Home / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 230. Mantra Pengahalang Ajian

Share

230. Mantra Pengahalang Ajian

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2022-05-25 19:58:59

Bimantara terbangun dengan lemah. Dia terkejut sudah berada di dalam ruangan yang sangat gelap. Dia tidak dapat melihat apapun di dalam ruangan itu yang hanya bisa didengarnya suara tetes air entaha berada di mana. Dia semakin terkejut ketika menyadari sudah tidak berada di dalam kapal layar lagi.

“Di mana aku?” tanyanya heran.

Tangannya terikat sebuah rantai. Tubuhnya tidak mengenakan selembar kain pun. Bimantara berusaha mengumpulkan tenaga dalamnya untuk melepaskan diri dari ikatan rantai itu. Namun racun di tubuhnya masih menguasai tubuhnya. Berkali-kali dia berusaha melakukannya namun dia tidak berhasil melakukannya.

“Kau tak akan bisa lepas dari rantai itu dan tak akan bisa keluar dari kurungan ini wahai penjahat!” ucap seseorang yang tiba-tiba terdengar di telinganya.

Bimantara terkejut mendengarnya.

“Lepaskan aku! Aku bukan penjahat!” teriak Bimantara.

Seseorang itu tertawa.

“Kau adalah salah satu perompak yang kerap mencuri kapal-kapal di wilayah kerjaan Suwarnadwipa! Kau har
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   231. Usaha Menyelamatkan Diri

    Bimantara bingung harus bagaimana. Tubuhnya semakin lemah di dalam ruangan gelap dan pengap itu. Yang bisa meruntuhkan mantra penghilang ilmunya dari tempat itu adalah hanya Pedang Perak Cahaya Merah. Namun kini pedang itu telah dicuri oleh Datuk Margi dan kawanannya.Bimantara mencoba menutup matanya. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang diajarkan Ki Walang padanya. Namun tak satupun yang bisa menghilangkan mantra pengilang ilmu itu kecuali pedang itu. Ki Walang tidak mengajarkan mantra penghilang ilmu itu padanya dan dia tidak diajarkan cara mengangkalnya.Tiba-tiba dia teringat sebuah perkataan Ki Walang di suatu petang di pinggir laut. Saat itu matahari tengah tenggelam. Mereka baru saja selesai berlatih ilmu bela diri.“Jika pusaka telah ditakdirkan untukmu, maka siapapun yang merebutnya kelak akan tetap kembali padamu,” ucap Ki Walang padanya. Saat itu mereka tengah membahas pedang perak cahaya merah. Kala itu Ki Walang tengah meminta Bimantara untuk melupakan pedang perak cahay

    Last Updated : 2022-05-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   232. Pendekar Kampak

    Pedang itu terus terbang menembus awan. Para penduduknya yang berlarian mengejar tampak kelelahan. Mereka akhirnya berhenti karena tak sanggup lagi berlari. Sementara itu, Bimantara masih berusaha memanggil pedang itu di dalam ruangan yang gelap dan pengap itu.“Pedang perak cahaya merah, datanglah padaku jika benar kau ditakdirkan untukku,” gumam Bimantara.Tak lama kemudian dia mendengar suara teriakan kesakitan di luar sana. Bimantara berhenti bergumam. Dia heran ada apa di luar sana. Tak lama kemudian dia mendengar suara ribut para tawanan yang dikurung di dalam penjara.“Ada pedang terbang! Ada pedang terbang!”Bimantara terbelalak mendengar itu. Apakah itu pedang perak cahaya merah? Tanya Bimantara tak percaya. Lalu, tiba-tiba cahaya datang menerangi lorong gelap di hadapan jeruji besi yang mengurung Bimantara. Dia terbelalak tak percaya melihat cahaya kemerahan itu perlahan mendekat padanya. Di bawah nya dia melihat mayat-mayat penjaga tengah terkapar bersimbah darah.“Apakah i

