Bab 53
"Sebentar! Ada apa ini?" Mera angkat bicara. "Mera, sepertinya aku memang harus mengenalkan diri lebih jauh padamu." Kirana melemparkan senyum kecut. "Mera, dulu jauh sebelum Brandy menikahimu, kami mempunyai hubungan khusus." "Hentikan Kirana!" Brandy berusaha mencegah Kirana untuk bicara lebih jauh. Kirana terkekeh. "Mengapa aku harus berhenti, Sayang? Apakah kau tahu jika istrimu ini akan mengetahui semua yang telah berlalu tentang kita? Kurasa dia memang harus tahu akan hal itu." Kirana mencibir. "Semuanya telah usai. Tidak ada lagi yang perlu dibahas. Tidak ada lagi yang perlu untuk diungkit-ungkit. Masa lalu biarlah berlalu. Aku sudah mempunyai masa depan sekarang, yaitu istri dan calon anakku." Kirana berasa getir mendengarnya.Bab 54"Stop bicaramu! Omong kosong! Mera, jangan percaya padanya! Dia ini hanya pembohong!" "A... Apa benar yang Kirana katakan?" Mera mendadak lemas. Ada kekecewaan besar dalam hatinya. "Tidak sayang. Dia hanya bicara bohong. Mana mungkin aku bisa menghamilinya. Sedangkan setelah sekian lama, baru kali ini aku kembali berjumpa." dengan bersungguh-sungguh Brandy berkata meyakinkan Mera. "Kau ingin mengelak Brandy? Tidak semudah itu." "Tak usah membuat kisruh, Kirana! Aku tidak pernah menghamilimu. Bagaimana bisa kau sembarangan menuduhku.""Aku saja bahwa kau yang berbohong!" protes Kirana. "Apa maksudmu sebenarnya? Kau datang menyampaikan isu yang berpotensi membuat gegar keluarga Jonathan." Brandy tidak bisa menahan lagi gejolak emosi yang ia tahan sejak tadi. "Tentu saja tentu s
Bab 55Merah mencoba melawan rasa lelahnya dengan membuat kesibukan di dapur meracik santap malam menemani Bi Sumi. Jam menunjukkan pukul 08.00 malam. Akan tetapi Brandy belum juga menampakkan batang hidungnya. Keadaan yang tidak seperti biasanya membua Mera curiga. Entahlah ada rasa takut di dadanya. Teringat akan sosok Kirana, rasa cemburu itu menyusup dan mengganggu konsentrasi Mera. Merasa takut kehilangan Brandy yang telah berperan begitu baik sebagai seorang suami. "Aku tidak pernah menyimpan kebohongan darimu, Mera." kembali ucapan Brandy tadi terngiang di telinganya. Mera menelan ludah. "Maafkan aku Brandy. Maafkan aku yang tidak jujur padamu. Sesungguhnya akulah yang menyimpan kebohongan itu." batin Mera yang menangis. Kembali ingatan Mera tertuju pa
Bab 56 "Halo Brandy, bagaimana kabar kalian?" suara serak Abraham mencoba bertanya kabar kepada sang adik. Sejujurnya ada kabar seseorang yang ingin ia dengar setelah beberapa lamanya tidak menyaksikan wanita itu secara langsung. "Syukur kami baik-baik saja. Hanya terkadang Mera sedikit kurang enak badan. Mungkin bawaan dari kandungannya." Glegh! Abraham menelan ludah. Ada desiran darah yang tak bisa ia mengerti ketika mendengar nama Mera disebut. Sampai kapanpun Abraham tak pernah tahu, kapan kiranya nama itu tak lagi spesial di hatinya. Selalu saja mengusik keadaan hati. Nama yang terkadang membuat lubuk jiwanya terasa berbunga, namun terkadang juga bisa membuatnya menjatuhkan air mata. "Mera sering sakit? Bagaimana tanggapan dokter?" Abraham mengusir getaran hati dengan mencoba bertanya normal seputar kese
