Bab 43
Hingga akhirnya tibalah di mana hari Abraham harus kembali lagi ke Jerman.
"Kak, biar aku yang bawa barangnya," ujar Brandy mendorong koper yang tidak terlalu besar yang berisi barang-barang kakaknya.
Sedangkan Mera terpekur lesu di kursi ruang kamar..
"Mera ...? Ada apa denganmu kok malah terlihat murung, Sayang," Brandy mengernyitkan dahi.
"Tidak apa, Sayang. Cuma sedikit pusing," sahut Mera kemudian.
"Apa kesehatanmu kembali menurun?" Brandy mulai khawatir.
"Kurasa tidak. Aku baik-baik saja," jawab Mera pelan.
"Kita akan mengantar kak Abraham berangkat ke bandara. Tapi ... Hmmm ... Kalau kondisimu sedang dalam keadaan tidak baik, biar Ibu sama Ayah saja yang pergi, aku akan menemanimu," Brandy membelai pundak Mera.
"Ku kira ak
Bab 44 Sambil menunggu, Nyonya Jonathan beserta keluarga asyik dalam obrolan. Suasana begitu hangat. Mungkin karena mereka berpikir, nanti akan butuh waktu yang lama agar bisa kembali mengobrol bersama sang anak sulung. Sedangkan Mera tidak terlalu banyak mengeluarkan suara. Hanya sesekali saja ia menyunggingkan senyum dan tertawa sekenanya. "Mera, kau baik-baik saja kan?" Brandy menggenggam tangan istrinya. "Ya, tentu. Aduh ... Sebentar ya, aku ke toilet dulu," sahut Mera. Ia takut jika Brandy memperhatikan tingkahnya. "Mau kutemani ...?" Brandy mendekatkan wajah. "Tidak usah. Lagian cuma ke toilet aja kok," sahut Mera. Merah bergegas melangkah menjauh. Setelah pintu toilet tertutup, wanita cantik itu tidak kuasa lagi menahan tetesan-tetesan bening yang seda
Bab 45 Sungguh Mera bergidik gelagapan melihat siapa yang memotong ucapannya. "A ... Abraham ... Me ... mengapa kau membuntuti langkahku ...?" Dengan gugup suara itu keluar terbata-bata dari bibir Mera. "Aku tak membuntutimu, ini hanya kebetulan saja" sahut Abraham dingin. Tidak tahan menahan dorongan dari dalam hatinya, Mera mendongakkan kepala, menatap wajah yang selama ini mengganggu kenyamanan hidupnya. Wajah tampan itu semakin membuat Mera terenyuh. Dadanya mulai sesak menahan rasa serba salah, rindu, kagum, takut kehilangan, dan sejuta rasa lainnya yang tak mampu untuk ia urai. 'Andai saja kau halal untukku sentuh, tentu saja sudah kudekap dirimu erat-erat, Abraham ... Andai kau tahu, bagaimana gemuruh rasa yang ku tanggung ... Andai saja kau berada di posisiku sekarang, belum tentu kau mampu berta
Bab 46 "Nak, hati-hati di negeri orang. Fokuskan niatmu kepada tujuan. Doa ibu menyertai," Jonathan memeluk Abraham orang sebelum melepaskan putranya pergi. "Tentu, Bu. Terima kasih atas doa tulus ibu," Kemudian setelah itu secara bergantian Brandy mengucapkan salam perpisahan untuk sang kakak. "Semoga sukses ya, Kak. Kami selalu mendoakan yang terbaik buat Kak Abraham," "Amin terima kasih doanya. Jangan lupa jaga Ibu dan Ayah selama aku tidak di sini. Dan jaga si Mera. Ingat, di dalam perutnya sedang tumbuh seorang calon pewaris besar keluarga kita," Abraham mengucapkan kata-kata dengan nada bersungguh-sungguh. Mera berusaha mengulas senyum dengan kebersamaan mereka. Senyum yang sangat berlawanan jauh dengan suasana hatinya sedang di dominasi oleh kepiluan. "Mera ...," satu tang
Bab 47 "Sayang, besok pagi kita langsung pulang ya. Dua malam sudah cukup untuk kita liburan, aku pikir liburan hanya akan membuang waktu sia-sia dan juga merepotkanmu" celetuk Mera. "Untukmu kenapa harus merasakan repot, Mera," tanggap Brandy. "Aku ingin melihatmu menikmati masa-masa kehamilan dengan moment-moment indah kebersamaan. Bukankah ibu hamil seharusnya selalu berada dalam keadaan nyaman? Aku ingin bisa membuatmu bahagia, Mera. Apalagi ... Apalagi dari kemarin aku perhatikan kau sedikit murung. Apa kah ada yang menjadi beban pikiranmu? Ceritakan padaku ... Aku akan berusaha untuk menjadi teman yang akan mendengarkan segala keluh kesahmu," Brandy bertutur pelan dan penuh perhatian. Mera merenung. 'Apa yang bisa ku katakan untuknya? Jika jujur, maka sama saja dengan men
