Home / Romansa / Bidadari Pembawa Luka / 5. Kamu Tidak Cemburu?

Share

5. Kamu Tidak Cemburu?

***

Aku trauma dengan makhluk yang bernama laki-laki. Laki-laki yang kukenal dalam hidupku hanya memberi ingatan luka. Mereka bahkan masih meninggalkan luka batin sampai detik ini. Sampai laki-laki itu hadir dan kusadar bahwa di dunia ini masih ada laki-laki yang baik. Tapi, saat dia mulai melihatku, kenapa aku ingin bersembunyi?

***

“Maksud Ibu?” tanya Maha, dia menatap Nia tak mengerti.

“Sebenarnya kamu sedang menceritakan kisah kamu sendiri, Nak. Kamu kan wanita yang diminta pria beristri itu untuk jadi yang kedua?”

Kedua mata Maha membulat sempurna, dia terkejut karena ibunya itu bisa menebaknya dengan tepat. “Ibu kenapa bisa menebak kalau wanita itu adalah Maha?”

“Karena Ibu sudah tahu semuanya, Nak. Ibu sudah tahu kalau kamu diminta jadi istri kedua,” balas Nia.

“Ibu tahu darimana?”

“Nak Alysa yang memberitahu Ibu, tadi sore dia menghubungi Ibu dan berbicara dengan Ibu tentang niatnya untuk menjadikan kamu sebagai adik madunya. Bahkan Ibu tadi sore sempat berbicara dengan suaminya. Mereka besok malam mau datang ke rumah untuk bicara langsung dengan Ibu,” jawab Nia.

Maha tersenyum lirih, dia tidak bisa membohongi Nia karena memang tidak terbiasa. “Ibu memang benar kalau wanita itu adalah Maha. Tadi pagi, Pak Zayn datang ke sini, dan meminta Maha untuk jadi istri keduanya.”

“Kamu selama ini memendam perasaan pada pria itu?”

“Maha menganggumi sosok Pak Zayn, wanita mana pun pasti akan menganggumi sosoknya, Bu. Tapi, Maha tahu diri kalau perasaan kagum ini tidak boleh tumbuh, Maha tahu kalau perasaaan ini adalah hal yang terlarang,” jawab Maha. “Jadi, apa yang harus Maha lakukan?”

“Kamu mau menerima lamaran Nak Zayn?”

“Bagaimana tanggapan Ibu?” Maha bertanya balik.

“Ibu akan mendukung apapun keputusan yang kamu ambil, Nak. Ambil lah keputusan yang menurutmu adalah yang terbaik, dan ikuti kata hatimu. Jika kamu masih ragu, kamu bisa istikharah dan meminta petunjuk dari Gusti Allah,” jawab Nia.

Maha tersenyum, dia langsung memeluk Nia erat. “Hanya Ibu lah, satu-satunya yang mampu mengerti Maha. Jika di dunia ini, Maha tidak punya Ibu, apa dunia Maha akan berwarna?” ucapnya lirih.

***

“Mas, tumben nggak datang ke kajian keluarga siang tadi?” tanya Alysa.

“Tadi ada urusan mendadak, Sayang,” balas Zayn. Pria itu langsung mengecup kening istrinya lembut.

“Urusannya pasti lancar, ya?”

“Urusan?”

“Meminta Maha jadi istri keduanya Mas Zayn,” balas Alysa. “Bagaimana tanggapannya? Dia mau, kan?”

“Yang jelas Maha langsung menolak dengan tegas, Sayang,” balas Zayn. “Wanita mana pun pasti tidak mau dilamar dengan pria yang sudah beristri, kamu malah memaksa Mas untuk datang ke rumahnya, padahal sudah tahu kalau hasilnya nanti akan ditolak.”

“Tapi banyak wanita yang menggoda Mas Zayn dengan alasan kagum dan ingin Mas bimbing, para wanita itu malah rela dijadikan yang kedua dan ketiga,” tukas Alysa memanyunkan bibirnya.

“Kan itu kamu cemburu,” ujar Zayn. “Jadi, niat kamu untuk cari Mas istri lagi jangan dilakukan lagi ya, Sayang. Maha juga sudah menolaknya, jadi kita jangan bahas itu lagi. Mas nggak masalah kalau rumah tangga kita hanya berdua, kita kan bisa terus pacaran. Mas nggak enak juga tadi sama dia.”

Alysa menggelengkan kepalanya. “Nggak, Mas. Aku masih mau berusaha membujuk Maha agar mau jadi adik maduku, aku ingin dia jadi istri Mas juga.”

“Kamu nggak cemburu kalau ada wanita lain di sisi Mas?”

“Kalau untuk Maha tidak. Mungkin satu-satunya wanita yang tidak membuatku cemburu hanya dia. Maha juga masih muda, apalagi saat ini dia sudah menutup auratnya, dia seperti bidadari bermata jernih. Maha dengan jilbabnya cantik kan, Mas?”

“Iya. Dia sangat cantik, dan matanya pun terasa teduh untuk ditatap. Di kantor pun para pria memang banyak yang suka sama dia, ” balas Zayn tanpa sadar.

"Tuh kan... Mas ngakuin kalau Maha itu cantik," ucap Alysa terkekeh.

"Astaghfirullah... Sayang... kenapa nggak cemburu Mas tadi tak sengaja memuji kecantikan wanita lain? Maafkan Mas ya! Mas seharusnya tidak mengatakan hal terlarang seperti tadi. Di mata dan hati Mas itu yang tercantik hanya kamu, bidadari satu-satunya Mas," balas Zayn menyesal.