Bab 57 "Sayang, apakah kau baik-baik saja?" Brandy meraba kening istrinya. Brandy merasakan hawa panas mengenai telapak tangannya. "Kau demam, Sayang?" Brandy khawatir. Mera menolehkan kepala sosok Brandy sudah berdiri di sisi ranjang. Lelaki itu sepertinya sudah membersihkan diri. Itu artinya berhenti setelah pulang sejak tadi. "Kau sudah pulang?" tanya Mera menggosok-gosokkan mata. "Iya, Sayang. Maaf ya. Malam ini saya terpaksa pulang terlambat." "Kurasa aku harus menghubungi dokter keluarga untuk memeriksa keadaanmu." Brandy khawatir. "Tidak perlu, Sayang. Tadi sudah ditelepon sama Bi Sumi." "Apa? Bi Sumi sudah menelpon dokter untukmu?" Brandy mengernyitkan dahi. "Iya, tidak
Bab 58 "Ya, tentu saja!" "Apakah kau sungguh mencintaiku?" Brandy bangkit dari tidurnya ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh merah. "Mengapa bertanya seperti itu?" Mera diam, berpikir apakah ia harus melanjutkan ucapannya atau berhenti sampai di sana. "Tidak aku tidak bermaksud apa-apa. Beristirahatlah, Sayang. aku tahu kau sedang kelelahan." Merah memutuskan untuk tidak melanjutkan.*** Pagi hari yang cerah. "Sayang, aku tahu kau penat seharian berada di rumah. Kukira kau harus mendapatkan hiburan sesekali. Ini hari libur, bagaimana kalau kita berlibur saja?" Sebuah tawaran yang sangat bagus dari seorang suami. "Ya.
Bab 59Abraham terbaring lunglai di ruang perawatan rumah sakit.Kecelakaan tunggal membuatnya harus berada dalam kondisi itu. Abraham sadar betul, kecelakaan yang membuatnya hampir saja tewas tersebut di sebabkan oleh kurangnya konsentrasi dalam berkendara. Mobilnya harus menabrak pohon dan membuat beberapa bagian depan kendaraan roda empat miliknya rongsok.Beruntung, Abraham hanya mengalami beberapa luka dan lecet. Namun cukup parah di bagian kepala. Itu sebabnya ia harus menjalani perawatan serius."Kak, kakak yang sabar, ya." Brandy menggenggam jemari sang Kakak."Ya. Tentu saja saya akan bersabar. Ini hanyalah sebuah teguran untukku supaya lain kali bisa mengemudi dengan leboh teliti."Heran, Brandy jelas merasakan heran. Sebab ia amat mengenali jika sang Kakak adalah pria yang cukup disiplin dan taat aturan dalam berkendara. Sekali ini entah mengapa Abraham harus celaka karena di sebabkan oleh suatu k
Bab 60 Hati Abraham berdegup kencang tatkala secara samar terdengar di telinganya sebuah suara wanita yang amat ia rindukan. Perlahan ia membuka matanya lebih lebar menelisik ruangan di mana ia berada. Nalurinya berkata bahwa suara yang baru saja ia dengar lewat sambungan telepon adalah wanita yang sukses membangun sarang di hatinya. "Syukurlah, Kakak sudah siuman." Brandy memeluk kakaknya. "Ya. Siapa yang bicara denganmu di telepon barusan? Apakah dia Mera?" Abraham mengulangi pertanyaan yang sama. "Ya, Kak. Barusan Mera yang telpon." "Lalu kenapa di matikan? Siapa tahu dia sedang membutuhkanmu, Brandy." timpal Abraham serak. "Tidak apa, Kak. Dia yang suruh matikan. Katanya tak usah khawatir soal keadaannya. Bi Sumi selalu a
Bab 61 Malam semakin larut. Mera tak jua bisa memejamkan mata. Jarak yang memisahkan antara dia dan lelaki yang ia cintai terpaut demikian jauh. Kejauhan tak bisa membuatnya lupa akan semua memori yang pernah mereka jalani. Brandy, dia lelaki yang sungguh sempurna di mata Mera. Akan tetapi Abraham, juga tak bisa ia lupakan. Terlebih lagi Mera tak akan mungkin benar-benar bisa untuk menghilangkan kontak salah satu di antara keduanya. Ia terjebak mencintai dua lelaki yang juga menyimpan cinta yang sama-sama bersalah untuknya. Mera berusaha bangkit. Seiring perut yang semakin membesar membuat Mera kesulitan untuk bergerak bebas. Mera bisa merasa lega ketika mendengar kabar jika Abraham telah siuman. Mera tak bisa membayangkan jika terjadi apa-apa yang serius pada Abraham. karena walau bagaimanapun meski ada benci yang ia