Bab 48Laki-laki kekar itu begitu kebingungan. Hingga ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan.Drrt ..."Kak," sebuah pesan kembali muncul di layar ponsel.Abraham merasa gelagapan."Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan?"Serta merta laki-laki itu memperhatikan kembali foto yang barusan ia kirimkan kepada sang adik."Astaga ... Ya Tuhan ... mengapa aku sebegini tidak berhati-hati. mengapa aku tidak perhatikan terlebih dahulu sebelum mengirimkan foto ini padanya?" tak urung pikirannya semakin tidak menentu.Di antara rasa malu, gelisah, dan bingung melebur menjadi satu.Namun, Abraham segera sadar bahwa ia tidak boleh bersikap aneh di mata Brandy, sehingga busa membuat adiknya tersebut curiga."Foto mana yang kamu maksud Brandy?" Karena bingung itulah pesan balasan yang Abraham kirimkan."Itu Kak, coba kakak perhatikan foto yang barusan saja kakak kirim ke saya! Lihat! di sana ad
Bab 49 "Halo, Abraham! Kamu mengapa harus menyimpan dan menunjukan foto lamaku pada Brandy? Kau menang sengaja kan?" suara perempuan menggertak Abraham dari ujung sana. "Maaf, aku sungguh minta maaf. Aku tidak bermaksud...," "Tidak bermaksud apa? Kau tidah seharusnya menyimpan fotoku lagi, Abraham. Keterlaluan sekali, kau!" "Maaf ... Maaf ... Tadi aku hanya ...," "Hentikan bicara.u, Abraham! Sekarang cukup aku katakan,buang fotoku itu dan katakan alasan yang tepat pada suamiku," Tuut ... tuut ...tuut Sambungan telepon itu langsung di matikan oleh Nadine. Abraham menarik nafas dalam-dalam. Batinnya kembali bergolak aneh. Namun Abraham berpikir sesuatu. "Ada yang aneh dengan nada terakhir dari ucapan M
Bab 50 Setelah kejadian tidak menyenangkan beberapa hari yang lalu, membuat Abraham was-was untuk menghubungi Brandy, adiknya. Padahal dalam hati ingin sekali rasanya ia saling berkirim pesan ataupun sekedar bertanya kabar. Apalagi kerinduannya terhadap kehamilan Mera semakin menjadi-jadi. Sesungguhnya dalam hati Abraham sadar betul bahwa apa yang ia rasakan adalah sebuah kesalahan yang nyata. Namun sama sekali ia tidak bisa menepis rasa tersebut. Situasi yang begitu buruk bagi seorang Abraham Sementara itu, keadaan Mera bukannya membaik, malah beberapa hari setelah kepergian Abraham, kesehatan wanita itu kembali menurun. Yang ada di dalam ingatannya tidak lain dan tidak bukan hanyalah seorang Abraham. Sama seperti yang Abraham rasakan, Mera sadar bahwa ia menciptakan sebuah kesalahan fatal. Namun tak bisa menolak. "Ya Tuhan aku tid
Bab 51 Bell rumah kediaman keluarga besar Jonathan berbunyi. Seorang asisten tergopoh-gopoh ke depan untuk membukakan pintu. Tidak lama kemudian. "Assalamualikum," sebuah suara halus dan sopan muncul dari ambang pintu.Nadine dan Nyonya Jonathan menoleh. Rupanya suara itu berasal dari pemilik seraut wajah cantik menawan dengan rambut coklat ikal bergelombang. Ditaksir usianya tak jauh berbeda dengan usia Mera. Hanya mungkin sepertinya Mera sedikit lebih muda. Senyum dari kedua sudut bibirnya membentuk sepasang lesung pipit di pipinya yang mulus. "Waalaikumsalam. Kirana, kau rupanya. Waduh sudah lama tak berjumpa. Silakan duduk!" Nyonya Jonathan menyambut wanita tersebut. "Tante ... Apa kabar? Memang sudah lama kita tidak bertemu. Tante tampak tetap awet muda. Masih seperti dulu,