Di langit hanya ada satu matahari, kan? Tidak mungkin 2 matahari ada di langit yang sama, jika ada itu mustahil.
***
"Mbak Alysa!" pekik Maha kaget. Wanita itu jelas terkejut melihat kedatangan Alysa ke ruangan kerjanya. Wanita yang masih terlihat sangat cantik itu tersenyum dan menghampiri dirinya. Ingatan tentang kemarin melintas di hatinya dan dia pun tampak kacau.
"Makan siang denganku, yuk!" ajak Alysa dengan senyum yang lembut.
"Tapi aku masih ada kerjaan yang belum selesai, Mbak. Mungkin belum bisa makan siang dengan Mbak Alysa," balas Maha menolak dengan halus. Dia hanya ingin menghindari wanita yang saat ini ada di depannya. Maha tidak mau membicarakan masalah yang Zayn sampaikan kemarin padanya.
"Pekerjaan yang belum selesai kan bisa nanti dikerjakan, Maha. Sekarang sudah waktunya jam makan siang. Jangan terlalu keras dengan pekerjaan! Tubuhmu pun butuh istirahat."
"Iya sih, Mbak. Tapi... "
"Pokoknya kamu harus mau ikut makan siang dengan Mbak, jangan menolak kalau nggak mau buat Mbak sedih!" ucap Alysa sengaja.
Maha mengangguk samar dan tersenyum tipis. Mau tidak mau dia memang tidak bisa menolak apa yang Alysa minta darinya. Alysa dan keluarganya lah yang selama ini membantu keluarganya, bahkan saat ayahnya meninggalkannya dan selalu bersikap kasar pada ibunya, keluarga Alysa lah yang membela dan melindungi dia dan ibunya. Jasa keluarga Alysa tidak bisa dilupakan. Jika bukan karena Alysa, mungkin saat ini dia sangat trauma dan ketakutan karena perlakuan ayahnya yang keji di masa lalu.
"Nah, begitu dong. Kita sudah lama kan nggak ngobrol bareng. Mbak juga ingin cerita banyak sama kamu," kata Alysa dengan senyum yang hangat.
"Makan siangnya tapi cuma kita berdua saja kan, Mbak?" tanya Maha hati-hati. Di detik berikutnya dia menyesal menanyakan hal yang bodoh pada Alysa.
"Sama Mas Zayn. Kita nanti makan siang bertiga ya!"
"A-apa? Sama Pak Zayn?" tanya Maha terkejut.
Alysa tersenyum. "Mbak tahu apa yang kamu pikirkan, dan Mbak datang ke sini sengaja karena ingin bicara masalah kemarin pagi saat Mas Zayn datang menemuimu. Kita nanti bisa bicara bertiga dan lebih santai. Kamu nggak keberatan, kan?"
Maha menggelengkan kepalanya pelan. Dia memang tidak bisa menghindar dan mungkin saat ini waktu yang tepat untuk menjelaskan pada mereka kalau dia menolak dengan tegas tentang rencana kedua orang itu. Bagaimana pun Maha tidak mau jadi yang kedua. Apalagi jika harus melihat nanti Zayn bermesraan dengan Alysa di depannya, bagaimana bisa hatinya tidak rapuh?
**
Maha diam saja dari tadi. Dia hanya menjawab singkat apa yang Alysa tanyakan padanya, dan selebihnya dia hanya tersenyum. Maha semakin tidak nyaman melihat bagaimana hangatnya sikap Zayn pada Alysa, pria itu terlihat sangat mencintai Alysa, itu sangat terlihat dengan jelas, tatapan mata cinta pria itu pada sang istri membuat siapapun pasti iri, mungkin termasuk dirinya.
Alysa pun selalu tersenyum dengan sumringah menatap Zayn dengan tatapan cinta. Hati Maha berdesir hebat, bagaimana bisa dia datang di tengah kebahagiaan mereka berdua? Bukankah keduanya sedang bahagia? Kenapa juga Alysa menginginkan dirinya menikah dengan suaminya sendiri? Apa cinta di hati Alysa untuk Zayn tidak sebesar yang dia kira?
"Kamu kenapa melamun?" tanya Alysa.
Pertanyaan Alysa membuyarkan lamunan Maha. Wanita itu tersenyum. "Aku sedang menikmati makan siangnya, Mbak. Makanannya sangat lezat."
"Kamu mau nambah lagi?" tanya Zayn menimpali.
Maha menggelengkan kepalanya. "Nggak, Pak. Ini juga sudah banyak."
"Lho kok manggilnya 'bapak' sih?" tanya Alysa.
