Bab 48
Laki-laki kekar itu begitu kebingungan. Hingga ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan.
Drrt ...
"Kak," sebuah pesan kembali muncul di layar ponsel.
Abraham merasa gelagapan.
"Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan?"
Serta merta laki-laki itu memperhatikan kembali foto yang barusan ia kirimkan kepada sang adik.
"Astaga ... Ya Tuhan ... mengapa aku sebegini tidak berhati-hati. mengapa aku tidak perhatikan terlebih dahulu sebelum mengirimkan foto ini padanya?" tak urung pikirannya semakin tidak menentu.
Di antara rasa malu, gelisah, dan bingung melebur menjadi satu.
Namun, Abraham segera sadar bahwa ia tidak boleh bersikap aneh di mata Brandy, sehingga busa membuat adiknya tersebut curiga.
"Foto mana yang kamu maksud Brandy?" Karena bingung itulah pesan balasan yang Abraham kirimkan.
"Itu Kak, coba kakak perhatikan foto yang barusan saja kakak kirim ke saya! Lihat! di sana ad
Bab 49 "Halo, Abraham! Kamu mengapa harus menyimpan dan menunjukan foto lamaku pada Brandy? Kau menang sengaja kan?" suara perempuan menggertak Abraham dari ujung sana. "Maaf, aku sungguh minta maaf. Aku tidak bermaksud...," "Tidak bermaksud apa? Kau tidah seharusnya menyimpan fotoku lagi, Abraham. Keterlaluan sekali, kau!" "Maaf ... Maaf ... Tadi aku hanya ...," "Hentikan bicara.u, Abraham! Sekarang cukup aku katakan,buang fotoku itu dan katakan alasan yang tepat pada suamiku," Tuut ... tuut ...tuut Sambungan telepon itu langsung di matikan oleh Nadine. Abraham menarik nafas dalam-dalam. Batinnya kembali bergolak aneh. Namun Abraham berpikir sesuatu. "Ada yang aneh dengan nada terakhir dari ucapan M
Bab 50 Setelah kejadian tidak menyenangkan beberapa hari yang lalu, membuat Abraham was-was untuk menghubungi Brandy, adiknya. Padahal dalam hati ingin sekali rasanya ia saling berkirim pesan ataupun sekedar bertanya kabar. Apalagi kerinduannya terhadap kehamilan Mera semakin menjadi-jadi. Sesungguhnya dalam hati Abraham sadar betul bahwa apa yang ia rasakan adalah sebuah kesalahan yang nyata. Namun sama sekali ia tidak bisa menepis rasa tersebut. Situasi yang begitu buruk bagi seorang Abraham Sementara itu, keadaan Mera bukannya membaik, malah beberapa hari setelah kepergian Abraham, kesehatan wanita itu kembali menurun. Yang ada di dalam ingatannya tidak lain dan tidak bukan hanyalah seorang Abraham. Sama seperti yang Abraham rasakan, Mera sadar bahwa ia menciptakan sebuah kesalahan fatal. Namun tak bisa menolak. "Ya Tuhan aku tid
Bab 51 Bell rumah kediaman keluarga besar Jonathan berbunyi. Seorang asisten tergopoh-gopoh ke depan untuk membukakan pintu. Tidak lama kemudian. "Assalamualikum," sebuah suara halus dan sopan muncul dari ambang pintu.Nadine dan Nyonya Jonathan menoleh. Rupanya suara itu berasal dari pemilik seraut wajah cantik menawan dengan rambut coklat ikal bergelombang. Ditaksir usianya tak jauh berbeda dengan usia Mera. Hanya mungkin sepertinya Mera sedikit lebih muda. Senyum dari kedua sudut bibirnya membentuk sepasang lesung pipit di pipinya yang mulus. "Waalaikumsalam. Kirana, kau rupanya. Waduh sudah lama tak berjumpa. Silakan duduk!" Nyonya Jonathan menyambut wanita tersebut. "Tante ... Apa kabar? Memang sudah lama kita tidak bertemu. Tante tampak tetap awet muda. Masih seperti dulu,
