Bab 46
"Nak, hati-hati di negeri orang. Fokuskan niatmu kepada tujuan. Doa ibu menyertai," Jonathan memeluk Abraham orang sebelum melepaskan putranya pergi."Tentu, Bu. Terima kasih atas doa tulus ibu,"
Kemudian setelah itu secara bergantian Brandy mengucapkan salam perpisahan untuk sang kakak.
"Semoga sukses ya, Kak. Kami selalu mendoakan yang terbaik buat Kak Abraham,"
"Amin terima kasih doanya. Jangan lupa jaga Ibu dan Ayah selama aku tidak di sini. Dan jaga si Mera. Ingat, di dalam perutnya sedang tumbuh seorang calon pewaris besar keluarga kita," Abraham mengucapkan kata-kata dengan nada bersungguh-sungguh.
Mera berusaha mengulas senyum dengan kebersamaan mereka. Senyum yang sangat berlawanan jauh dengan suasana hatinya sedang di dominasi oleh kepiluan.
"Mera ...," satu tang
Bab 47 "Sayang, besok pagi kita langsung pulang ya. Dua malam sudah cukup untuk kita liburan, aku pikir liburan hanya akan membuang waktu sia-sia dan juga merepotkanmu" celetuk Mera. "Untukmu kenapa harus merasakan repot, Mera," tanggap Brandy. "Aku ingin melihatmu menikmati masa-masa kehamilan dengan moment-moment indah kebersamaan. Bukankah ibu hamil seharusnya selalu berada dalam keadaan nyaman? Aku ingin bisa membuatmu bahagia, Mera. Apalagi ... Apalagi dari kemarin aku perhatikan kau sedikit murung. Apa kah ada yang menjadi beban pikiranmu? Ceritakan padaku ... Aku akan berusaha untuk menjadi teman yang akan mendengarkan segala keluh kesahmu," Brandy bertutur pelan dan penuh perhatian. Mera merenung. 'Apa yang bisa ku katakan untuknya? Jika jujur, maka sama saja dengan men
Bab 48Laki-laki kekar itu begitu kebingungan. Hingga ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan.Drrt ..."Kak," sebuah pesan kembali muncul di layar ponsel.Abraham merasa gelagapan."Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan?"Serta merta laki-laki itu memperhatikan kembali foto yang barusan ia kirimkan kepada sang adik."Astaga ... Ya Tuhan ... mengapa aku sebegini tidak berhati-hati. mengapa aku tidak perhatikan terlebih dahulu sebelum mengirimkan foto ini padanya?" tak urung pikirannya semakin tidak menentu.Di antara rasa malu, gelisah, dan bingung melebur menjadi satu.Namun, Abraham segera sadar bahwa ia tidak boleh bersikap aneh di mata Brandy, sehingga busa membuat adiknya tersebut curiga."Foto mana yang kamu maksud Brandy?" Karena bingung itulah pesan balasan yang Abraham kirimkan."Itu Kak, coba kakak perhatikan foto yang barusan saja kakak kirim ke saya! Lihat! di sana ad
Bab 49 "Halo, Abraham! Kamu mengapa harus menyimpan dan menunjukan foto lamaku pada Brandy? Kau menang sengaja kan?" suara perempuan menggertak Abraham dari ujung sana. "Maaf, aku sungguh minta maaf. Aku tidak bermaksud...," "Tidak bermaksud apa? Kau tidah seharusnya menyimpan fotoku lagi, Abraham. Keterlaluan sekali, kau!" "Maaf ... Maaf ... Tadi aku hanya ...," "Hentikan bicara.u, Abraham! Sekarang cukup aku katakan,buang fotoku itu dan katakan alasan yang tepat pada suamiku," Tuut ... tuut ...tuut Sambungan telepon itu langsung di matikan oleh Nadine. Abraham menarik nafas dalam-dalam. Batinnya kembali bergolak aneh. Namun Abraham berpikir sesuatu. "Ada yang aneh dengan nada terakhir dari ucapan M
