Bab 40
Entahlah sudah dua hari ini badanku terasa lebih baikkan. Tubuhku tidak lagi lemah dan selera makan pun meningkat. Karena ini aku meminta untuk pulang dan tidak dirawat lagi di klinik kesehatan.Kondisi klinik sudah terlalu memuakkan bagiku.
"Aku senang melihat kesehatanmu membaik, Sayang. Semoga buah hati kita selalu dianugerahi kesehatan. Maaf ya sayang. Gara-gara mengandung anakku badanmu jadi sakit-sakitan," ucap Brandy mencium perutku.
"Ah ini bukan salahmu. Janin yang sedang berada dalam perutku ini adalah anakku juga." Ucapku.
Keluar dari klinik aku memilih untuk berjalan sendiri.
Brandy membimbing langkahku. Menurut ucapannya ia belum begitu percaya untuk melepaskan aku untuk berjalan sendiri.
Entahlah. Perhatian lelaki itu memang terlalu besar.
&nbs
41 Tubuh Mera benar-benar sehat. Seluruh anggota keluarga merasa senang dengan kesehatan Mera. Tidak lagi seperti dulu, dimana Mera selalu memilih-milih makanan yang kira-kira bisa lolos dari kerongkongan. Sekarang apapun yang ada di meja makan akan lahapnya dengan berselera. Seperti kali ini, sepotong pizza di atas meja makan menarik perhatian perempuan itu. Tak urung Mera melahap pizza tersebut. Di sudut lain steak daging pun tak luput dari giliran santapannya. Tingkahnya membuat geleng-geleng kepala seorang laki-laki yang diam-diam memperhatikan tingkah Mera. Setelah semuanya berhasil di lahap habis, segelas minuman pun di seruputnya hingga tersisa sedikit saja. Wanita tersebut nampak menyetel AC. Sembari mengelus perut. Mera mengubah posisi duduk dengan lebih santai. Menikmat
Bab 42 Brandy mengernyitkan dahi melihat sikap istrinya yang mendadak berubah. "Ada apa, Sayang? Kelihatannya kamu terkejut," ucap Brandy samping mengambil posisi tempat duduk di samping Mera. Tangan kanan yang meraih jari-jemari Mera. Sadar akan kebingungan suaminya, Mera bergegas bersikap untuk mengubah sikap menjadi sebiasa mungkin. "Ah tidak apa-apa. Cuma sedikit bingung saja kok Kak Abraham cepat sekali kembali ke Jerman," sahut Mera. "Oh itu ... Namanya juga tuntutan kerja, Sayang," jelas Brandy tersenyum. "Iya, di mana-mana memang selalu saja pekerjaan yang kerap menjadi alasan utama seseorang untuk tinggal berjauhan dari saudara mereka. Bahkan lintas negara," ujar Mera. Sembari bibirnya berucap, Mera menyibakkan rambutnya ke belakang. Kakinya melangkah menuju ke je
Bab 43 Hingga akhirnya tibalah di mana hari Abraham harus kembali lagi ke Jerman. "Kak, biar aku yang bawa barangnya," ujar Brandy mendorong koper yang tidak terlalu besar yang berisi barang-barang kakaknya. Sedangkan Mera terpekur lesu di kursi ruang kamar.. "Mera ...? Ada apa denganmu kok malah terlihat murung, Sayang," Brandy mengernyitkan dahi. "Tidak apa, Sayang. Cuma sedikit pusing," sahut Mera kemudian. "Apa kesehatanmu kembali menurun?" Brandy mulai khawatir. "Kurasa tidak. Aku baik-baik saja," jawab Mera pelan. "Kita akan mengantar kak Abraham berangkat ke bandara. Tapi ... Hmmm ... Kalau kondisimu sedang dalam keadaan tidak baik, biar Ibu sama Ayah saja yang pergi, aku akan menemanimu," Brandy membelai pundak Mera. "Ku kira ak
Bab 44 Sambil menunggu, Nyonya Jonathan beserta keluarga asyik dalam obrolan. Suasana begitu hangat. Mungkin karena mereka berpikir, nanti akan butuh waktu yang lama agar bisa kembali mengobrol bersama sang anak sulung. Sedangkan Mera tidak terlalu banyak mengeluarkan suara. Hanya sesekali saja ia menyunggingkan senyum dan tertawa sekenanya. "Mera, kau baik-baik saja kan?" Brandy menggenggam tangan istrinya. "Ya, tentu. Aduh ... Sebentar ya, aku ke toilet dulu," sahut Mera. Ia takut jika Brandy memperhatikan tingkahnya. "Mau kutemani ...?" Brandy mendekatkan wajah. "Tidak usah. Lagian cuma ke toilet aja kok," sahut Mera. Merah bergegas melangkah menjauh. Setelah pintu toilet tertutup, wanita cantik itu tidak kuasa lagi menahan tetesan-tetesan bening yang seda