    Last Updated : 2022-05-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   233. Serbuan Anak Panah

    Pendekar kampak itu langsung menyerang Bimantara dengan jurus kampaknya. Bimantara pun melawannya dengan pedang cahaya merah. Kampak dan pedang itu akhirnya beradu hingga terdengar suara besi yang beradu. Tak lama kemudian para perajurit berdatangan mengelilingi mereka berdua.Bimantara terus saja mengeluarkan jurus-jurus pedangnya melawan pendekar kampak itu. Tak lama kemudian kampak di tangan musuhnya itu terhempas dari tangannya. Bimantara pun menendang perut pendekar itu hingga dia terpelanting jauh ke belakang.Para prajurit mengarahkan anak panah masing-masing ke Bimantara yang berdiri di tengah-tengah mereka.“Lepaskan pedangmu dan menyerahlah!” teriak salah satu Panglima yang berdiri di antara barisan para prajurit itu.“Aku tidak akan menyerah!” tegas Bimantara. “Aku bukan penjahat seperti yang kalian kira! Aku bukan perompak! Aku difitnah Datuk Margi! Aku menumpang di kapal layarnya dengan membawa pelakat perak. Kalau kalian tidak percaya, silahkan saja kalian surati kerajaa

    Last Updated : 2022-05-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   234. Jamuan Siang

    Datuk Margi dan ketiga pengikutnya tampak berdiri terkejut di depan gerbang istana saat mendengar obrolan penduduk tentang pemuda sakti yang telah kabur dari penjara. Datuk Margi menedekati dua pemuda yang berbincang itu, diikuti oleh Saruang dan ketiga pendekar lainnya.“Seperti apa pemuda sakti yang kabur dari penjara istana itu?” tanya Datuk Margi penasaran.Dua pemuda itu menoleh heran pada Datuk Margi yang tiba-tiba menyengkar obrolan mereka.“Dia pincang, namun masih bisa berjalan normal. Dia memiliki pedang bercahaya. Sepertinya pedang yang kita lihat terbang di atas langit itu adalah pedang pusakanya,” jawab pemuda itu.Datuk Margi terbelalak mendengarnya. Dia menoleh pada Saruang dan ketiga pendekar lainnya.“Sepertinya Bimantara sudah berhasil kabur dari penjara,” ucap Datuk Margi khawatir.Saruang dan ketiga pendekar itu tampak takut. Mereka takut jika Bimantara akan mencari mereka untuk menuntut balas.“Bagaimana jika dia mencari kita dan membunuh kita semua?” tanya Saruan

    Last Updated : 2022-05-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   235. Serangan Harimau Hutan

    Darsa datang dengan kudanya ke hadapan sebuah pondok yang tertinggal. Dia pun turun dari kudanya lalu memasuki pondok itu dengan bingung. Di dalam pondok itu sudah menunggu Pendekar Buruk Rupa, Tama dan Salwa.“Apa dia masih berada di penjara istana?” tanya Pendekar Buruk Rupa yang sekarang sudah menggunakan topeng agar orang-orang tidak curiga padanya dan tidak menimbulkan perhatian penduduk di Suwarnadwipa.Darsa duduk di hadapan mereka dengan bingung.“Dia sudah berhasil keluar dari penjara,” jawab Darsa.Pendekar Buruk Rupa terkejut mendengarnya. Dia pun berpikir.“Berarti kita tidak perlu melanjutkan rencana kita untuk ikut bertarung di dalam kerajaan dengan penyamar sebagai penjahat kerajaan,” ucap Pendekar Buruk Rupa. “Padahal aku sudah senang, selain bisa membawa kepala Candaka Uddhiharta, kita juga akan membawa koin emas ke kerajaan Tala.”“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Tama dengan bingung.Pendekar Buruk Rupa geram mendengar pertanyaan yang menurutnya sangat b

    Last Updated : 2022-05-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   236. Gimbo

