Saat Bimantara dikawal Pejabat Istana dan para prajurit menuju kediamannya di ujung istana. Para penduduk istana tampak berbisik-bisik saat melihat sosok Bimantara yang pincang. Mereka tak habis pikir kenapa Tuan Putri bisa mencintai pemuda itu. Kabar Tuan Putri mencintai rakyat jelata itu sudah tersebar ke seantero istana. Orang-orang istana tampak menyayangkan keputusan Sang Putri.“Kalau dilihat dia memang tampan. Mungkin karena ketampanannya Tuan Putri kepincut dengan pemuda pincang itu,” bisik penduduk istana pada temannya.“Aku rasa karena pemuda itu diam-diam memiliki ilmu. Mungkin saja dia memiliki ilmu pengasihan hingga Tuan Putri jatuh cinta padanya,” jawab temannya.“Kita harus membantu Yang Mulia raja untuk selalu mengawasinya. Jika kita menemukan kecurigaan padanya, kita harus segera melapor ke Yang Mulia Raja,” bisiknya.Bimantara berhenti melangkah. Dia mendengar dengan samar obrolan penghuni istana itu yang dilintasinya. Pejabat Istana dan para prajurit yang mengikutin
Pintu kediaman Putri Kidung Putih terbuka paksa. Sang Putri tampak terkejut melihat kedatangan Raja Abinawa dengan wajah geramnya.“Ayah?” ucap Sang Putri dengan heran.“Kenapa kau tega membohongi ayah?” teriak Sang Raja.Sang Putri tampak semakin heran. “Maksud, Ayah?”“Kau sudah berbohong bahwa Pemuda Pincang itu kekasihmu! Kau sedang memanfaatkannya karena ingatannya yang hilang! Kepala Pelayan telah memberi tahu semuanya pada Ayah!”Sang Putri gemetar mendengarnya. Dia kemudian bersimpuh di hadapan Sang Raja.“Ampuni aku, Ayah. Aku jujur mencintai pemuda itu. Dialah yang sering muncul dalam mimpi-mimpiku. Aku tak sengaja menemukannya saat mencari burung hitamku. Sejak aku melihatnya, di situlah aku berpikir untuk menyakinkannya kalau dia kekasihku. Itu karena aku lakukan untuk menggagalkan ramalan itu,” ucap Sang Putri dengan gemetar.Sang Raja terbelalak mendengarnya.“Karena ramalan itu?”“Iya, ayah! Bukan kah ayah sudah tahu bahwa kelak akan datang seorang pemuda yang akan berg
Putra Mahkota datang ke kediaman Sang Raja. Dia langsung bersimpuh di hadapannya sembari menahan kekesalannya. Raja Abinawa tampak heran.“Ada apa?” tanya Raja Abinawa.“Kenapa Ayah ingin menjadi Pemuda Pincang itu sebagai Panglima dan suami dari adikku?” protes Putra Mahkota.“Panggil dia Bimantara,” ujar Sang Raja. “Dia memiliki nama. Sebagai Putra Mahkota kau harus menghargai mereka yang tidak sempurna.”“Dia tidak pantas untuk menjadi Panglima dan suami dari Putri, Ayah,” protes Putra Mahkota.“Ada yang aku ketahui di balik semua ini, dan karena itulah aku melakukan semuanya,” jawab Sang Raja.“Aku yakin dia penipu. Dia memanfaatkan Putri untuk mendapatkan jabatan di istana ini. Setelah dia mendapatkan jabatan, dia akan berlaku semena-mena dan bisa saja menurunkan tahta ayah di sini!”“Kecilkan suaramu di hadapanku!” tegas Sang Raja. “Lagipula belum tentu dia akan berhasil mengalahkan para pendekar terbaikku dan Panglima Indra!”“Kalau ayah masih ragu, hentikan saja rencana ayah i
Putri Kidung Putih berlari menuju kediaman Bimantara saat dia mendengar bahwa Raja akan mengadakan pertarungan antar pendekar dan Panglima Indra dengan Bimantara. Para Prajurit menghadang kedatangan Putri di gerbang utama kediaman itu.“Ampun, Tuan Putri. Yang Mulia memerintahkan kami untuk menjaga kediaman ini. Yang Mulia Putri dilarang masuk ke dalam sana dan Tuan Bimantara dilarang keluar dari kediamannya,” ucap Prajurit.Tuan Putri tampak kesal mendengarnya.“Kalau begitu, tolong panggilkan Bimantara. Aku ingin bicara dengannya di sini,” perinta Putri Kidung Putih.“Baik, Yang Mulia,” jawab Prajurit itu.Dia pun pergi menjemput Bimantara di dalam sana. Tak lama kemudian Bimantara keluar dari kediaman itu bersama Prajurit. Dia langsung menghampiri Putri Kidung Putih. Sang Putri pun menarik tangannya untuk menjauh dari para Prajurit penjaga itu. Mereka bicara di taman istana.“Ayah ingin mengadakan pertarungan untukmu dengan para pendekar istana dan Panglima Indra,” ucap Putri Kidun