Bab 52 "Halo, Brandy! Apa kabar?" Kirana tampak sumringah, berjalan mendekati Brandy. Dia begitu antusias melihat kedatangan Brandy. "Ha ... Halo! Alhamdulillah saya baik." jawab Brandy terbata sembari menyambut uluran tangan Kirana lalu melepasnya cepat. Sejenak Brandy terdiam. "Kau tidak berniat untuk tanya kabarku, Brandy?" Kirana melemparkan pertanyaan yang bagi Mera cukup mengundang tanda tanya. "Mengapa aku harus tanya kabarmu? Bukankah kau terlihat baik-baik saja." Balas Brandy. Wanita cantik di hadapannya nampak tertegun. Semburat kecewa nampak pada ekspresi yang ia tunjukkan. "Baiklah, mungkin kabarku juga tidak terlalu penting untukmu, Brandy." Kirana kembali membalikkan badan dan berjalan melangkah mendekati nyonya Jonath
Bab 53 "Sebentar! Ada apa ini?" Mera angkat bicara. "Mera, sepertinya aku memang harus mengenalkan diri lebih jauh padamu." Kirana melemparkan senyum kecut. "Mera, dulu jauh sebelum Brandy menikahimu, kami mempunyai hubungan khusus." "Hentikan Kirana!" Brandy berusaha mencegah Kirana untuk bicara lebih jauh. Kirana terkekeh. "Mengapa aku harus berhenti, Sayang? Apakah kau tahu jika istrimu ini akan mengetahui semua yang telah berlalu tentang kita? Kurasa dia memang harus tahu akan hal itu." Kirana mencibir. "Semuanya telah usai. Tidak ada lagi yang perlu dibahas. Tidak ada lagi yang perlu untuk diungkit-ungkit. Masa lalu biarlah berlalu. Aku sudah mempunyai masa depan sekarang, yaitu istri dan calon anakku." Kirana berasa getir mendengarnya.
Bab 54"Stop bicaramu! Omong kosong! Mera, jangan percaya padanya! Dia ini hanya pembohong!" "A... Apa benar yang Kirana katakan?" Mera mendadak lemas. Ada kekecewaan besar dalam hatinya. "Tidak sayang. Dia hanya bicara bohong. Mana mungkin aku bisa menghamilinya. Sedangkan setelah sekian lama, baru kali ini aku kembali berjumpa." dengan bersungguh-sungguh Brandy berkata meyakinkan Mera. "Kau ingin mengelak Brandy? Tidak semudah itu." "Tak usah membuat kisruh, Kirana! Aku tidak pernah menghamilimu. Bagaimana bisa kau sembarangan menuduhku.""Aku saja bahwa kau yang berbohong!" protes Kirana. "Apa maksudmu sebenarnya? Kau datang menyampaikan isu yang berpotensi membuat gegar keluarga Jonathan." Brandy tidak bisa menahan lagi gejolak emosi yang ia tahan sejak tadi. "Tentu saja tentu s
Bab 55Merah mencoba melawan rasa lelahnya dengan membuat kesibukan di dapur meracik santap malam menemani Bi Sumi. Jam menunjukkan pukul 08.00 malam. Akan tetapi Brandy belum juga menampakkan batang hidungnya. Keadaan yang tidak seperti biasanya membua Mera curiga. Entahlah ada rasa takut di dadanya. Teringat akan sosok Kirana, rasa cemburu itu menyusup dan mengganggu konsentrasi Mera. Merasa takut kehilangan Brandy yang telah berperan begitu baik sebagai seorang suami. "Aku tidak pernah menyimpan kebohongan darimu, Mera." kembali ucapan Brandy tadi terngiang di telinganya. Mera menelan ludah. "Maafkan aku Brandy. Maafkan aku yang tidak jujur padamu. Sesungguhnya akulah yang menyimpan kebohongan itu." batin Mera yang menangis. Kembali ingatan Mera tertuju pa
Bab 56 "Halo Brandy, bagaimana kabar kalian?" suara serak Abraham mencoba bertanya kabar kepada sang adik. Sejujurnya ada kabar seseorang yang ingin ia dengar setelah beberapa lamanya tidak menyaksikan wanita itu secara langsung. "Syukur kami baik-baik saja. Hanya terkadang Mera sedikit kurang enak badan. Mungkin bawaan dari kandungannya." Glegh! Abraham menelan ludah. Ada desiran darah yang tak bisa ia mengerti ketika mendengar nama Mera disebut. Sampai kapanpun Abraham tak pernah tahu, kapan kiranya nama itu tak lagi spesial di hatinya. Selalu saja mengusik keadaan hati. Nama yang terkadang membuat lubuk jiwanya terasa berbunga, namun terkadang juga bisa membuatnya menjatuhkan air mata. "Mera sering sakit? Bagaimana tanggapan dokter?" Abraham mengusir getaran hati dengan mencoba bertanya normal seputar kese