    Bimantara masih menatap tajam kedua mata harimau besar di hadapannya. Nenek, Seruni dan pemuda itu saling berpelukan dengan takut.“Pergilah dari sini! Kami tidak mengganggumu dan jangan ganggu kamu” ucap Bimantara pada harimau itu sambil mengarahkan pedangnya.Harimau itu bersuara sangat keras. Ia menatap kancil yang tak berdaya yang diletakkan pemuda itu tadi di atas lantai.“Kau marah karena dia berburu makananmu?” tanya Bimantara.Harimau itu kembali bersuara seolah mengatakan iya kepada Bimantara.Nenek, Seruni dan Pemuda itu tampak heran melihat Bimantara yang seolah bisa bicara dengan binatang buas itu.“Ambilah dan bawalah pergi kancil itu,” pinta Bimantara. “Lalu pergilah dari sini.”Harimau itu pun langsung menggigit kancil yang tak berdaya itu dan membawanya pergi dari sana. Nenek, Seruni dan Pemuda itu tercengan melihat harimau itu menuruti perkataan Bimantara.Nenek pun memukul punggung pemuda itu dengan geram.“Aku sudah bilang jangan berburu terlalu jauh ke dalam hutan!

    Last Updated : 2022-05-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   237. Ratu Suwardwipa

    Bimantara hendak keluar dari persembunyiannya, namun saat itu Nenek itu berkata pada para prajurit yang mencari keberadaannya.“Tidak ada siapapun yang datang ke sini!” jawab nenek itu sambil berjalan keluar menghampiri mereka.Bimantara terkejut mendengar itu. Seruni dan Pemuda itu pun diam saja, mengikuti perkataan nenek yang hendak mencoba melindungi Bimantara. Bimantara bisa saja menyerang mereka, namun dia tidak ingin terjadi pertumpahan darah. Melawan para prajurit itu akan membunuh mereka, karena mereka tak akan menyerah sampai bisa membawa Bimantara kembali ke penjara istana.Para prajurit itu saling menatap. Lalu salah satu dari mereka menatap nenek itu dengan lekat.“Baiklah, jika bertemu dengan orang yang berada di dalam lukisan ini, kau harus hati-hati. Dia penjahat terbesar yang telah merusak penjara istana dan membunuh para prajurit kerajaan,” ucap Prajurit itu lalu menoleh pada teman-temannya. Kemudian mereka pergi dari sana.Saat para prajurit itu menghilang dari hadap

    Last Updated : 2022-05-28
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   238. Pendekar Gila

    Pendekar Buruk Rupa sedang mendekam di dalam penjara bersama Tama, Salwa dan Darsa. Tama tampak bingung dan khawatir.“Bagaimana jika kita tidak dikeluarkan di dalam penjara ini, Tuan Pendekar?” tanya Tama.Pendekar Buruk Rupa tertawa. “Mudah bagiku untuk melelehkan jeruji besi itu. Aku tengah mengikuti alur yang dimaui Panglima itu. Kita lihat saja nanti, apakah dia akan memenuhi janjinya untuk melepaskan kita atau tidak setelah yang mulia ratunya percaya dengan ramalan itu. Jika yang mulia ratunya percaya dan kita bisa dibebaskan, usaha kita mencari Candaka Uddhiharta akan semakin mudah. Jika tidak, terpaksa aku akan mengeluarkan segala ilmuku untuk membasmi mereka semua!” jawab Pendekar Buruk Rupa.“Baik, Tuan Pendekar,” ucap Tama.Pendekar Buruk Rupa pun menoleh pada Darsa.“Hei, Pendekar. Bisakah kau melihat masa depan dengan ilmu kanuraganmu?” tanya Pendekar Buruk Rupa penasaran.Darsa terkejut mendengarnya. “Aku bisa saja menerawangnya, namun aku belum pernah melakukannya,” jaw

    Last Updated : 2022-05-28

Latest chapter

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status