Lelaki Tua itu berjalan menembus hutan. Rerumputan yang diinjaknya tampak basah. Daun-daun menteskan air sisa hujan yang mengenainya. Tetesan hujan dari dedaunan itu sesekali mengenai rambutnya. Saat tiba di tepi jurang, dia melihat tanaman yang dicarinya. Tanaman yang mirip dengan lidah buaya namun tanaman itu memiliki bunga yang mirip dengan bunga teratai.“Itulah yang aku cari,” ujar Lelaki Tua itu.Dia bingung bagaimana untuk mendapatkan tanaman itu sementara keberadaannya berada di tebing jurang itu, bersembunyi di balik rerumputan yang daunnya begitu tinggi. Hanya terlihat bebungaannya saja yang tengah mekar.“Aku harus mendapatkannya. Bagaimana pun ingatan Bimantara harus kembali,” ujarnya dalam hati. “Dia telah menyelamatkan nyawaku. Aku harus membalas budi padanya.”Namun saat Lelaki Tua itu berusaha menuruni tebing itu, tiba-tiba ada sosok cahaya putih datang ke hadapannya. Sosok Lelaki yang tidak dapat dilihatnya dengan jelas bagaimana rupanya karena cahaya yang keluar dari
Raja Abinawa tampak gelisah menunggu kedatangan Putri Kidung Putih. Tak lama kemudian Ratu datang diikuti oleh Pelayan-Pelayannya. Ratu langsung bersimpuh menghadapnya.“Kenapa Yang Mulia memanggilku?” tanya Sang Ratu. Dia tampak heran melihat raut kegelisahan di wajah suaminya itu. “Apa kau memiliki masalah?”“Putri Kidung Putih,” jawab Sang Raja.Ratu menghela napas mendengarnya.“Aku sudah mendengar itu,” ucap Ratu. “Aku tidak mempermasalahkan Putri bungsu kita mencintai siapapun di negeri ini. Meskipun lelaki yang dicintainya itu dari golongan rakyat jelata. Selama Putri mencintainya dan Lelaki itu mencintainya, aku rasa tidak ada masalah. Karena aku yakin, Putri pasti memiliki alasan yang tepat kenapa dia menginginkan lelaki itu. Putri kita tidak bodoh. Dia cerdas dan memiliki kecerdasan di atas kedua kakaknya,” ucap Sang Ratu.“Aku khawatir dia menjadi buta karena cinta. Bagaimana jikalau lelaki itu sengaja memanfaatkan perasaan Putri kita? Aku tak akan pernah menerimanya jika d
Saat Bimantara dikawal Pejabat Istana dan para prajurit menuju kediamannya di ujung istana. Para penduduk istana tampak berbisik-bisik saat melihat sosok Bimantara yang pincang. Mereka tak habis pikir kenapa Tuan Putri bisa mencintai pemuda itu. Kabar Tuan Putri mencintai rakyat jelata itu sudah tersebar ke seantero istana. Orang-orang istana tampak menyayangkan keputusan Sang Putri.“Kalau dilihat dia memang tampan. Mungkin karena ketampanannya Tuan Putri kepincut dengan pemuda pincang itu,” bisik penduduk istana pada temannya.“Aku rasa karena pemuda itu diam-diam memiliki ilmu. Mungkin saja dia memiliki ilmu pengasihan hingga Tuan Putri jatuh cinta padanya,” jawab temannya.“Kita harus membantu Yang Mulia raja untuk selalu mengawasinya. Jika kita menemukan kecurigaan padanya, kita harus segera melapor ke Yang Mulia Raja,” bisiknya.Bimantara berhenti melangkah. Dia mendengar dengan samar obrolan penghuni istana itu yang dilintasinya. Pejabat Istana dan para prajurit yang mengikutin
Pintu kediaman Putri Kidung Putih terbuka paksa. Sang Putri tampak terkejut melihat kedatangan Raja Abinawa dengan wajah geramnya.“Ayah?” ucap Sang Putri dengan heran.“Kenapa kau tega membohongi ayah?” teriak Sang Raja.Sang Putri tampak semakin heran. “Maksud, Ayah?”“Kau sudah berbohong bahwa Pemuda Pincang itu kekasihmu! Kau sedang memanfaatkannya karena ingatannya yang hilang! Kepala Pelayan telah memberi tahu semuanya pada Ayah!”Sang Putri gemetar mendengarnya. Dia kemudian bersimpuh di hadapan Sang Raja.“Ampuni aku, Ayah. Aku jujur mencintai pemuda itu. Dialah yang sering muncul dalam mimpi-mimpiku. Aku tak sengaja menemukannya saat mencari burung hitamku. Sejak aku melihatnya, di situlah aku berpikir untuk menyakinkannya kalau dia kekasihku. Itu karena aku lakukan untuk menggagalkan ramalan itu,” ucap Sang Putri dengan gemetar.Sang Raja terbelalak mendengarnya.“Karena ramalan itu?”“Iya, ayah! Bukan kah ayah sudah tahu bahwa kelak akan datang seorang pemuda yang akan berg