"Kan Pak Zayn memang atasan aku, Mbak," jawab Maha.
"Kan itu kalau lagi di kantor," ucap Alysa. "Kamu panggil 'Mas Zayn saja ya! Biar enak didengar," pinta Maha.
Maha hanya mengangguk samar, dia tahu kalau menolak pun percuma karena Alysa tidak suka dengan penolakan.
Alysa menghela napas panjang. "Maha, kamu pasti tahu kalau Mbak mau bicara apa sekarang sama kamu."
Maha membisu beberapa detik untuk mengumpulkan keberaniannya. "Mbak mau bicara tentang masalah Mas Zayn yang kemarin pagi datang ke rumahku, kan?"
Alysa mengangguk. "Iya. Mbak mau bicara lagi sama kamu masalah itu, dan Mbak harap kamu kali ini mau mendengar alasan kami, ya! Kemarin juga Mbak sudah menghubungi Ibu dan menjelaskan semuanya. Ibu bilang semua keputusan ada di tangan kamu, dan ibu nggak akan ikut campur."
"Tadi pagi aku sudah bicara juga sama ibu, dan aku sudah bilang kalau aku tidak akan menerima permintaan Mas Zayn untuk menjadikanku jadi istri keduanya," tukas Maha.
"Kenapa? Kamu takut Mbak nantinya cemburu?" tanya Alysa.
"Salah satunya itu, Mbak. Mungkin saat ini Mbak Alysa tidak cemburu, tapi kita tidak bisa menebak bagaimana hati manusia nanti, hati manusia mudah berubah, apalagi hati wanita itu sangat rapuh bagai gelas-gelas kaca, dan mudah cemburu." jawab Maha.
"Insya Allah kalau Mbak tidak akan cemburu padamu, Maha. Justru Mbak senang kalau kamu lah wanita yang akan jadi adik madu untuk Mbak, Mbak hanya ingin kamu saja yang ikut menemani Mas Zayn. Masalah status jadi istri kedua yang dianggap tabu, kamu tak usah memikirkannya, masalah keluarga besar kita juga pasti mereka paham dan akan mendukungnya. Jadi, Mbak mohon sama kamu untuk menerima Mas Zayn, ya! Mbak harap kamu tidak menolaknya."
"Tetap nggak bisa, Mbak. Bagiku berbagi hati itu tidak mudah, apalagi jadi yang kedua," balas Maha.
"Meski nanti kamu jadi istri kedua, Mbak janji Mas Zayn akan berlaku adil dan Mbak juga tidak akan cemburu." Alysa mengatakannya dengan tulus. Dia tidak pernah memikirkan wanita lain yang bisa jadi adik madunya, hanya Maha lah yang menjadi satu-satunya wanita yang bisa jadi istri bagi suaminya.
Maha menggelengkan kepalanya. "Maaf, Mbak. Kali ini aku tidak bisa menyanggupi permintaan Mbak Alysa karena diibaratkan dua matahari apa bisa terbit di langit yang sama?"
Alysa tertegun, dia hanya menghela napas pendek, sedangkan Zayn hanya terdiam. Mereka berdua tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Keheningan pun membuat suasana tampak sepi.
Maha tersenyum lirih, dia beranjak dari duduknya dan langsung pamit, menolak untuk keduanya antar ke rumah. “Aku minta maaf. Maaf mungkin keputusanku ini awalnya memang membuat Mbak Alysa kecewa, tapi aku yakin kalau keputusanku ini adalah yang terbaik untuk kita bertiga.”
“Maha, Mbak memintamu juga karena Mbak hanya ingin kamu saja. Mbak hanya ikhlas kalau kamu jadi istrinya Mas Zayn. Mbak berharap kamu masih memikirkannya ya! Mbak pasti akan menunggu saat kamu siap dengan jawabannya,” kata Alysa meyakinkan.
Maha tersenyum lirih. “Maaf.” Wanita itu pergi membawa rasa bersalah di hatinya.
