kampus mereka, “Please guys, masalah kemarin jangan membuat kita pada loyo yah buat mendukung Jovan, lupain aja dulu. Kamu juga Van, nggak usah kepikiran yah, kamu harus fokus mainnya, tetap tenang dan buat tim kampus kita menang.” Javas berusaha menyamangati teman-temannya.Yadi datan

  • Bisakah Untuk Tidak Memilih   Yang Tinggal dan Meninggalkan

    Haniel sampai di depan rumah Jovita, tanpa basa-basi lagi dia langsung mengetuk pintu rumah itu. “Eh den Haniel toh, ada apa den?” Seseorang membuka pintu itu yang ternyata adalah pembantu Jovita.“Jovitanya udah pulang kan, bi?” tanya Haniel.“Loh, belum kok den, emang ada apa yah, den?” tanya bibi itu lagi.Haniel terdiam, seharusnya Jovita sudah ada di rumah kalau pulang sejak pagi tadi lalu ke mana Jovita? Haniel menggeleng, sebaiknya dia tidak menambah kepanikan, “Enggak kok bi, Haniel permisi pulang dulu yah, bi. Kalau Jovitanya udah pulang minta tolong sampaikan kalau Haniel tadi nyariin dia,” ujar Haniel lalu pergi meninggalkan rumah Jovita.Haniel berpikir keras, “Jovita ke mana sih sampai sekarang belum pulang?!” batin Haniel. Tiba-tiba pikiran dia tertuju ke satu tempat, “Apa mungkin Jovita ada di sana? Aku cek aja nggak ada salahnya kan.” Haniel bergegas pergi ke tempat ya

DMCA.com Protection Status