Bab 57
"Sayang, apakah kau baik-baik saja?" Brandy meraba kening istrinya. Brandy merasakan hawa panas mengenai telapak tangannya. "Kau demam, Sayang?" Brandy khawatir. Mera menolehkan kepala sosok Brandy sudah berdiri di sisi ranjang. Lelaki itu sepertinya sudah membersihkan diri. Itu artinya berhenti setelah pulang sejak tadi. "Kau sudah pulang?" tanya Mera menggosok-gosokkan mata. "Iya, Sayang. Maaf ya. Malam ini saya terpaksa pulang terlambat." "Kurasa aku harus menghubungi dokter keluarga untuk memeriksa keadaanmu." Brandy khawatir. "Tidak perlu, Sayang. Tadi sudah ditelepon sama Bi Sumi." "Apa? Bi Sumi sudah menelpon dokter untukmu?" Brandy mengernyitkan dahi. "Iya, tidak
Bab 58 "Ya, tentu saja!" "Apakah kau sungguh mencintaiku?" Brandy bangkit dari tidurnya ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh merah. "Mengapa bertanya seperti itu?" Mera diam, berpikir apakah ia harus melanjutkan ucapannya atau berhenti sampai di sana. "Tidak aku tidak bermaksud apa-apa. Beristirahatlah, Sayang. aku tahu kau sedang kelelahan." Merah memutuskan untuk tidak melanjutkan.*** Pagi hari yang cerah. "Sayang, aku tahu kau penat seharian berada di rumah. Kukira kau harus mendapatkan hiburan sesekali. Ini hari libur, bagaimana kalau kita berlibur saja?" Sebuah tawaran yang sangat bagus dari seorang suami. "Ya.
Bab 59Abraham terbaring lunglai di ruang perawatan rumah sakit.Kecelakaan tunggal membuatnya harus berada dalam kondisi itu. Abraham sadar betul, kecelakaan yang membuatnya hampir saja tewas tersebut di sebabkan oleh kurangnya konsentrasi dalam berkendara. Mobilnya harus menabrak pohon dan membuat beberapa bagian depan kendaraan roda empat miliknya rongsok.Beruntung, Abraham hanya mengalami beberapa luka dan lecet. Namun cukup parah di bagian kepala. Itu sebabnya ia harus menjalani perawatan serius."Kak, kakak yang sabar, ya." Brandy menggenggam jemari sang Kakak."Ya. Tentu saja saya akan bersabar. Ini hanyalah sebuah teguran untukku supaya lain kali bisa mengemudi dengan leboh teliti."Heran, Brandy jelas merasakan heran. Sebab ia amat mengenali jika sang Kakak adalah pria yang cukup disiplin dan taat aturan dalam berkendara. Sekali ini entah mengapa Abraham harus celaka karena di sebabkan oleh suatu k
Bab 60 Hati Abraham berdegup kencang tatkala secara samar terdengar di telinganya sebuah suara wanita yang amat ia rindukan. Perlahan ia membuka matanya lebih lebar menelisik ruangan di mana ia berada. Nalurinya berkata bahwa suara yang baru saja ia dengar lewat sambungan telepon adalah wanita yang sukses membangun sarang di hatinya. "Syukurlah, Kakak sudah siuman." Brandy memeluk kakaknya. "Ya. Siapa yang bicara denganmu di telepon barusan? Apakah dia Mera?" Abraham mengulangi pertanyaan yang sama. "Ya, Kak. Barusan Mera yang telpon." "Lalu kenapa di matikan? Siapa tahu dia sedang membutuhkanmu, Brandy." timpal Abraham serak. "Tidak apa, Kak. Dia yang suruh matikan. Katanya tak usah khawatir soal keadaannya. Bi Sumi selalu a
Bab 61 Malam semakin larut. Mera tak jua bisa memejamkan mata. Jarak yang memisahkan antara dia dan lelaki yang ia cintai terpaut demikian jauh. Kejauhan tak bisa membuatnya lupa akan semua memori yang pernah mereka jalani. Brandy, dia lelaki yang sungguh sempurna di mata Mera. Akan tetapi Abraham, juga tak bisa ia lupakan. Terlebih lagi Mera tak akan mungkin benar-benar bisa untuk menghilangkan kontak salah satu di antara keduanya. Ia terjebak mencintai dua lelaki yang juga menyimpan cinta yang sama-sama bersalah untuknya. Mera berusaha bangkit. Seiring perut yang semakin membesar membuat Mera kesulitan untuk bergerak bebas. Mera bisa merasa lega ketika mendengar kabar jika Abraham telah siuman. Mera tak bisa membayangkan jika terjadi apa-apa yang serius pada Abraham. karena walau bagaimanapun meski ada benci yang ia
