Bimantara masih duduk menunggu Lelaki Tua dan Sang Pelayan melakukan ritual pengusiran arwah. Aroma kemenyan menyeruak, tercuim ke hidungnya. Tak lama kemudian ritual itu selesai dilakukan mereka. Lelaki Tua itu langsung bersimpuh di hadapan Bimantara.“Ampun, Tuan,” ucap Lelaki Tua itu. “Sepertinya hamba tidak menemukan roh jahat yang datang ke tempat ini. Hamba hanya melihat sebuah cahaya putih yang terang benderang. Sepertinya yang datang itu adalah roh baik yang ingin menyampaikan sesuatu pada Tuan.”Bimantara tercengang mendengar itu.“Roh baik yang ingin menyampaikan sesuatu padaku?” tanya Bimantara tak percaya.“Benar, Tuan,” jawab Lelaki Tua itu.Bimantara tampak berpikir mendengar itu. Roh baik yang menyamar menjadi Lelaki Tua itu menceritakan soal kerajaan Iblis padanya. Dia yakin pasti ada hubungan dengannya.“Ampun, Tuan. Jika hamba boleh tahu. Apa yang dikatakan roh yang menyamar menjadi hamba itu pada Tuan?” tanya Lelaki Tua itu. Dia memang sudah lama menjaga kediaman Pu
Bimantara melompati pagar itu dengan tongkatnya lalu mendarat di atas tanah di luar pagar kediaman itu. Dia melihat harimau-harimau buas tengah mengerang kepada para prajurit terbaik utusan dari kerajaan itu. Harimau-harimau itu kini menatap Bimantara. Mereka mengerang marah. Para prajurit terbaik itu tampak mundur. Kesempatan emas untuk menjauh dari harimau-harimau yang terlihat seperti kelaparan itu.Bimantara mengarahkan tongkatnya pada harimau-harimau itu. Seketika harimau-harimau itu menjadi jinak dan terdiam. Naluri ilmu penakluk hewan dan binatangnya keluar dari dalam diri Bimantara tanpa disadarinya. Para prajurit itu pun tampak heran dan tak percaya.“Kenapa Yang Mulia Raja mengutus kalian ke sini?” tanya Bimantara kemudian.“Yang Mulia Raja meminta kami untuk membawamu ke istana,” jawab salah satu dari prajurit terbaik itu.Bimantara heran mendengarnya.“Apakah karena Yang Mulia Raja sudah tahu akan hubunganku dengan Tuan Putri?” tanya Bimantara.“Kami tidak tahu alasannya a
Langit di atas kerajaan Andana Warih tampak cerah. Putri Kidung Putih tampak duduk melamun di teras kamarnya. Tak lama kemudian Kepala Pelayan datang membawa minuman hangat untuknya. Dia langsung menghidangkannya di hadapan Tuan Putri.“Ini minumnya, Yang Mulia,” ucap Kepala Pelayan itu dengan wajah khawatir. Dia belum tahu apa yang dikatakan Sang Raja padanya saat Sang Raja meminta Tuan Putri ke ruangannya. Dia penasaran namun enggan bertanya karena takut.“Terima kasih,” jawab Sang Putri.Kepala Pelayan mengangguk. Dia kembali berjalan keluar membawa nampannya. Saat Kepala Pelayan itu hampir saja mendekati pintu keluar kamar itu, Sang Putri memanggilnya.“Kepala Pelayan!”Kepala Pelayan itu menoleh padanya.“Iya, Yang Mulia,” jawab Kepala Pelayan.“Kemarilah!”Kepala Pelayan bergegas kembali mendekati Sang Putri.“Ada apa, Yang Mulia?” tanya Kepala Pelayan heran.“Ayah tengah mengirim utusan terbaiknya untuk menjemput Bimantara ke istana,” jawab Tuan Putri.Kepala Pelayan terbebalak
Para utusan itu mendatangi kediaman Sang Putri. Mereka mengabarkan perintah Sang Raja untuk membawa Sang Putri menghadap Sang Raja. Sang Putri heran.“Apakah Bimantara tidak berhasil kalian bawa ke sini?” tanya Sang Putri.“Kami sudah berusaha, namun harimau-harimau penjaga menghalangi kami. Dan akhirnya Bimantara datang lalu menundukkan harimau-harimau itu dengan tongkatnya. Dia bilang akan ke istana jika Tuan Putri yang menjemputnya,” jawab Prajurit itu.Tuan Putri terbelalak mendengarnya.“Bimantara menundukkan harimau-harimauku?” tanyanya tak percaya.“Benar, Yang Mulia,” jawab Prajurit itu.Sang Putri benar-benar tidak percaya kalau ternyata Bimantara bukan hanya mampu menundukkan Janardana. Dia juga mampu menundukkan harimau-harimaunya. Sang Putri pun langsung pergi bersama prajuritnya untuk menemui Sang Raja.Saat Sang Putri sudah menghadap Sang Raja. Sang Raja langsung berdiri menatapnya.“Apa saja yang kau ajarkan pada pemuda itu?” tanya Sang Raja geram.Sang Putri bingung me