Bab 50 Setelah kejadian tidak menyenangkan beberapa hari yang lalu, membuat Abraham was-was untuk menghubungi Brandy, adiknya. Padahal dalam hati ingin sekali rasanya ia saling berkirim pesan ataupun sekedar bertanya kabar. Apalagi kerinduannya terhadap kehamilan Mera semakin menjadi-jadi. Sesungguhnya dalam hati Abraham sadar betul bahwa apa yang ia rasakan adalah sebuah kesalahan yang nyata. Namun sama sekali ia tidak bisa menepis rasa tersebut. Situasi yang begitu buruk bagi seorang Abraham Sementara itu, keadaan Mera bukannya membaik, malah beberapa hari setelah kepergian Abraham, kesehatan wanita itu kembali menurun. Yang ada di dalam ingatannya tidak lain dan tidak bukan hanyalah seorang Abraham. Sama seperti yang Abraham rasakan, Mera sadar bahwa ia menciptakan sebuah kesalahan fatal. Namun tak bisa menolak. "Ya Tuhan aku tid
Bab 51 Bell rumah kediaman keluarga besar Jonathan berbunyi. Seorang asisten tergopoh-gopoh ke depan untuk membukakan pintu. Tidak lama kemudian. "Assalamualikum," sebuah suara halus dan sopan muncul dari ambang pintu.Nadine dan Nyonya Jonathan menoleh. Rupanya suara itu berasal dari pemilik seraut wajah cantik menawan dengan rambut coklat ikal bergelombang. Ditaksir usianya tak jauh berbeda dengan usia Mera. Hanya mungkin sepertinya Mera sedikit lebih muda. Senyum dari kedua sudut bibirnya membentuk sepasang lesung pipit di pipinya yang mulus. "Waalaikumsalam. Kirana, kau rupanya. Waduh sudah lama tak berjumpa. Silakan duduk!" Nyonya Jonathan menyambut wanita tersebut. "Tante ... Apa kabar? Memang sudah lama kita tidak bertemu. Tante tampak tetap awet muda. Masih seperti dulu,
Bab 52 "Halo, Brandy! Apa kabar?" Kirana tampak sumringah, berjalan mendekati Brandy. Dia begitu antusias melihat kedatangan Brandy. "Ha ... Halo! Alhamdulillah saya baik." jawab Brandy terbata sembari menyambut uluran tangan Kirana lalu melepasnya cepat. Sejenak Brandy terdiam. "Kau tidak berniat untuk tanya kabarku, Brandy?" Kirana melemparkan pertanyaan yang bagi Mera cukup mengundang tanda tanya. "Mengapa aku harus tanya kabarmu? Bukankah kau terlihat baik-baik saja." Balas Brandy. Wanita cantik di hadapannya nampak tertegun. Semburat kecewa nampak pada ekspresi yang ia tunjukkan. "Baiklah, mungkin kabarku juga tidak terlalu penting untukmu, Brandy." Kirana kembali membalikkan badan dan berjalan melangkah mendekati nyonya Jonath
Bab 53 "Sebentar! Ada apa ini?" Mera angkat bicara. "Mera, sepertinya aku memang harus mengenalkan diri lebih jauh padamu." Kirana melemparkan senyum kecut. "Mera, dulu jauh sebelum Brandy menikahimu, kami mempunyai hubungan khusus." "Hentikan Kirana!" Brandy berusaha mencegah Kirana untuk bicara lebih jauh. Kirana terkekeh. "Mengapa aku harus berhenti, Sayang? Apakah kau tahu jika istrimu ini akan mengetahui semua yang telah berlalu tentang kita? Kurasa dia memang harus tahu akan hal itu." Kirana mencibir. "Semuanya telah usai. Tidak ada lagi yang perlu dibahas. Tidak ada lagi yang perlu untuk diungkit-ungkit. Masa lalu biarlah berlalu. Aku sudah mempunyai masa depan sekarang, yaitu istri dan calon anakku." Kirana berasa getir mendengarnya.
Bab 54"Stop bicaramu! Omong kosong! Mera, jangan percaya padanya! Dia ini hanya pembohong!" "A... Apa benar yang Kirana katakan?" Mera mendadak lemas. Ada kekecewaan besar dalam hatinya. "Tidak sayang. Dia hanya bicara bohong. Mana mungkin aku bisa menghamilinya. Sedangkan setelah sekian lama, baru kali ini aku kembali berjumpa." dengan bersungguh-sungguh Brandy berkata meyakinkan Mera. "Kau ingin mengelak Brandy? Tidak semudah itu." "Tak usah membuat kisruh, Kirana! Aku tidak pernah menghamilimu. Bagaimana bisa kau sembarangan menuduhku.""Aku saja bahwa kau yang berbohong!" protes Kirana. "Apa maksudmu sebenarnya? Kau datang menyampaikan isu yang berpotensi membuat gegar keluarga Jonathan." Brandy tidak bisa menahan lagi gejolak emosi yang ia tahan sejak tadi. "Tentu saja tentu s
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is