Para utusan itu mendatangi kediaman Sang Putri. Mereka mengabarkan perintah Sang Raja untuk membawa Sang Putri menghadap Sang Raja. Sang Putri heran.“Apakah Bimantara tidak berhasil kalian bawa ke sini?” tanya Sang Putri.“Kami sudah berusaha, namun harimau-harimau penjaga menghalangi kami. Dan akhirnya Bimantara datang lalu menundukkan harimau-harimau itu dengan tongkatnya. Dia bilang akan ke istana jika Tuan Putri yang menjemputnya,” jawab Prajurit itu.Tuan Putri terbelalak mendengarnya.“Bimantara menundukkan harimau-harimauku?” tanyanya tak percaya.“Benar, Yang Mulia,” jawab Prajurit itu.Sang Putri benar-benar tidak percaya kalau ternyata Bimantara bukan hanya mampu menundukkan Janardana. Dia juga mampu menundukkan harimau-harimaunya. Sang Putri pun langsung pergi bersama prajuritnya untuk menemui Sang Raja.Saat Sang Putri sudah menghadap Sang Raja. Sang Raja langsung berdiri menatapnya.“Apa saja yang kau ajarkan pada pemuda itu?” tanya Sang Raja geram.Sang Putri bingung me
Lalaki Tua itu keluar dari gerbang istana menemui kelima Ninja di hadapannya yang sedang bertarung menghadapi para prajurit penjaga kediaman itu. Sesaat kemudian Lelaki Tua menggerakkan tangannya lalu tiba-tiba tenaga dalamnya keluar dan diarahkan kepada kelima Ninja itu. Kelima Ninja terdorong tenaga kuat itu hingga tubuhnya terhempas jauh ke atas tanah. Bersamaan dengan itu Bimantara mendarat dengan tongkatnya di sebelah Lelaki Tua itu.“Siapa kalian?! Bukan kah di negeri ini dilarang menggunakan ilmu bela diri bagi rakyat jelata?!” tegas Lelaki Tua itu.Bimantara tak percaya melihat Lelaki Tua itu ternyata memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Dia orang kerajaan dan orang kepercayaan Tuan Putri. Mungkin karena itulah dia memiliki ilmu bela diri dan bebas melawan kelima Ninja itu, pikir Bimantara.Salah satu dari kelima Ninja itu bangkit berdiri.“Kau tak perlu tahu siapa kami. Serahkan Pemuda itu pada kami jika tidak ingin seluruh peghuni kediaman ini mati!” ancam Ninja itu.“Kalia
Seorang Lelaki gagah itu berlari terengah-engah menghadap Pangeran Padama. Pangeran itu berdiri heran.“Kau pulang sendirian? Kemana kelima Ninja yang lainnya?” tanya Pangeran Padama dengan heran.Lelaki gagah itu gemetar lalu berlutut di hadapannya penuh takut. Keringat mengucur di dahi dan lehernya.“Ampun, Yang Mulia. Pemuda pincang itu telah membunuh lima Ninja terbaik kita.”Pangeran Padama geram mendengarnya. Dia mengepal tangannya lalu tenaga dalamnya terkumpul di sana. Dia arahkan tangannya ke dinding gua hingga batu-batu berjatuhan tepat yang dikenai tenaga dalamnnya. Para Tetua yang berada di dalam sana tampak gemetar ketakutan.“Benar-benar tidak berguna!” geram Pangeran Padama.“Ampun Yang Mulia, sebaiknya kita gunakan cara yang lainnya saja,” nasehat Tetua padanya.Pangeran Padama menatap Tetua yang bicara itu dengan amarah.“Dengan cara apa? Kita tidak memiliki cara apapun selain menghadapinya dan merebut langsung tongkat yang dimiliki Pemuda itu!” geram Pangeran Padama.