Lalaki Tua itu keluar dari gerbang istana menemui kelima Ninja di hadapannya yang sedang bertarung menghadapi para prajurit penjaga kediaman itu. Sesaat kemudian Lelaki Tua menggerakkan tangannya lalu tiba-tiba tenaga dalamnya keluar dan diarahkan kepada kelima Ninja itu. Kelima Ninja terdorong tenaga kuat itu hingga tubuhnya terhempas jauh ke atas tanah. Bersamaan dengan itu Bimantara mendarat dengan tongkatnya di sebelah Lelaki Tua itu.“Siapa kalian?! Bukan kah di negeri ini dilarang menggunakan ilmu bela diri bagi rakyat jelata?!” tegas Lelaki Tua itu.Bimantara tak percaya melihat Lelaki Tua itu ternyata memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Dia orang kerajaan dan orang kepercayaan Tuan Putri. Mungkin karena itulah dia memiliki ilmu bela diri dan bebas melawan kelima Ninja itu, pikir Bimantara.Salah satu dari kelima Ninja itu bangkit berdiri.“Kau tak perlu tahu siapa kami. Serahkan Pemuda itu pada kami jika tidak ingin seluruh peghuni kediaman ini mati!” ancam Ninja itu.“Kalia
Seorang Lelaki gagah itu berlari terengah-engah menghadap Pangeran Padama. Pangeran itu berdiri heran.“Kau pulang sendirian? Kemana kelima Ninja yang lainnya?” tanya Pangeran Padama dengan heran.Lelaki gagah itu gemetar lalu berlutut di hadapannya penuh takut. Keringat mengucur di dahi dan lehernya.“Ampun, Yang Mulia. Pemuda pincang itu telah membunuh lima Ninja terbaik kita.”Pangeran Padama geram mendengarnya. Dia mengepal tangannya lalu tenaga dalamnya terkumpul di sana. Dia arahkan tangannya ke dinding gua hingga batu-batu berjatuhan tepat yang dikenai tenaga dalamnnya. Para Tetua yang berada di dalam sana tampak gemetar ketakutan.“Benar-benar tidak berguna!” geram Pangeran Padama.“Ampun Yang Mulia, sebaiknya kita gunakan cara yang lainnya saja,” nasehat Tetua padanya.Pangeran Padama menatap Tetua yang bicara itu dengan amarah.“Dengan cara apa? Kita tidak memiliki cara apapun selain menghadapinya dan merebut langsung tongkat yang dimiliki Pemuda itu!” geram Pangeran Padama.
Pangeran Kedua berlari menuju kediaman Putra Mahkota. Dia berlari melewati bebungaan jalan setapak menuju kediaman itu. Putra Mahkota yang tengah duduk menikmati makanannya di teras kediamannya langsung berdiri saat melihat adiknya berlari terengah-engah padanya.“Kakak! Kakak!” teriak Pangeran Kedua.“Ada apa adikku?” tanya Putra Mahkota dengan herannya.“Ayah telah meminta Putri untuk menjemput kekasihnya di kediamannya,” jawab Pangeran Kedua.Putra Mahkota terbelalak mendengarnya.“Apakah para prajurit terbaik yang aku pilih itu gagal membunuh pemuda pincang itu?” tanya Putra Mahkota tak percaya. Ya, dia telah memerintahkan prajurit pilihannya itu untuk langsung membunuh Bimantara agar tak perlu dibawa menghadap Sang Raja. Putra Mahkota tidak terima melihat adiknya mencintai rakyat jelata yang tidak jelas asal usulnya. Putra Mahkota khawatir Sang Putri akan dimanfaatkan oleh Bimantara.“Kabarnya Pemuda Pincang itu sangat kuat. Dia memiliki ilmu bela diri yang mumpuni hingga para pr
Bimantara memasuki kamar Putri Kidung Putih. Dia memeriksa kamar itu dengan seksama. Dia ingin tahu bagaimana dia bisa mencintai Sang Putri itu dan bagaimana Sang Putri sesungguhnya. Dia memperhatikan lukisan yang berada di kamar itu. Ada lukisan pemandangan yang indah. Di dalam lukisan itu ada sebuah gunung. Namun saat memperhatikan lukisan itu dengan jelas, dia melihat ada seorang lelaki pincang yang tengah berdiri dengan tongkatnya di atas batu. Sosok lelaki pincang itu tampak sangat kecil.Bimantara memperhatikannya lagi. Dia heran melihat sosok di dalam lukisan itu sangat mirip dengannya. Tak lama kemudian Pelayan masuk.“Ampun, Tuan,” ucap Pelayan itu.Bimantara terkejut.“Maaf, saya tidak izin untuk memasuki kamar Tuan Putri,” ucap Bimantara,“Tidak mengapa Tuan, toh Yang Mulia juga tidak melarang Tuan untuk memasuki kamarnya. Hamba datang karena ini menawarkan makanan kepada Tuan. Apakah Tuan lapar?” tanya Sang Pelayan.“Aku masih kenyang,” jawab Bimantara. “Boleh aku bertanya