Bab 59
Abraham terbaring lunglai di ruang perawatan rumah sakit.Kecelakaan tunggal membuatnya harus berada dalam kondisi itu. Abraham sadar betul, kecelakaan yang membuatnya hampir saja tewas tersebut di sebabkan oleh kurangnya konsentrasi dalam berkendara.Mobilnya harus menabrak pohon dan membuat beberapa bagian depan kendaraan roda empat miliknya rongsok.Beruntung, Abraham hanya mengalami beberapa luka dan lecet. Namun cukup parah di bagian kepala. Itu sebabnya ia harus menjalani perawatan serius.
"Kak, kakak yang sabar, ya." Brandy menggenggam jemari sang Kakak."Ya. Tentu saja saya akan bersabar. Ini hanyalah sebuah teguran untukku supaya lain kali bisa mengemudi dengan leboh teliti."Heran, Brandy jelas merasakan heran. Sebab ia amat mengenali jika sang Kakak adalah pria yang cukup disiplin dan taat aturan dalam berkendara. Sekali ini entah mengapa Abraham harus celaka karena di sebabkan oleh suatu kBab 60 Hati Abraham berdegup kencang tatkala secara samar terdengar di telinganya sebuah suara wanita yang amat ia rindukan. Perlahan ia membuka matanya lebih lebar menelisik ruangan di mana ia berada. Nalurinya berkata bahwa suara yang baru saja ia dengar lewat sambungan telepon adalah wanita yang sukses membangun sarang di hatinya. "Syukurlah, Kakak sudah siuman." Brandy memeluk kakaknya. "Ya. Siapa yang bicara denganmu di telepon barusan? Apakah dia Mera?" Abraham mengulangi pertanyaan yang sama. "Ya, Kak. Barusan Mera yang telpon." "Lalu kenapa di matikan? Siapa tahu dia sedang membutuhkanmu, Brandy." timpal Abraham serak. "Tidak apa, Kak. Dia yang suruh matikan. Katanya tak usah khawatir soal keadaannya. Bi Sumi selalu a
Bab 61 Malam semakin larut. Mera tak jua bisa memejamkan mata. Jarak yang memisahkan antara dia dan lelaki yang ia cintai terpaut demikian jauh. Kejauhan tak bisa membuatnya lupa akan semua memori yang pernah mereka jalani. Brandy, dia lelaki yang sungguh sempurna di mata Mera. Akan tetapi Abraham, juga tak bisa ia lupakan. Terlebih lagi Mera tak akan mungkin benar-benar bisa untuk menghilangkan kontak salah satu di antara keduanya. Ia terjebak mencintai dua lelaki yang juga menyimpan cinta yang sama-sama bersalah untuknya. Mera berusaha bangkit. Seiring perut yang semakin membesar membuat Mera kesulitan untuk bergerak bebas. Mera bisa merasa lega ketika mendengar kabar jika Abraham telah siuman. Mera tak bisa membayangkan jika terjadi apa-apa yang serius pada Abraham. karena walau bagaimanapun meski ada benci yang ia
Bab 62 Mera mengelus perutnya yang membesar. Sesekali ia merasakan tendangan lembut menggemaskan dari sang penghuni rahim. Mera harus menahan sabar ketika mendengar kabar suaminya tak bisa pulang tepat waktu.***Pandangan mata Abraham menerawang. "Apa tidak terlalu lama kau meninggalkan Mera, Brandy? Aku mengkhawatirkan dia. Aku tidak ingin jika dia harus menderita karena keadaanku." "Tidak apa, Kak. Mera tak keberatan jika pulangku ditunda." kilah Brandy. "Bukan begitu maksudku. Bukan pula maksudku untuk mengusirmu. Tapi aku lebih mengkhawatirkan keadaan Mera jika kau tinggalkan terlalu lama. Kau tahu sendiri jika fisiknya lemah. Dia pasti amat membutuhkanmu, Brandy." ucap Abraham lirih. "Lagipula kondisiku mulai membaik sekarang. Sebaiknya kau ti
