Ana masih dalam mode merajuk. Mungkin ini periode meajuk Ana yang paling lama karena berhasil bertahan hampir dua tiga minggu. Cakra bahkan sudah kehabisan cara untuk membujuk Ana. ketika meminta bantuan pada Bima, dan yang lainnya, Cakra harus menahan kesal karena jawaban mereka semua.
Dengan kompak mereka semua berkata, “Maaf, kami tidak mau ikut campur dalam masalah rumah tangga kalian. Jadi, bujuk istrimu sendiri.”
Jerit histeris terdengar dari tribun lapangan futsal yang terletak di gedung olahraga kampus Majaraya. Hal ini terjadi karena tahun ini, kampus Majaraya ditunjuk menjadi tuan rumah pertandingan futsal antar kampus. Kebetulan, siang ini tim futsal perwakilan kampus Majaraya tengah bertanding. Jadi, tidak mengherankan jika penonton didominasi oleh kaum hawa yang meneriakkan nama-nama mahasiswa yang menjadi primadona di kampus Majaraya, lebih tepatnya primadona untuk para remaja putri di kota ini.Tim futsal Majaraya terdiri dari lima mahasiswa yang memesona. Mereka terdiri dar
Kelopak mata Ana terasa berat untuk dibuka, ini pasti gara-gara tangisannya tadi malam. Ana duduk di tepi ranjang. Ingatannya kembali pada malam tadi. Rasa sakit hatinya masih jelas terasa hingga saat ini. Meskipun Ana menerima Cakra sebagai pacarnya atas permintaan opa serta omanya. Ana tetap merasa sakit dengan semua yang diucapkan oleh Cakra. Ini juga salah Ana. Kenapa dirinya menerima Cakra lima tahun yang lalu? Memang, saat itu Ana berpikir jika Cakra memang tidak sebaik yang dikatakan oleh opa dan omanya, Ana akan meminta putus. Sayangnya kenyataan tidak semudah yang dibayangkan oleh Ana. Selama lima tahun ini, Ana sudah lebih dari cukup mengenal Cakra. Kendali dalam hubungan ini ada di tangan Cakra, dan Ana hanya perlu menurut. Jika boleh jujur, Ana merasa tertekan dengan semua ini.
Karena Cakra harus membantu Bima di kantor, pagi ini Ana berangkat ke kampus sendirian. Begitu masuk kelas, Ana melihat teman-temannya berkumpul dan membicarakan hal serius. Karena posisi mereka yang memunggungi pintu, mereka tidak tahu jika kini Ana sudah tiba. Ana juga memilih untuk melangkah perlahan agar tak mengganggu pembicaraan mereka.“Tangan
“Benar, tidak apa-apa Kakak tinggal?” tanya Fatih.Ini hari kedua Fatih di Indonesia, dan sayangnya ia harus meninggalkan adiknya yang sakit, untuk segera kembali bertugas di rumah sakit. Di hari pertamanya ini, Fatih sudah memiliki jadwal operasi yang harus ia tangani. Ia merasa sangat bersalah jika harus meninggalkan Ana dalam kondisi seperti ini. “Kakak telepon Cakra ya, dia pasti mau menemanimu selama Kakak bertugas,” bujuk Fatih untuk kesekian kalinya. Jika saja Ana mau dir
“Rumah sakit?” gumam Ana dalam hati saat sadar dari tidur panjangnya. Ana melirik jarum infus yang menancap di tangan kanannya. Ia benci jarum suntik, ia benci infus. Ia benci apa pun yang berkaitan dengan rumah sakit, kecuali kakaknya tentunya. Hal ini bukan tanpa alasan. Dulu, saat Ana masih duduk di bangku sekolah dasar, Ana harus dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan karena penyakit tifus. Karena itu, Ana tidak suka dengan rumah sakit. Itu juga yang menjadi alasan Fatih untuk menjadi seorang dokter. I
Setelah pertemuan dengan kedua orang tua Cakra, Ana tidak bisa kembali meminta putus pada Cakra. Ayolah, meskipun dirinya memang ingin putus dengan Cakra, Ana tidak mungkin bertindak gila dengan memaksa putus, sementara ada satu nyawa yang dipertaruhkan dalam hal itu. Ana belum siap menjadi tersangka pembunuhan, dan sampai kapan pun dirinya tidak akan pernah siap. Jadi, pada akhirnya Ana masih menyandang status menjadi kekasih Cakra. Tentu saja hal ini membuat Ana merasa bingung. Apalagi akhir-akhir ini Cakra bersikap sangat manis padanya, sikap otoriternya telah berkurang drastis. Sikapnya seakan-akan tengah memohon maaf tanpa mau mengutarakannya dengan lebih jelas.
Pagi menjelang, Ana terbangun di kamar bernuansa abu-abu gelap. Ia dengan jelas bisa mencium aroma Cakra yang membuat paru-parunya menari-nari senang. Baik, abaikan pikiran konyol Ana barusan! Sepertinya Cakra membawa Ana ke kamar pribadinya. Untunglah, karena Ana memang tidak mau tidur dengan Ely. Tenang saja, Ana juga tidak tidur dengan Cakra. Ana yakin, karena dirinya tidur tepat di tengah ranjang dan tak menemukan jejak-jejak yang menunjukkan bahwa Cakra juga tidur di ranjang tersebut. Pasti Cakra tidur di kamar kecil yang terhubung dengan kamar Cakra ini. Ana bangun dari posisinya bertepatan dengan Cakra yang ke luar dari kamar mandi. Pria itu tampaknya baru saja mandi, rambutnya saja masih terlihat basah.
Ana tersenyum saat membaca pesan dari Panji. Pria itu adalah teman kecilnya. Dulu, Ana dan Panji bertetangga. Sayangnya mereka tidak lagi bisa bertemu, karena keluarga Panji harus pindah saat perusahaan ayah Panji mengalami masalah finansial. Jadi, setelah itu Ana dan Panji putus kontak. Ketika pertama kali bertemu setelah sekian lama, Panji dan Ana tak membutuhkan banyak waktu untuk saling mengenali. Ana kembali tersenyum saat membaca balasan chat Panji.Ana tengah berada dalam suasana hati yang baik saat ini. Ia bahkan sampai lupa akan peringatan C