***
Maha gelisah, dia masih memikirkan permintaan Alysa yang tak lelah memohon padanya. bahkan Alysa mengirim banyak hadiah ke rumahnya dan terus mengirim pesan padanya. Dia sudah tegas menolaknya, tapi Alysa tak menggubris alasan kenapa dirinya menolak untuk dijadikan istri kedua. Maha memijit kedua pelipisnya, sungguh masalah ini membuat kepalanya hampir meledak.“Nggak lembur, Nak?” tanya Nia. Wanita paruh baya itu keluar dari kamarnya.“Nggak, Bu,” balas Maha, dia langsung mencium punggung tangan Sarah. “Gimana jualannya, Bu?”“Alhamduillah… hari ini nasi kuning Ibu laris manis, ada yang borong, jadi sebelum dzuhur Ibu bisa pulang cepat,” jawab Nia. Wanita paruh baya itu menghela napas panjang. “Nak Alysa terus menghubungi Ibu, dia bilang kamu nggak mau menerima lamaran Nak Zayn, dan Alysa meminta Ibu untuk membujuk kamu.”“Abaikan saja, Bu. Nanti juga Mbak Alysa bosan kalau
"Aku mengaguminya, bahkan saat dia memilih wanita lain di hatinya, aku masih enggan untuk melepaskan dirinya utuh di hati ini. Perasaan ini terlarang, tapi aku menikmatinya. *** “Jangan bilang kalau kamu suka saat Zayn memintamu untuk jadi istrinya?” tanya Intan. “Aku tidak senang. Jujur aku terluka karena tahu alasan dia hanya karena Mbak Alysa, aku juga tahu diri, Ntan. Meski aku mengaggumi sosok Pak Zayn, tapi aku tidak pernah berpikir untuk jadi istrinya. Aku ingin pergi menjauh darinya, makanya aku meminta kamu untuk mencari pekerjaan untukku.” “Pekerjaan banyak, Maha. Tapi masalahnya kamu mau saat bekerja buka jilbab?” “Kenapa jilbabku harus dikorbankan? Pekerjaan jenis apa itu? Pemandu karaoke lagi, kah?” Intan menggelengkan kepalanya. “Nggak lah. Aku nggak akan kasih izin kamu bekerjadi jadi pemandu karaoke lagi, aku tidak mau membuka luka lama itu.” “Terus apa? Masa aku harus menanggalkan jilbabku?” “Pelayan café di Bali, dan gajinya dollar, kalau kamu mau besok juga b
"Aku mengaguminya, bahkan saat dia memilih wanita lain di hatinya, aku masih enggan untuk melepaskan dirinya utuh di hati ini. Perasaan ini terlarang, tapi aku menikmatinya.***“Jangan bilang kalau kamu suka saat Zayn memintamu untuk jadi istrinya?” tanya Intan.“Aku tidak senang. Jujur aku terluka karena tahu alasan dia hanya karena Mbak Alysa, aku juga tahu diri, Ntan. Meski aku mengaggumi sosok Pak Zayn, tapi aku tidak pernah berpikir untuk jadi istrinya. Aku ingin pergi menjauh darinya, makanya aku meminta kamu untuk mencari pekerjaan untukku.”“Pekerjaan banyak, Maha. Tapi masalahnya kamu mau saat bekerja buka jilbab?”“Kenapa jilbabku harus dikorbankan? Pekerjaan jenis apa itu? Pemandu karaoke lagi, kah?”Intan menggelengkan kepalanya. “Nggak lah. Aku nggak akan kasih izin kamu bekerjadi jadi pemandu karaoke lagi, aku tidak mau membuka luka lama itu.”“T
“Sepertinya aku cocok sama pengasuh Bima dan Sakti. Aku perhatikan si kembar selama seminggu ini nyaman sama dia, dan aku juga lihat kalau Maha memang wanita yang sabar. Beruntung ya kita minta tolong Intan untuk cari pengasuh. Aku trauma dengan para pengasuh yang dulu merawat si kembar,” ucap Zakia. “Aku juga sreg, Sayang. Bima dan Sakti selalu muji kakak cantik itu bidadari berkerudung. Mereka antusias sekali cerita kalau main sama Maha sangat menyenangkan,” balas Irwan, “Bersyukur akhirnya kita menemukan pengasuh yang tepat.” “Kalau nanti dalam tiga bulan masa percobaan dia memang bagus, kita kasih bonus lebih ya, Mas. Aku mau Maha betah kerja sama kita, jarang banget kita dapat pengasuh yang cocok,” pinta Zakia. “Iya, Sayang. Aku sudah pikirkan juga nanti mau kasih bonus sama Maha. Biar dia semakin semangat jaga si kembar,” balas Irwan. “Melati kemana, Mas?” tanya Zakia. Dia belum melihat anak sulungnya yang berumur 13 tahun. “Oh, tadi Raka minta izin kalau dia mau ajak Melati
