Zayn, suaminya tidak mengizinkannya untuk tinggal seorang diri, ditambah suaminya itu tak selalu punya waktu untuk meluangkan waktu untuk datang ke rumahnya, Zayn bilang kalau Alysa harus diutamakan karena istri pertamanya itu sakit-sakitan.
Maha menatap Alysa dan Sarah yang sedang menimang seorang bayi, ya... bayi itu adalah anak yang dilahirkannya delapan bulan bulan yang lalu, tapi mereka lah yang mengurus sang bayi yang Zayn namai ‘Muhammad Faiz Adam’. Kehadirannya seolah hanya sebagai alat untuk melahirkan dan jika Faiz menangis, barulah dia bisa memeluk sang anak.
Belum luka perih kehilangan ibunya, saat ini Maha harus merasakan bagaimana kejamnya dia seperti sengaja dipisahkan dengan darah dagingnya sendiri.
Maha hanya menatap kosong mereka, dia hanya menertawakan garis takdirnya sendiri. Sikap Zayn pun sedikit berubah padanya, suaminya itu hanya peduli pada sang istri pertama yang tengah sakit dan juga jarang menemuinya di kamar. Ditambah ada Nyai Sarah – ibu kandung Alysa yang memang selalu membenci kehadirannya.
“Assalamualaikum... “
Semua orang menatap ke arah sumber suara tersebut dan tampak sosok Zayn yang datang dari balik pintu.
“Walaikumussalam... “
Alysa langsung tersenyum lebar melihat Zayn muncul.
Zayn tersenyum, dia langsung menghampiri Alysa yang sedang menggendong Faiz. Pria itu mengecup pipi istri pertamanya dan juga mencium punggung tangan sang mertua.
“Lho kok Mas Zayn nggak ngabarin kalau pulang? Bukankah Mas masih harus ngurus kantor cabang yang ada di Bandung?” tanya Alysa.
“Kerjaan selesai lebih cepat dan Mas sengaja nggak ngabarin biar jadi kejutan,” balas Zayn. Dia terus saja menatap gemas ke arah anak pertamanya itu.
“Suamimu pasti kangen sama kamu dan anaknya! Wajar kalau maunya pulang cepat,” timpal Sarah dengan sengaja.
Ketiganya berbicara dengan santai, sedangkan Maha seperti tak dianggap keberadaannya. Dia seperti pajangan yang tidak terlihat oleh keluarga bahagia itu. Dia meremas ujung jilbabnya, menahan air matanya agar tidak jatuh lagi... lebih tepatnya, dia tidak mau terus saja menangis. Harusnya dia sudah terlatih dengan luka, bukan? Pemandangan di depannya dan juga luka itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya.
Zayn langsung tersentak dan sadar karena di ujung sana ada Maha yang duduk. Istri keduanya itu sedang menatap ke arahnya, rasa bersalah langsung menjalar di hatinya.
“Maha, kenapa di sana? Duduk di sini. Mungkin Faiz ingin dipeluk bundanya,” kata Zayn lembut.
“Maha, kamu ambilkan saja teh hangat buat Zayn, ya!” timpal Sarah. Dia menatap Maha dengan penuh waspada.
Maha tersenyum dan mengangguk. “Baik, Nyai.”
“Maha, kamu di sini saja! Biar Mbak yang buatin teh hangat buat Mas Zayn. Faiz sepertinya mau tidur,” timpal Alysa. Wanita itu siap untuk berdiri dan menghampiri Maha, tapi Maha langsung membalasnya.
“Biar aku saja, Mbak.” Maha tanpa menunggu terlalu lama langsung berjalan ke arah dapur.
Di sisi lain, Zayn menatap punggung istri keduanya dengan tatapan yang dalam. Dia memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan juga kurang memperhatikan Maha karena Alysa lebih membutuhkan perhatian darinya. Ditambah dia tidak bisa berbuat apa-apa karena jika dia terang-terangan menunjukkan kasih sayang pada Maha, maka mertuanya itu akan semakin membenci Maha.
***
Maha membuat teh hangat di dapur. Saat selesai, Sarah menghampirinya
“Jangan terlalu banyak memakai gula!”
“Iya, Nyai. Maha hanya memberi gula setengah sendok teh saja,” balas Maha.
“Nanti kamu berikan tehnya sama Zayn dan jangan ikut bergabung denga kami! Biarkan Zayn menikmati waktu santai dengan anak dan istrinya. Meski kamu ikut gabung juga, keberadaan kamu tidak akan dianggap!” tambah Sarah.
Maha menghela napas pendek, dia sudah sabar selama ini dengan hinaan dan juga ucapan pedas dari Sarah beserta keluarga besarnya. Mungkin kesabarannya sudah sampai puncaknya sampai di berani menatap Sarah secara langsung.