Bab 45 Sungguh Mera bergidik gelagapan melihat siapa yang memotong ucapannya. "A ... Abraham ... Me ... mengapa kau membuntuti langkahku ...?" Dengan gugup suara itu keluar terbata-bata dari bibir Mera. "Aku tak membuntutimu, ini hanya kebetulan saja" sahut Abraham dingin. Tidak tahan menahan dorongan dari dalam hatinya, Mera mendongakkan kepala, menatap wajah yang selama ini mengganggu kenyamanan hidupnya. Wajah tampan itu semakin membuat Mera terenyuh. Dadanya mulai sesak menahan rasa serba salah, rindu, kagum, takut kehilangan, dan sejuta rasa lainnya yang tak mampu untuk ia urai. 'Andai saja kau halal untukku sentuh, tentu saja sudah kudekap dirimu erat-erat, Abraham ... Andai kau tahu, bagaimana gemuruh rasa yang ku tanggung ... Andai saja kau berada di posisiku sekarang, belum tentu kau mampu berta
Bab 46 "Nak, hati-hati di negeri orang. Fokuskan niatmu kepada tujuan. Doa ibu menyertai," Jonathan memeluk Abraham orang sebelum melepaskan putranya pergi. "Tentu, Bu. Terima kasih atas doa tulus ibu," Kemudian setelah itu secara bergantian Brandy mengucapkan salam perpisahan untuk sang kakak. "Semoga sukses ya, Kak. Kami selalu mendoakan yang terbaik buat Kak Abraham," "Amin terima kasih doanya. Jangan lupa jaga Ibu dan Ayah selama aku tidak di sini. Dan jaga si Mera. Ingat, di dalam perutnya sedang tumbuh seorang calon pewaris besar keluarga kita," Abraham mengucapkan kata-kata dengan nada bersungguh-sungguh. Mera berusaha mengulas senyum dengan kebersamaan mereka. Senyum yang sangat berlawanan jauh dengan suasana hatinya sedang di dominasi oleh kepiluan. "Mera ...," satu tang
Bab 47 "Sayang, besok pagi kita langsung pulang ya. Dua malam sudah cukup untuk kita liburan, aku pikir liburan hanya akan membuang waktu sia-sia dan juga merepotkanmu" celetuk Mera. "Untukmu kenapa harus merasakan repot, Mera," tanggap Brandy. "Aku ingin melihatmu menikmati masa-masa kehamilan dengan moment-moment indah kebersamaan. Bukankah ibu hamil seharusnya selalu berada dalam keadaan nyaman? Aku ingin bisa membuatmu bahagia, Mera. Apalagi ... Apalagi dari kemarin aku perhatikan kau sedikit murung. Apa kah ada yang menjadi beban pikiranmu? Ceritakan padaku ... Aku akan berusaha untuk menjadi teman yang akan mendengarkan segala keluh kesahmu," Brandy bertutur pelan dan penuh perhatian. Mera merenung. 'Apa yang bisa ku katakan untuknya? Jika jujur, maka sama saja dengan men
Bab 48Laki-laki kekar itu begitu kebingungan. Hingga ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan.Drrt ..."Kak," sebuah pesan kembali muncul di layar ponsel.Abraham merasa gelagapan."Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan?"Serta merta laki-laki itu memperhatikan kembali foto yang barusan ia kirimkan kepada sang adik."Astaga ... Ya Tuhan ... mengapa aku sebegini tidak berhati-hati. mengapa aku tidak perhatikan terlebih dahulu sebelum mengirimkan foto ini padanya?" tak urung pikirannya semakin tidak menentu.Di antara rasa malu, gelisah, dan bingung melebur menjadi satu.Namun, Abraham segera sadar bahwa ia tidak boleh bersikap aneh di mata Brandy, sehingga busa membuat adiknya tersebut curiga."Foto mana yang kamu maksud Brandy?" Karena bingung itulah pesan balasan yang Abraham kirimkan."Itu Kak, coba kakak perhatikan foto yang barusan saja kakak kirim ke saya! Lihat! di sana ad
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is