Bab 62
Mera mengelus perutnya yang membesar. Sesekali ia merasakan tendangan lembut menggemaskan dari sang penghuni rahim. Mera harus menahan sabar ketika mendengar kabar suaminya tak bisa pulang tepat waktu.
***
Pandangan mata Abraham menerawang. "Apa tidak terlalu lama kau meninggalkan Mera, Brandy? Aku mengkhawatirkan dia. Aku tidak ingin jika dia harus menderita karena keadaanku." "Tidak apa, Kak. Mera tak keberatan jika pulangku ditunda." kilah Brandy. "Bukan begitu maksudku. Bukan pula maksudku untuk mengusirmu. Tapi aku lebih mengkhawatirkan keadaan Mera jika kau tinggalkan terlalu lama. Kau tahu sendiri jika fisiknya lemah. Dia pasti amat membutuhkanmu, Brandy." ucap Abraham lirih. "Lagipula kondisiku mulai membaik sekarang. Sebaiknya kau tiBab 63Merah tersentuh dengan sikap Brandy yang tetap romantis seperti biasanya. Cinta lelaki itu sungguh tulus. Dengan sentuhan lembut, Brandy meraih tangan sang istri dan menyelipkan satu cincin di jari manis Mera. dengan mutiara elegan menghiasi mata perhiasan tersebut, membuat jari-jari lentik itu semakin ayu. "Bagaimana, kau suka?" Brandy menatap kedua mata Mera. Mera mengangguk. "Tentu. tentu saja. Aku sangat menyukainya. Terima kasih telah memberikan banyak perhatian padaku selama ini." Mera berkaca-kaca. "Tak perlu berterima kasih soal itu, Sayang. Sebab sudah sepatutnya aku memberikan perhatian lebih untukmu. Bukankah kau yang akan menemaniku hingga tua nanti?" Mera menggigit bibir. Ada getir dalam hatinya. Dengan perasaan bersalah yang tengah menyerang hati, Mera meng
Bab 64Nun jauh di Hamburg sana, Abraham memejamkan mata. Berdoa dan berharap agar yang kuasa melenyapkan rasa cintanya untuk Mera.Ingatannya melayang jauh. Mengingat lingkaran cincin bermata berlian yang dulu pernah ia siapkan untuk sang kekasih tercinta. Kotak kecil perhiasan tersebut senantiasa ia simpan dalam tas pribadi yang biasa ia bawa kemana-mana. Seperti orang gila? Ya, Abraham sadar itu. Namun itulah jadinya apabila menyimpan cinta terlalu besar untuk seorang wanita yang pada akhirnya pergi meninggalkannya. "Brandy!" panggil Abraham sebelum kemarin Brandy melangkah meninggalkan ruangan rumah sakit. "Ya, Kak." Brandy menghentikan langkah. "Coba buka tasku. Di dalamnya ada sebuah cincin yang dulu pernah ingin kuhadiahkan kepada seseorang yang pernah singgah di hatiku. Tapi ternyata dia sudah memilih pria lain."
Bab 65Merah memandang cincin yang melingkar pada jarinya. Entah mengapa ia begitu mengagumi benda kecil tersebut. Seakan ada ikatan batin yang kuat yang menempel pada cincin tersebut. "Aku sangat menyukai cincin ini, Brandy. Kalau boleh tahu di mana kamu membelinya?" Mera bertanya penasaran. Brandy membalikkan tubuh. "Apakah aku harus menyebutkan tempat tokonya, Sayang?" Brandy menggoda. "Ah tidak juga. Hmm ... Aku cuma ingin mengucapkan terima kasih banyak. Cincin ini sangat bagus. Kau memang sungguh mengerti akan seleraku." Mera tersenyum. "Bngomong-ngomong, bagaimana keadaan Kak Abraham? Apa dia sudah baikan?" Mera bertanya. Brandy menyeruput minuman teh hangat di hadapannya. "Sudah lebih baik daripada sebelumnya.""Sayang, sini mendekat."