“Maaf, Nyai. Tanpa Nyai minta juga, Maha tidak akan merusak kebahagiaan mereka. Dan juga Maha bukan perusak! Maha juga istrinya Mas Zayn, dan Maha lah yang melahirkan anak untuknya. Faiz adalah darah daging Maha yang Maha lahirkan dengan mempertaruhkan nyawa. Maha berhak atasnya juga."
Sarah tertegun, dia menggelengkan kepalanya karena Maha sudah berani membantahnya. “Kamu ternyata ngelunjak, ya! Hanya karena kamu telah melahirkan seorang anak, jadi kamu menganggap dirimu ratu? Dan harus membuat kamu lebih diutamakan?”
Sarah menggelengkan kepalanya dan menatap marah pada Maha. “Kamu menikah memang untuk melahirkan anak untuk Zayn. Kamu dinikahi Zayn bukan karena dia mencintaimu! Jangan bermimpi untuk menggeserkan posisi anak saya hanya karena telah melahirkan Faiz!”
“Maha tidak pernah berpikir bisa menggantikan posisi Mbak Alysa karena bagaimanapun... posisi Mbak Alysa adalah yang utama untuk Mas Zayn, di sini Maha hanya tidak ingin dianggap pembawa sial. Maha hanya ingin mendapatkan hak Maha untuk ikut mengasuh Faiz, Maha adalah ibu kandungnya dan bukankah Maha juga harus ikut andil dengan tumbuh kembangnya?”
“Faiz tidak boleh diasuh oleh wanita seperti kamu! Kamu adalah ibu yang buruk baginya! Kamu lupa apa yang telah kamu lakukan pada keluarga besar kami?” tanya Sarah. “Kamu datang menghancurkan keluarga kami! Kamu memanfaatkan wajah cantikmu itu untuk menggoda dan juga datangnya kamu ke keluarga ini hanya membawa luka! Raka... dia pada akhirnya harus menderita dan meninggalkan negara ini karena jatuh cinta padamu! Lalu, ada Rayhan... dia masuk penjara karena kamu telah menggodanya!”
Maha terdiam. Dia tidak menyangkal apa yang Sarah katakan. Raka dan Rayhan memang menderita karenanya, tapi itu bukan salahnya! Dia juga tidak ingin kedua pria itu jatuh cinta padanya. Maha sudah semaksimal mungkin membuat kedua pria itu tidak jatuh cinta padanya. Tapi, dia tidak bisa mengendalikan hati manusia.
“Jika kamu memang sadar atas kesalahanmu, pasti kamu tahu apa yang harus kamu lakukan!” Sarah langsung pergi meninggalkan Maha yang masih mematung.
***
Zayn tidak bisa tidur, dia langsung mengetuk pintu kamar Maha dan pintu itu tidak dikunci. Zayn melihat Maha sedang menatap Faiz yang tidur di sisinya.
“Kamu belum tidur?” tanya Zayn pelan, dia duduk di sebelah Maha.
Maha tidak menjawab, dia terus saja menatap Faiz. Ada kesedihan yang mendalam di matanya. Maha hanya ingin puas menatap wajah anaknya itu sebelum kesempatan itu hilang.
“Ada apa?” tanya Zayn.
“Mas, apa kamu bahagia karena saat ini ada Faiz?”
“Tentu saja Mas bahagia! Faiz adalah doa yang paling panjang dan tak pernah lelah untuk Mas minta pada Allah,” balas Zayn.
Maha tersenyum. Dia menatap cincin yang melingkar di jari manis suaminya dan yang jelas itu bukan cincin pernikahan mereka. Sejak awal keduanya menikah, dia tidak pernah melihat Zayn memakainya. Jari manis itu hanya tersemat cincin pernikahan Zayn dengan Alysa.
“Mas, terima kasih untuk semuanya dan aku anggap tugasku sudah selesai,” kata Maha dengan tersenyum.
“Apa yang kamu katakan?” tanya Zayn tak mengerti.
“Aku ingin kita cerai, Mas.”