Bab 62 Mera mengelus perutnya yang membesar. Sesekali ia merasakan tendangan lembut menggemaskan dari sang penghuni rahim. Mera harus menahan sabar ketika mendengar kabar suaminya tak bisa pulang tepat waktu.***Pandangan mata Abraham menerawang. "Apa tidak terlalu lama kau meninggalkan Mera, Brandy? Aku mengkhawatirkan dia. Aku tidak ingin jika dia harus menderita karena keadaanku." "Tidak apa, Kak. Mera tak keberatan jika pulangku ditunda." kilah Brandy. "Bukan begitu maksudku. Bukan pula maksudku untuk mengusirmu. Tapi aku lebih mengkhawatirkan keadaan Mera jika kau tinggalkan terlalu lama. Kau tahu sendiri jika fisiknya lemah. Dia pasti amat membutuhkanmu, Brandy." ucap Abraham lirih. "Lagipula kondisiku mulai membaik sekarang. Sebaiknya kau ti
Bab 63Merah tersentuh dengan sikap Brandy yang tetap romantis seperti biasanya. Cinta lelaki itu sungguh tulus. Dengan sentuhan lembut, Brandy meraih tangan sang istri dan menyelipkan satu cincin di jari manis Mera. dengan mutiara elegan menghiasi mata perhiasan tersebut, membuat jari-jari lentik itu semakin ayu. "Bagaimana, kau suka?" Brandy menatap kedua mata Mera. Mera mengangguk. "Tentu. tentu saja. Aku sangat menyukainya. Terima kasih telah memberikan banyak perhatian padaku selama ini." Mera berkaca-kaca. "Tak perlu berterima kasih soal itu, Sayang. Sebab sudah sepatutnya aku memberikan perhatian lebih untukmu. Bukankah kau yang akan menemaniku hingga tua nanti?" Mera menggigit bibir. Ada getir dalam hatinya. Dengan perasaan bersalah yang tengah menyerang hati, Mera meng
Bab 64Nun jauh di Hamburg sana, Abraham memejamkan mata. Berdoa dan berharap agar yang kuasa melenyapkan rasa cintanya untuk Mera.Ingatannya melayang jauh. Mengingat lingkaran cincin bermata berlian yang dulu pernah ia siapkan untuk sang kekasih tercinta. Kotak kecil perhiasan tersebut senantiasa ia simpan dalam tas pribadi yang biasa ia bawa kemana-mana. Seperti orang gila? Ya, Abraham sadar itu. Namun itulah jadinya apabila menyimpan cinta terlalu besar untuk seorang wanita yang pada akhirnya pergi meninggalkannya. "Brandy!" panggil Abraham sebelum kemarin Brandy melangkah meninggalkan ruangan rumah sakit. "Ya, Kak." Brandy menghentikan langkah. "Coba buka tasku. Di dalamnya ada sebuah cincin yang dulu pernah ingin kuhadiahkan kepada seseorang yang pernah singgah di hatiku. Tapi ternyata dia sudah memilih pria lain."
Bab 65Merah memandang cincin yang melingkar pada jarinya. Entah mengapa ia begitu mengagumi benda kecil tersebut. Seakan ada ikatan batin yang kuat yang menempel pada cincin tersebut. "Aku sangat menyukai cincin ini, Brandy. Kalau boleh tahu di mana kamu membelinya?" Mera bertanya penasaran. Brandy membalikkan tubuh. "Apakah aku harus menyebutkan tempat tokonya, Sayang?" Brandy menggoda. "Ah tidak juga. Hmm ... Aku cuma ingin mengucapkan terima kasih banyak. Cincin ini sangat bagus. Kau memang sungguh mengerti akan seleraku." Mera tersenyum. "Bngomong-ngomong, bagaimana keadaan Kak Abraham? Apa dia sudah baikan?" Mera bertanya. Brandy menyeruput minuman teh hangat di hadapannya. "Sudah lebih baik daripada sebelumnya.""Sayang, sini mendekat."
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is