Bab 63Merah tersentuh dengan sikap Brandy yang tetap romantis seperti biasanya. Cinta lelaki itu sungguh tulus. Dengan sentuhan lembut, Brandy meraih tangan sang istri dan menyelipkan satu cincin di jari manis Mera. dengan mutiara elegan menghiasi mata perhiasan tersebut, membuat jari-jari lentik itu semakin ayu. "Bagaimana, kau suka?" Brandy menatap kedua mata Mera. Mera mengangguk. "Tentu. tentu saja. Aku sangat menyukainya. Terima kasih telah memberikan banyak perhatian padaku selama ini." Mera berkaca-kaca. "Tak perlu berterima kasih soal itu, Sayang. Sebab sudah sepatutnya aku memberikan perhatian lebih untukmu. Bukankah kau yang akan menemaniku hingga tua nanti?" Mera menggigit bibir. Ada getir dalam hatinya. Dengan perasaan bersalah yang tengah menyerang hati, Mera meng
Bab 64Nun jauh di Hamburg sana, Abraham memejamkan mata. Berdoa dan berharap agar yang kuasa melenyapkan rasa cintanya untuk Mera.Ingatannya melayang jauh. Mengingat lingkaran cincin bermata berlian yang dulu pernah ia siapkan untuk sang kekasih tercinta. Kotak kecil perhiasan tersebut senantiasa ia simpan dalam tas pribadi yang biasa ia bawa kemana-mana. Seperti orang gila? Ya, Abraham sadar itu. Namun itulah jadinya apabila menyimpan cinta terlalu besar untuk seorang wanita yang pada akhirnya pergi meninggalkannya. "Brandy!" panggil Abraham sebelum kemarin Brandy melangkah meninggalkan ruangan rumah sakit. "Ya, Kak." Brandy menghentikan langkah. "Coba buka tasku. Di dalamnya ada sebuah cincin yang dulu pernah ingin kuhadiahkan kepada seseorang yang pernah singgah di hatiku. Tapi ternyata dia sudah memilih pria lain."
Bab 65Merah memandang cincin yang melingkar pada jarinya. Entah mengapa ia begitu mengagumi benda kecil tersebut. Seakan ada ikatan batin yang kuat yang menempel pada cincin tersebut. "Aku sangat menyukai cincin ini, Brandy. Kalau boleh tahu di mana kamu membelinya?" Mera bertanya penasaran. Brandy membalikkan tubuh. "Apakah aku harus menyebutkan tempat tokonya, Sayang?" Brandy menggoda. "Ah tidak juga. Hmm ... Aku cuma ingin mengucapkan terima kasih banyak. Cincin ini sangat bagus. Kau memang sungguh mengerti akan seleraku." Mera tersenyum. "Bngomong-ngomong, bagaimana keadaan Kak Abraham? Apa dia sudah baikan?" Mera bertanya. Brandy menyeruput minuman teh hangat di hadapannya. "Sudah lebih baik daripada sebelumnya.""Sayang, sini mendekat."
Bab 66 "Halo, Kak Abraham? Bagaimana keadaan Kakak sekarang? Kuharap Kakak akan sembuh dengan segera seperti sedia kala." suara Mera terdengar perlahan. "Ya, syukur-syukur dalam waktu dekat Dokter akan memperbolehkanku untuk pulang." Abraham menjawab serak. "Maaf jika Brandy akhirnya harus pulang lebih cepat. Seharusnya sekarang dia masih ada di sana bersama ibu menjaga Kakak." lanjut Mera. "Tidak apa-apa, Mera. Memang aku yang menyuruhnya pulang lebih cepat. Aku mengkhawatirkan keadaanmu jika di tinggal terlalu lama." ujar Abraham. Ada desah nafas berat dari nadanya berbicara. Sedangkan Mera tak segera bersuara. Otak wanita itu menangkap jika Abraham memang mengkhawatirkan keadaannya selama kepergian Brandy. Mera telah mengenali betul sikap Abraham yang tak mudah untuk mengucapkan keboh
Bab 67"Tolong ambil ponselku di dalam laci kamar, Bi. Biar aku saja yang menghubunginya." Ucap Mera. "Nyonya tetap ingin bersikeras menelpon Tuan Brandy?" Bi Sumi bertanya. "Ya udah Bi. Tidak usah banyak tanya! Ini perutku udah tidak nyaman sekali." Merah mulai kesal dengan sikap Bi Sumi yang terkesan bertele-tele dan abai akan kesakitan Mera. "Maaf Nyonya. Lebih baik tidak usah telepon Tuan Brandy. Nanti dia bisa mengira kalau aku tidak becus mengurus Nyonya." Bi Sumi tetap bersikukuh. "Tidak becus bagaimana maksudnya, Bi? Brandy tidak seburuk itu. Apalagi ini menyangkut kandunganku." kilah Mera. "Bukan begitu, Nyonya. Bukankah Tuan Brandy sudah menaruh kepercayaan padaku untuk menjaga Nyonya? Aku tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang Tuan Brandy berikan." "Sudahlah, Bi. sepertinya k