Pangeran Kedua berlari menuju kediaman Putra Mahkota. Dia berlari melewati bebungaan jalan setapak menuju kediaman itu. Putra Mahkota yang tengah duduk menikmati makanannya di teras kediamannya langsung berdiri saat melihat adiknya berlari terengah-engah padanya.“Kakak! Kakak!” teriak Pangeran Kedua.“Ada apa adikku?” tanya Putra Mahkota dengan herannya.“Ayah telah meminta Putri untuk menjemput kekasihnya di kediamannya,” jawab Pangeran Kedua.Putra Mahkota terbelalak mendengarnya.“Apakah para prajurit terbaik yang aku pilih itu gagal membunuh pemuda pincang itu?” tanya Putra Mahkota tak percaya. Ya, dia telah memerintahkan prajurit pilihannya itu untuk langsung membunuh Bimantara agar tak perlu dibawa menghadap Sang Raja. Putra Mahkota tidak terima melihat adiknya mencintai rakyat jelata yang tidak jelas asal usulnya. Putra Mahkota khawatir Sang Putri akan dimanfaatkan oleh Bimantara.“Kabarnya Pemuda Pincang itu sangat kuat. Dia memiliki ilmu bela diri yang mumpuni hingga para pr
Bimantara memasuki kamar Putri Kidung Putih. Dia memeriksa kamar itu dengan seksama. Dia ingin tahu bagaimana dia bisa mencintai Sang Putri itu dan bagaimana Sang Putri sesungguhnya. Dia memperhatikan lukisan yang berada di kamar itu. Ada lukisan pemandangan yang indah. Di dalam lukisan itu ada sebuah gunung. Namun saat memperhatikan lukisan itu dengan jelas, dia melihat ada seorang lelaki pincang yang tengah berdiri dengan tongkatnya di atas batu. Sosok lelaki pincang itu tampak sangat kecil.Bimantara memperhatikannya lagi. Dia heran melihat sosok di dalam lukisan itu sangat mirip dengannya. Tak lama kemudian Pelayan masuk.“Ampun, Tuan,” ucap Pelayan itu.Bimantara terkejut.“Maaf, saya tidak izin untuk memasuki kamar Tuan Putri,” ucap Bimantara,“Tidak mengapa Tuan, toh Yang Mulia juga tidak melarang Tuan untuk memasuki kamarnya. Hamba datang karena ini menawarkan makanan kepada Tuan. Apakah Tuan lapar?” tanya Sang Pelayan.“Aku masih kenyang,” jawab Bimantara. “Boleh aku bertanya
Pangeran kedua kembali mengangkat pedangnya lalu diulurkannya ke arah Bimantara. Wajahnya tampak menyimpan amarah. Bimantara dapat menangkap dengan jelas di matanya. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Untuk ikut bersimpuh seperti Pelayan dan Prajurit penjaga dia enggan. Dia masih tak mengerti kenapa Pangeran itu hendak membunuhnya. Saat ke sembilan Ninja itu langsung berbaris di belakang Pangeran Kedua.“Siapa kau sebenarnya?” tanya Pangeran Kedua pada Bimantara.“Namaku Bimantara,” jawabnya. Begitulah yang dia ketahui saat ingatannya dicabut Dewa Air. Dia hanya tahu namanya Bimantara dari orang-orang memanggilnya.“Dari mana asalmu?” tanya Pangeran Kedua lagi.“Aku dari rakyat jelata,” jawab Bimantara seperti yang didengarnya dari Tuan Putri.“Maksudku, dari mana asal tempat lahirmu?!”“Aku lahir dari negeri ini,” jawab Bimantara.“Jangan berbohong padaku!” Pangeran Kedua tampak tak percaya. “Aku tahu ilmu bela dirimu bukan berasal dari adikku Putri! Kau pasti mempelajarinya
Amita tampak duduk melamun di beranda rumahnya. Gavin dan Gala yang baru saja pulang dari menangkap ikan di lautan berjalan heran menujunya.“Nenek kenapa?” tanya Gavin bingung.“Aku masih memikirkan kesalahanku pada Pangeran Padama,” ucap Amita.Mendengar itu Gavin dan Gala langsung meletakkan ikan-ikan mereka di atas tanah lalu duduk mengapit Amita dengan kasihan.“Jangan dipikirkan, Nek. Ini bukan kesalahan Nenek. Justri harusnya Pangeran Padama berterima kasih pada Nenek karena telah memberitahukan sosok pemuda yang ada di ramalan itu,” ucap Gala menenangkannya.“Benar, Nek. Yang penting Nenek sudah berusaha sebaik mungkin untuk tetap setia pada Pangeran Padama,” tambah Gavin.Amita berdiri dengan raut sedih.“Nenek sudah tidak sabar, tahta kerajaan di negeri ini kembali pada Pangeran Padama hingga kita bisa kembali menyembah Bubungkala di gunung Nun. Coba kalian lihat, sejak kita berhenti menyembah Bubungkala, kita kesuahan mencari rezeki. Semua yang ada di negeri ini milik keraj
Saat Panglima hendak menyiapkan tenda di atas tanah lapang. Bimantara tiba-tiba memiliki Naluri seolah mendengar suara hujan. Suara-suara itu mengatakan Bimantara bisa menghentikannya jika Bimantara mau.“Apakah kau mendengar sesuatu?” tanya Bimantara pada Sang Putri.“Aku hanya mendengar suara hujan dan angin di luar sana,” jawab Sang Putri. “Memangnya kenapa? Kau mendengar suara-suara aneh?”Bimantara heran karena hanya dia saja yang mendengar suara itu. Tak Lama kemudian Bimantara turun dari kereta kencana. Putri Kidung Putih tampak heran.“Kau mau kemana?” tanya Sang Putri heran.Bimantara tidak menjawab pertanyaannya. Dia malah berdiri di atas tanah dengan tongkatnya. Wajahnya menengadah pada langit yang menjatuhi hujan yang begitu deras itu. Titik-titik air hujan itu membasahi wajah dan pakaiannya.“Bimantara! Apa yang kau lakukan?!” tanya Sang Putri dengan khawatirnya.Sang Panglima dan pasukannya yang sedang sibuk membuat tenda pun tampak heran. Apalagi Sang Pelayan. Dia heran