Putra Mahkota datang ke kediaman Sang Raja. Dia langsung bersimpuh di hadapannya sembari menahan kekesalannya. Raja Abinawa tampak heran.“Ada apa?” tanya Raja Abinawa.“Kenapa Ayah ingin menjadi Pemuda Pincang itu sebagai Panglima dan suami dari adikku?” protes Putra Mahkota.“Panggil dia Bimantara,” ujar Sang Raja. “Dia memiliki nama. Sebagai Putra Mahkota kau harus menghargai mereka yang tidak sempurna.”“Dia tidak pantas untuk menjadi Panglima dan suami dari Putri, Ayah,” protes Putra Mahkota.“Ada yang aku ketahui di balik semua ini, dan karena itulah aku melakukan semuanya,” jawab Sang Raja.“Aku yakin dia penipu. Dia memanfaatkan Putri untuk mendapatkan jabatan di istana ini. Setelah dia mendapatkan jabatan, dia akan berlaku semena-mena dan bisa saja menurunkan tahta ayah di sini!”“Kecilkan suaramu di hadapanku!” tegas Sang Raja. “Lagipula belum tentu dia akan berhasil mengalahkan para pendekar terbaikku dan Panglima Indra!”“Kalau ayah masih ragu, hentikan saja rencana ayah i
Putri Kidung Putih berlari menuju kediaman Bimantara saat dia mendengar bahwa Raja akan mengadakan pertarungan antar pendekar dan Panglima Indra dengan Bimantara. Para Prajurit menghadang kedatangan Putri di gerbang utama kediaman itu.“Ampun, Tuan Putri. Yang Mulia memerintahkan kami untuk menjaga kediaman ini. Yang Mulia Putri dilarang masuk ke dalam sana dan Tuan Bimantara dilarang keluar dari kediamannya,” ucap Prajurit.Tuan Putri tampak kesal mendengarnya.“Kalau begitu, tolong panggilkan Bimantara. Aku ingin bicara dengannya di sini,” perinta Putri Kidung Putih.“Baik, Yang Mulia,” jawab Prajurit itu.Dia pun pergi menjemput Bimantara di dalam sana. Tak lama kemudian Bimantara keluar dari kediaman itu bersama Prajurit. Dia langsung menghampiri Putri Kidung Putih. Sang Putri pun menarik tangannya untuk menjauh dari para Prajurit penjaga itu. Mereka bicara di taman istana.“Ayah ingin mengadakan pertarungan untukmu dengan para pendekar istana dan Panglima Indra,” ucap Putri Kidun
“Hentikan!” teriak Bimantara sambil menahan serangan pedang dari Pangeran Kedua. “Aku tidak sedang memusuhimu dan aku bukan seorang penjahat yang harus kau lawan.”Pangeran Kuda menghentikan serangannya sesaat. Napasnya memburu. Amarahnya menguak.“Buktikan padaku kalau kau pantas aku terima sebagai kekasih adikku!” tegas Pangeran Kedua.Pangeran Kedua kembali menyerang Bimantara. Seketika tongkat hitam yang dipegang Bimantara berubah menjadi Pedang Perak Cahaya merah yang berkilau. Pangeran Kedua terbelalak melihatnya. Pedang itu langsung diayunkan Bimantara hingga mematahkan pedang di tangan Pangeran Kedua. Pangeran Kedua tampak tak percaya.“Sudah aku bilang! Aku bukan musuhmu!” tegas Bimantara sambil memegang pedang itu. Matanya tampak tajam memandangi Pangeran Kedua.“Siapa kau sebenarnya?” tanya Pangeran Kedua. “Siapa kau sebenarnya?! Apakah utusan Bubungkala untuk menghancurkan negeri ini? Apa kau sengaja memanfaatkan adikku agar kau bisa masuk ke dalam istana lalu melakukan ak
“Yang kedua?” tanya Bimantara lagi.“Yang kedua Pendekar Pasir Putih,” jawab Pelayan itu.“Pendekar Pasir Putih?”“Benar, Tuan. Dia penjaga di sepanjang pantai negeri ini. Dia mengendalikan para prajurit yang menjaga garis pantai negeri ini,” jawab Pelayan itu.“Apa kehebatannya?” tanya Bimantara.“Tubuhnya bisa berubah menjadi pasir lalu pasir-pasir itu bisa menggerogoti kulit dan daging manusia hingga bolong-bolong penuh darah,” jawab Pelayan itu tampak ngeri menceritakannya.Bimantara semakin ngeri mendengarnya.“Yang Ketiga?” tanya Bimantara.“Yang Ketiga Pendekar Bunga Teratai,” jawab Pelayan itu.“Apa kehebatannya?” tanya Bimantara.“Dia memiliki senjata tusuk rambut yang sangat beracun. Bila terkena kulit manusia, maka kulit manusia seperti terbakar lalu racun-racun itu akan cepat mematikannya. Dia menguasai area hutan dan mengendalikan para prajurit yang menjaga hutan,” jawab Pelayan.Bimantara semakin bergidik ngeri mendengarnya.“Apa dia pendekar perempuan?” tanya Bimantara