“Masalah uang sewa ada di Ibu, Nak. Kamu jangan memikirkannya, ya!” ucap Nia tersenyum. Wanita paruh baya itu seolah tahu isi hati anak sulungnya.“Bu, nanti kita bicarakan soal pindah rumah, ya! Hari juga sudah larut, kita pergi istirahat,” balas Maha.“Assalamualaikum… “Maha dan Nia terkejut karena pada jam selarut ini ada yang bertamu ke rumah mereka. Keduanya saling menatap satu sama lainnya.“Biar Maha lihat siapa yang bertamu ke rumah ini ya, Bu,” pinta Maha sambil bergegas pergi menuju ruang tamu.Maha langsung membuka pintu, dan dia pun terpana melihat sosok pria yang tersenyum padanya.“Assalamulaikum, Maha… Maaf, aku ganggu malam ini karena hanya kamu yang bisa bantu,” ucap Zayn.Maha mematung, senyum pria itu selalu membawanya ke dunia yang berbeda. Kenapa hatinya dari dulu selalu saja menuju satu nama? Kenapa nama pria itu sela
"Maha, kamu mau menerima Mas Zayn jadi suamimu?" tanya Alysa tersenyum dengan sumringah.Maha mengangguk agak ragu, dia tidak tahu apa keputusan yang diambilnya ini tepat, jika dia sudah memutuskan untuk jadi adik madu Alysa itu artinya dia harus menerima garis takdir sebagai istri kedua. Maha tidak pernah membayangkan kalau pada akhirnya dia harus jadi yang kedua di hati seseorang. "Tapi aku butuh waktu untuk istikharah, Mbak. Keputusan ini bukanlah hal yang mudah, aku harus diskusi dengan ibu, dan tentu saja aku harus meminta petunjuk sama Gusti Allah."Alysa terus saja tersenyum lebar, dia tidak menyangka kalau pada akhirnya Maha mau menerima Zayn, dan rela dijadikan adik madu. "Terima kasih ya, Maha. Mbak nggak nyangka kalau kamu akhirnya mau jadi istri kedua dari Mas Zayn. Tadi Mbak sudah ikhals, dan juga nggak mau memaksa kamu karena memang jadi yang kedua itu pasti berat, dan wanita mana yang mau jadi yang kedua. Mbak juga sadar kalau kamu sama seperti wanita la
"Nak Alysa ini memang wanita yang luar biasa shalihah. Dia tahu kalau ikhlas yang paling tertinggi adalah mengizinkan suaminya untuk menikah lagi, memang tidak mudah, tapi dia bisa mengambil keputusan ini karena dia bisa mengatasinya," balas Nia."Bu, kalau Maha nanti ditakdirkan jadi istri keduanya Mas Zayn. Ibu ridho, kan? Ibu tidak malu mempunyai anak seperti Maha?""Ibu hanya mendoakan kebahagiaan kamu, dan juga Allah jaga kamu. Itu sudah cukup bagi Ibu. Seperti yang kamu bilang tadi... penilaian manusia tidak Ibu pedulikan juga," jawab Nia. "Kamu mau menerimanya karena Alysa atau lebih condong karena Zayn?"Maha mendadak terdiam membisu. Dia saat itu sedang di batas ambang. Entahlah, Maha tidak tahu apa dia memang sudah pasrah dengan takdir ini. Baginya, masa depan hanya misteri dan dia menerimanya karena Zayn dan Alysa sangat berjasa di hidupnya. Mungkin hanya ini satu-satunya cara untuk membalas kebaikan mereka.Kenapa hidup ini selalu saja ada yan
"Memang benar, jika kita menjatuhkan hati terlalu dalam pada manusia, maka harus bersiap untuk terluka dan kecewa. Jadi, luka batin itu karena kita terlalu menghambakan manusia di hati kita.***“Alhamdulillah... jika semuanya sudah ridho, dan juga tidak masalah dengan rencana baik ini, kami semua lega, dan saya sebagai orang tua dari Zayn meminta Maha pada Mbak Nia untuk jadi menantu kami. Jika Mbak Nia tidak keberatan, dan mau menerimanya, kita harus membicarakan tanggal yang baik untuk pernikahan mereka berdua,” ucap Yusuf.“Saya selalu memberikan restu untuk kebahagiaan Maha, dan saya juga tidak mempermasalahkannya kalau dari keluarga Kyai, dan juga Nak Alysa setuju, dan tidak keberatan atas pernikahan anak saya dengan Nak Zayn,” balas Nia.“Bagaimana Alysa? Abi tanya lagi sama kamu, Nak. Kamu ikhlas jika suamimu menikah lagi? Jika kamu belum ikhlas, dan masih ragu-ragu lebih baik utarakan saja di sini b