Bab 66 "Halo, Kak Abraham? Bagaimana keadaan Kakak sekarang? Kuharap Kakak akan sembuh dengan segera seperti sedia kala." suara Mera terdengar perlahan. "Ya, syukur-syukur dalam waktu dekat Dokter akan memperbolehkanku untuk pulang." Abraham menjawab serak. "Maaf jika Brandy akhirnya harus pulang lebih cepat. Seharusnya sekarang dia masih ada di sana bersama ibu menjaga Kakak." lanjut Mera. "Tidak apa-apa, Mera. Memang aku yang menyuruhnya pulang lebih cepat. Aku mengkhawatirkan keadaanmu jika di tinggal terlalu lama." ujar Abraham. Ada desah nafas berat dari nadanya berbicara. Sedangkan Mera tak segera bersuara. Otak wanita itu menangkap jika Abraham memang mengkhawatirkan keadaannya selama kepergian Brandy. Mera telah mengenali betul sikap Abraham yang tak mudah untuk mengucapkan keboh
Bab 67"Tolong ambil ponselku di dalam laci kamar, Bi. Biar aku saja yang menghubunginya." Ucap Mera. "Nyonya tetap ingin bersikeras menelpon Tuan Brandy?" Bi Sumi bertanya. "Ya udah Bi. Tidak usah banyak tanya! Ini perutku udah tidak nyaman sekali." Merah mulai kesal dengan sikap Bi Sumi yang terkesan bertele-tele dan abai akan kesakitan Mera. "Maaf Nyonya. Lebih baik tidak usah telepon Tuan Brandy. Nanti dia bisa mengira kalau aku tidak becus mengurus Nyonya." Bi Sumi tetap bersikukuh. "Tidak becus bagaimana maksudnya, Bi? Brandy tidak seburuk itu. Apalagi ini menyangkut kandunganku." kilah Mera. "Bukan begitu, Nyonya. Bukankah Tuan Brandy sudah menaruh kepercayaan padaku untuk menjaga Nyonya? Aku tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang Tuan Brandy berikan." "Sudahlah, Bi. sepertinya k
Bab 68"Ah tidak. Saya tidak bermaksud untuk mencegah Nyonya buat menghubungi Tuan Brandy. Maaf ... Maafkan aku nyonya. Karena sikapku membuat nyonya berpikiran hingga ke sana." Dari nada suaranya, terdengar sekali jika Bi Sumi mengelak dari ucapannya sendiri. Bukankah dari tadi ia mencegah Mera untuk menghubungi Brandy, lalu mengapa sekarang malah mengatakan hal sebaliknya? Sungguh sesuatu yang memgundang curiga Mera. Namun Mera bisa memaklumi, mungkin saja Bi Sumi adalah wanita yang sudah mulai menua, hingga mungkin saja sifatnya kembali labil dan kekanak-kanakan. "Lupakan saja, Bi." Mera mengisyaratkan Bi Sumi untuk keluar ruangan. Mera menutup pintu.***"Nyonya Brandy, sepertinya Anda harus lebih memperhatikan asupan makanan. Jangan sampai memakan sesuatu yang bisa membahayakan kandungan. Jika ingin kepa
Bab 69"Jangan diminum dulu, Mera!" "Kenapa?" "Barusan saya lihat ada kecoa merayap di gelasmu!" jawab Abraham. Sesaat mata mereka beradu pandang. Ada detak lebih cepat di dada keduanya. Bergegas Mera mengalihkan pandangan. Berharap tatapan itu tak terlalu menusuk netra. "Kau kembali, Abraham?" Mera berkata dengan tatapan yang masih enggan untuk melirik. Bukan enggan, tepatnya tak mampu. Mera merasa tak mampu untuk menatap sepasang mata berwibawa di hadapannya. "Brandy di luar, Kak." Ada rasa canggung Mera rasakan ketika harus memanggil Abraham dengan sebutan Kakak.Di samping itu, Mera mulai tak enak. Pasalnya dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua. Mera khawatir hal tersebut akan mengundang fitnah di mata orang lain. "Ya aku tahu dia di luar. Dia sedang mengurus bebe
Bab 70"Halo Brandy!" "Ya. Haloo! Kamu kenapa sih tidak pernah angkat telepon aku? Ntar aku bisa ngambek lhoo!" suara Kirana dari seberang panggilan. "Kamu mau apa lagi?" "Ah seperti tidak tahu ajah. Aku kangen kamu, Brandy!" "Apa? Kangen? Kirana, aku ini sudah punya istri. Kamu nggak usah nempel-nempel terus sama aku donk." protes Brandy.Brandy semakin penuh tanya. "Kirana, aku tidak pernah mengusik kenyamanan hidupmu. Jadi tolong jangan urusi hidupku." "Maaf tadi aku masih belum bisa melupakanmu. Aku masih mencintaimu. Apa kau tidak bisa melihat? Bagaimana aku datang ke rumahmu mengharap kau masih bisa melihatku seperti pandangan yang biasa kau berikan di masa lalu. Tapi apa yang aku dapatkan? Kau hanya menambah luka. Kau bahkan memperlakukan aku bak seorang musuh. Seolah kau t