“Hentikan!” teriak Bimantara sambil menahan serangan pedang dari Pangeran Kedua. “Aku tidak sedang memusuhimu dan aku bukan seorang penjahat yang harus kau lawan.”Pangeran Kuda menghentikan serangannya sesaat. Napasnya memburu. Amarahnya menguak.“Buktikan padaku kalau kau pantas aku terima sebagai kekasih adikku!” tegas Pangeran Kedua.Pangeran Kedua kembali menyerang Bimantara. Seketika tongkat hitam yang dipegang Bimantara berubah menjadi Pedang Perak Cahaya merah yang berkilau. Pangeran Kedua terbelalak melihatnya. Pedang itu langsung diayunkan Bimantara hingga mematahkan pedang di tangan Pangeran Kedua. Pangeran Kedua tampak tak percaya.“Sudah aku bilang! Aku bukan musuhmu!” tegas Bimantara sambil memegang pedang itu. Matanya tampak tajam memandangi Pangeran Kedua.“Siapa kau sebenarnya?” tanya Pangeran Kedua. “Siapa kau sebenarnya?! Apakah utusan Bubungkala untuk menghancurkan negeri ini? Apa kau sengaja memanfaatkan adikku agar kau bisa masuk ke dalam istana lalu melakukan ak
“Yang kedua?” tanya Bimantara lagi.“Yang kedua Pendekar Pasir Putih,” jawab Pelayan itu.“Pendekar Pasir Putih?”“Benar, Tuan. Dia penjaga di sepanjang pantai negeri ini. Dia mengendalikan para prajurit yang menjaga garis pantai negeri ini,” jawab Pelayan itu.“Apa kehebatannya?” tanya Bimantara.“Tubuhnya bisa berubah menjadi pasir lalu pasir-pasir itu bisa menggerogoti kulit dan daging manusia hingga bolong-bolong penuh darah,” jawab Pelayan itu tampak ngeri menceritakannya.Bimantara semakin ngeri mendengarnya.“Yang Ketiga?” tanya Bimantara.“Yang Ketiga Pendekar Bunga Teratai,” jawab Pelayan itu.“Apa kehebatannya?” tanya Bimantara.“Dia memiliki senjata tusuk rambut yang sangat beracun. Bila terkena kulit manusia, maka kulit manusia seperti terbakar lalu racun-racun itu akan cepat mematikannya. Dia menguasai area hutan dan mengendalikan para prajurit yang menjaga hutan,” jawab Pelayan.Bimantara semakin bergidik ngeri mendengarnya.“Apa dia pendekar perempuan?” tanya Bimantara
“Bimantara! Bangun Bimantara!” ucap Putri Kidung Putih di ruangan Tabib Istana itu. “Tunggu saja, Yang Mulia,” pinta Tabib Istana. “Sebentar lagi dia akan sadar. Sepertinya ada gangguan di syarafnya. Mungkin dia tengah banyak pikiran hingga sakit kepalanya menyerang lalu pingsan.” Putri Kidung Putih terdiam mendengar itu. Dia memandangi Bimantara yang terbaring lemah dengan sedih. “Apa karena itulah ingatannya hilang?” tanya Putri dalam hatinya. Dia menoleh pada Tabib Istana dengan perasaan sangat khawatirnya. “Aku mohon sembuhkan segera Bimantara. Dia akan menghadapi pertarungan. Jika dia tidak sadar juga, bagaimana dia akan membuktikan pada ayah?” pinta Putri pada Tabib. “Tuan Putri tenang saja. Aku sudah memeriksa denyut nadinya. Dia hanya pingsan biasa,” jawab Tabib itu menenangkannya. Tak lama kemudian tangan Bimantara tampak bergerak-gerak. Melihatnya Tuan Putri tampak lega. “Bimantara?” Bimantara membuka matanya. “Di mana aku dan kenapa aku?” tanya Bimantara lemah. “K
“Yang Mulia Pangeran Padama!”Pangeran Padama yang sedang duduk bersila sambil memejamkan matanya tampak terkejut mendengar panggilan itu. Dia tahu suara siapa itu. Pangeran yang terbuang itu pun membuka matanya. Gua itu tampak sunyi. Para Tetua sedang tidak ada di sana. Dia hanya sendirian untuk mendalami ilmunya. Suara tetes-tetes air tampak terdengar jelas dari langit-langit gua mengenai bebatuan gua di bawahnya.“Pendekar Tersembunyi? Tunjukkan wajahmu!”Tak lama kemudian wujud asli Pendekar itu tampak jelas di mata Pangeran itu. Padama tersenyum melihatnya.“Sudah lama kau tidak mengunjungiku di sini,” ucap Pangeran Padama.“Aku datang karena tahu kau sedang mengincar sebuah tongkat yang dimiliki pemuda pincang itu,” ucap Pendekar Tersembunyi.Mendengar itu Pangeran Padama tampak semangat. Dia lalu berdiri dan berjalan mendekat ke arahnya.“Dari mana kau tahu, mata-mata setiaku?” tanya Pangeran Padama heran.Pendekar Tersembunyi tertawa.“Kau pikir aku tidak pernah mengintaimu di
Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara
Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar
“Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga
“Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap
Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata
Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti
Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it
“Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l
Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it