Alysa malah tertawa. Dia langsung bergelayut manja dengan menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Zayn. "Aku yang tanya dan Mas nggak salah untuk menjawab seperti itu. Aku malah senang karena wanita pilihanku untuk jadi adik madu ternyata Mas juga suka, jadi kalau Mas suka kan enak nantinya, aku jadi nggak terkesan memaksa Mas untuk menikah lagi dengan Maha."

"Kamu nggak cemburu, Sayang? Kenapa ide kamu itu aneh? Istri mana pun tidak mau kalau suaminya menduakannya, kamu kok seneng kalau suamimu ini nikah lagi."

"Kan Mas nikah sama wanita yang aku pilih. Aku sudah kenal baik Maha dan keluarganya dari kecil. Dia itu wanita yang baik, dan juga penurut, Mas. Maha juga kan baru saja mengalami kejadian buruk sama mantannya, dia langsung hijrah dan sangat cantik. Banyak lho anak didiknya Abah yang ngincar Maha untuk dijadikan istri, dan banyak pria yang ngajuin diri untuk taaruf sama Maha. Ibaratnya Maha itu bunga yang sedang mekar dan jadi incaran para kumbang, nah daripada dia dengan pria lain mending sama kamu saja Mas. Aku yakin kamu bisa membimbing Maha, dia itu butuh sosok imam yang seperti kamu."

"Kamu nggak cemburu?" tanya Zayn sekali lagi.

"Aku bilang nggak Mas. Kalau sama Maha di hati ini nggak ada rasa cemburu sama sekali. Aku pikir kalau Maha jadi istri Mas, dia bisa memberimu anak yang sudah lama kita nanti. Mas memangnya nggak mau dipanggil 'Abi' sama anak Mas sendiri?"

"Mas nggak ngoyo juga, Sayang. Kalau belum rezeki kita diamanahi seorang anak, Mas nggak akan kecewa. Namanya hidup pasti ada saja hal yang tidak sesuai rencana. Bagi Mas yang penting rumah tangga kita bahagia, kamu pun selalu ada untuk Mas. Mas cukup hanya ada kamu saja," balas Zayn.

"Nggak, Mas. Aku nggak mau membuatmu menerima kenyataan kalau aku tidak akan pernah bisa hamil karena divonis mandul. Usaha kita selama ini pun sudah banyak kita lakukan, mungkin jalan ini hanya satu-satunya cara agar kita bisa punya keturunan. Lewat Maha kita bisa mendapatkan buah hati."

"Sayang, kamu ikhlas kalau Mas berbagi hati sama wanita lain? Kalau untuk poligami itu harus adil dan itu artinya waktu Mas nanti terbagi jadi dua, kamu rela kalau semua waktu Mas nggak semuanya sama kamu?"

"Kan nanti kita tinggal satu atap, Mas. Kenapa harus khawatir?"

"Satu atap?" tanya Zayn terkejut. "Jadi kamu mau ajak Maha tinggal sama kita?"

Alysa mengangguk. "Iya lah, Mas. Masa iya nanti Maha beda rumah sama aku. Nanti kalau Maha melahirkan anakmu, anaknya kan bisa aku rawat juga. Mas nggak keberatan, kan?"

"Maha pasti keberatan, Sayang. Ditambah dia sudah menolak mentah-mentah pagi tadi. Mana ada wanita yang ingin satu atap dengan madunya," jawab Zayn.

"Kalau Maha berbeda, Mas. Dia pasti nurut, lagian kasihan juga kalau Mas harus pergi ke rumah satu dan ke rumah lainnya. Kalau kita bertiga satu atap kan enak nanti nggak perlu rebutan waktu. Mas bisa bergantian datang ke kamar aku atau Maha."

"Kamu memangnya tahan kalau Mas di kamar berduaan dengan wanita lain?"

Alysa hening. Dia akhirnya tersenyum. "Aku nggak cemburu, Mas. Aku tahu bagaimana hati kamu, aku tahu bagaimana kamu mencintaiku, jadi aku nggak perlu lah untuk cemburu."

Zayn menghela napas berat. "Tapi berat bagi Mas untuk menikah lagi, Sayang. Nanti apa yang harus Mas jelaskan pada keluarga Mas dan juga keluarga kamu. Mas yakin mereka pasti tidak akan menerimanya."

"Masalah itu nggak perlu Mas pikirkan karena aku lah yang akan menjelaskan pada mereka. Aku yakin mereka paham, dan juga keluarga kita kan sudah mengenal baik siapa Maha. Mereka pasti setuju," balas Alysa meyakinkan.

"Tapi Sayang Mas takut nanti ke depannya ada masalah, bagaimana pun mempunyai istri lebih dari satu itu harus adil. Mas pasti berusaha untuk adil, tapi Mas tidak bisa menebak apa nanti kamu dan Maha menerima apa yang Mas berikan karena hati wanita itu mudah cemburu."

"Aku percaya sama kamu, Mas. Aku percaya kalau Mas bisa bersikap adil pada kami berdua," tukas Alysa.

"Kamu yakin, Sayang?"

Alysa mengangguk dengan yakin. "Insya Allah, Mas. Kita kan melakukan ini karena niat baik dan ibadah juga. Mas juga berperan untuk jadi imam yang mampu membimbing Maha, dia butuh sosok Mas jadi imamnya."

"Terus kalau Maha menolak lagi?"

"Kali ini dia pasti tidak akan menolaknya karena aku akan memintanya pada ibu," balas Alysa.

"Ibu? Tante Nia?"

Alysa mengangguk. "Iya. Aku yakin kalau ibu yang minta pasti Maha tidak akan menolaknya."

"Tapi Maha minta sama Mas agar kita tidak menghubungi ibunya, Sayang."

"Kita jangan dengar dia, Mas. Pokoknya Mas harus ikat Maha sebelum ada pria lain yang melamarnya!" ucap Alysa. "Mas suka sama Maha, kan?"

Zayn membisu...

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status