***
***Maha dan Zayn akhirnya menghabiskan waktu bersama. Biasanya Maha tak pernah bicara sedekat ini dengan pria itu. Di kantor, meski Maha adalah salah satu asisten Zayn, keduanya pasti menjaga jarak. Terutama Zayn, pria itu selalu menjaga dirinya agar tidak terlalu sering berinteraksi dengan wanita yang bukan mahram-nya.Maha hanya diam saja, dia pun sesekali mencuri pandang ke arah Zayn. Pria matang yang berusia 35 tahun, pria yang masih saja dia kagumi. Maha sadar kalau perasaan yang tumbuh itu adalah perasaan yang terlarang. Bagaimana dia bisa jatuh cinta pada suami orang? Bagaimana bisa Maha lancang menaruh hati pada suami dari wanita yang seperti malaikat untuknya dan juga ibunya? Maha memang selalu mengutuk perasannya yang entah kenapa masih saja tumbuh dengan indah di hatinya. Dia ingin sekali menghapus perasaan ini, tapi kenapa ingatan tentang Zayn semakin mengikat di hati dan pikirannya?Saat ini... pria itu terlihat sangat dekat dari pandagan matanya dan itu membuat perasaan
Cinta itu dia seperti air yang menyejukan? Tapi, kenapa cinta ini seperti rasa cemas. Cinta itu datang, tapi aku merasa cinta ini akan menumbuhkan luka baru. Aku ingin memeluknya meski tahu itu akan jadi lebam.***“Maaf, Pak. Saya tidak bisa, dan seumur hidup pun saya tidak mau jadi yang kedua. Mungkin wanita lain pun sama, mereka tidak mau jadi wanita kedua,” ucap Maha dengan tegas.“Saya sudah memperkirakan kalau kamu pasti akan menolaknya, Maha. Saya tahu kalau permintaan ini mungkin terlalu mendadak dan membuat kamu terkejut. Tapi, saya harap kamu memikirkannya terlebih dahulu, dan jangan langsung menolaknya.” Zayn mengatakannya dengan pelan, “maaf karena aku sudah membuatmu kaget, tapi saya memang harus segera berbicara ini dan saya tidak mau menundanya. Kamu tak perlu menjawabnya saat ini, kamu bisa berpikir dulu dan juga nanti Insya Allah... saya akan datang ke rumahmu bersama Alysa. Kami akan menemui ibumu.”“Saya tidak akan mengubah keputusan. Mau nanti pun, saya akan tetap
“Alysa tidak cemburu padamu, Maha. Sebenarnya saya tidak mau melakukan poligami, tapi karena kondisi kami berdua yang belum memiliki keturunan membuat Alysa meminta saya untuk menikah lagi agar saya mendapatkan keturunan, dan dia langsung memilih kamu,” ungkap Zayn menjelaskan.“Jadi alasan Pak Zayn dan Mbak Alysa hanya karena ingin memiliki anak?” Maha sedikit terkejut dengan jawaban pria itu.“Iya. Tapi, apa yang Alysa usulkan awalnya saya menolak dengan tegas, saya sampaikan padanya kalau anak bukan jadi masalah di rumah tangga kami. Rezeki di dalam rumah tangga bukan hanya masalah anak saja, kebahagiaan dan ketenangan justru rezeki yang paling indah di dalam rumah tangga. Tapi, Alysa bersikeras meminta saya untuk menikah lagi, dia pun ingin menimang bayi, dan dia memberi usul kalau kamu akan jadi adik madunya. Jika kamu tidak percaya padaku, nanti saat kita bertemu lagi, Alysa akan menjelaskannya padamu,” balas Zayn.“Kalau memang Bapak dan Mbak Alysa ingin punya anak kenapa tidak
***Aku trauma dengan makhluk yang bernama laki-laki. Laki-laki yang kukenal dalam hidupku hanya memberi ingatan luka. Mereka bahkan masih meninggalkan luka batin sampai detik ini. Sampai laki-laki itu hadir dan kusadar bahwa di dunia ini masih ada laki-laki yang baik. Tapi, saat dia mulai melihatku, kenapa aku ingin bersembunyi?***“Maksud Ibu?” tanya Maha, dia menatap Nia tak mengerti.“Sebenarnya kamu sedang menceritakan kisah kamu sendiri, Nak. Kamu kan wanita yang diminta pria beristri itu untuk jadi yang kedua?”Kedua mata Maha membulat sempurna, dia terkejut karena ibunya itu bisa menebaknya dengan tepat. “Ibu kenapa bisa menebak kalau wanita itu adalah Maha?”“Karena Ibu sudah tahu semuanya, Nak. Ibu sudah tahu kalau kamu diminta jadi istri kedua,” balas Nia.“Ibu tahu darimana?”“Nak Alysa yang memberitahu Ibu, tadi sore dia menghubungi Ibu dan berbicara dengan Ibu tentang niatnya untuk menjadikan kamu sebagai adik madunya. Bahkan Ibu tadi sore sempat berbicara dengan suamin
Di langit hanya ada satu matahari, kan? Tidak mungkin 2 matahari ada di langit yang sama, jika ada itu mustahil.***"Mbak Alysa!" pekik Maha kaget. Wanita itu jelas terkejut melihat kedatangan Alysa ke ruangan kerjanya. Wanita yang masih terlihat sangat cantik itu tersenyum dan menghampiri dirinya. Ingatan tentang kemarin melintas di hatinya dan dia pun tampak kacau."Makan siang denganku, yuk!" ajak Alysa dengan senyum yang lembut."Tapi aku masih ada kerjaan yang belum selesai, Mbak. Mungkin belum bisa makan siang dengan Mbak Alysa," balas Maha menolak dengan halus. Dia hanya ingin menghindari wanita yang saat ini ada di depannya. Maha tidak mau membicarakan masalah yang Zayn sampaikan kemarin padanya."Pekerjaan yang belum selesai kan bisa nanti dikerjakan, Maha. Sekarang sudah waktunya jam makan siang. Jangan terlalu keras dengan pekerjaan! Tubuhmu pun butuh istirahat.""Iya sih, Mbak. Tapi... ""Pokoknya kamu harus mau ikut makan siang dengan Mbak, jangan menolak kalau nggak mau
Maha gelisah, dia masih memikirkan permintaan Alysa yang tak lelah memohon padanya. bahkan Alysa mengirim banyak hadiah ke rumahnya dan terus mengirim pesan padanya. Dia sudah tegas menolaknya, tapi Alysa tak menggubris alasan kenapa dirinya menolak untuk dijadikan istri kedua. Maha memijit kedua pelipisnya, sungguh masalah ini membuat kepalanya hampir meledak.“Nggak lembur, Nak?” tanya Nia. Wanita paruh baya itu keluar dari kamarnya.“Nggak, Bu,” balas Maha, dia langsung mencium punggung tangan Sarah. “Gimana jualannya, Bu?”“Alhamduillah… hari ini nasi kuning Ibu laris manis, ada yang borong, jadi sebelum dzuhur Ibu bisa pulang cepat,” jawab Nia. Wanita paruh baya itu menghela napas panjang. “Nak Alysa terus menghubungi Ibu, dia bilang kamu nggak mau menerima lamaran Nak Zayn, dan Alysa meminta Ibu untuk membujuk kamu.”“Abaikan saja, Bu. Nanti juga Mbak Alysa bosan kalau
"Aku mengaguminya, bahkan saat dia memilih wanita lain di hatinya, aku masih enggan untuk melepaskan dirinya utuh di hati ini. Perasaan ini terlarang, tapi aku menikmatinya. *** “Jangan bilang kalau kamu suka saat Zayn memintamu untuk jadi istrinya?” tanya Intan. “Aku tidak senang. Jujur aku terluka karena tahu alasan dia hanya karena Mbak Alysa, aku juga tahu diri, Ntan. Meski aku mengaggumi sosok Pak Zayn, tapi aku tidak pernah berpikir untuk jadi istrinya. Aku ingin pergi menjauh darinya, makanya aku meminta kamu untuk mencari pekerjaan untukku.” “Pekerjaan banyak, Maha. Tapi masalahnya kamu mau saat bekerja buka jilbab?” “Kenapa jilbabku harus dikorbankan? Pekerjaan jenis apa itu? Pemandu karaoke lagi, kah?” Intan menggelengkan kepalanya. “Nggak lah. Aku nggak akan kasih izin kamu bekerjadi jadi pemandu karaoke lagi, aku tidak mau membuka luka lama itu.” “Terus apa? Masa aku harus menanggalkan jilbabku?” “Pelayan café di Bali, dan gajinya dollar, kalau kamu mau besok juga b
"Aku mengaguminya, bahkan saat dia memilih wanita lain di hatinya, aku masih enggan untuk melepaskan dirinya utuh di hati ini. Perasaan ini terlarang, tapi aku menikmatinya.***“Jangan bilang kalau kamu suka saat Zayn memintamu untuk jadi istrinya?” tanya Intan.“Aku tidak senang. Jujur aku terluka karena tahu alasan dia hanya karena Mbak Alysa, aku juga tahu diri, Ntan. Meski aku mengaggumi sosok Pak Zayn, tapi aku tidak pernah berpikir untuk jadi istrinya. Aku ingin pergi menjauh darinya, makanya aku meminta kamu untuk mencari pekerjaan untukku.”“Pekerjaan banyak, Maha. Tapi masalahnya kamu mau saat bekerja buka jilbab?”“Kenapa jilbabku harus dikorbankan? Pekerjaan jenis apa itu? Pemandu karaoke lagi, kah?”Intan menggelengkan kepalanya. “Nggak lah. Aku nggak akan kasih izin kamu bekerjadi jadi pemandu karaoke lagi, aku tidak mau membuka luka lama itu.”“T