Isabella Montague memeriksa kebutuhan rumah tangga, ada yang tidak beres. Pengeluaran bulan lalu tiga kali lipat dari biasanya. Dia yakin kalau dia dan suaminya tidak memerlukan sebagian besar barang-barang yang ada di dalam list bulanan.
“Kenapa jadi sebanyak ini?” tanya Isabella.Kepala pelayan menunduk. “Nyonya besar dan Nona muda berkata bahwa mereka membutuhkan semua barang-barang itu.”Sebelumnya, Isabella hanya tinggal bersama Ethan dan kakek, tetapi semenjak kakek telah tiada, mertua serta adik iparnya ikut tinggal bersama di rumah ini. Isabella belum mendapatkan kabar, kapan mereka akan pergi.Isabella tidak begitu senang dengan keberadaan dua orang itu. Menurutnya, mereka suka menghamburkan uang. Dia tidak bisa mengeluh pada suaminya karena saat ini merupakan waktu yang tidak mudah bagi suaminya. Ethan harus menangani perusahaan seorang diri, berbeda dengan dulu di mana hanya perlu menjalankan perintah kakek saja.Maka dari itu, dia ingin menjadi istri yang dapat diandalkan. Tidak tahu bagaimana masa depan nanti, seharusnya mereka lebih bijak menggunakan uang dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.“Aku akan membicarakan hal ini pada mereka.”“Isabella! Isabella!”Teriakan yang memanggil namanya membuat Isabella mengerutkan dahi. Dia pun beranjak dari ruang pantri untuk melihat Charla yang saat ini tampak buruk ekspresinya. Hal apa yang membuat adik ipar terlihat sangat kesal?“Kau tidak memiliki telinga, Isabella? Aku memanggilmu sejak tadi!”“Charla, ada apa?”“Berhenti menyebut namaku dengan ekspresi seolah kita sangat dekat!”Isabella memutar mata ke atas, ini salah satu alasan kenapa dia tidak ingin menampung ibu mertua dan juga Charla. Mereka cukup suka memerintah dan tidak memiliki sikap hormat.Charla melipatkan tangan di dada. “Kau sudah melakukan permintaanku?” tanyanya dengan nada arogan.“Aku sudah meminta pelayan untuk melakukannya.”Isabella menoleh pada kepala pelayan yang berdiri tidak jauh di belakangnya. “Apa kau sudah melakukannya?”“Sudah, Nyonya.”“Apa?! Kau meminta pelayan mengisi bathtub dengan tangan mereka yang menjijikkan itu?”Isabella tersentak, begitu pula dengan para pelayan yang sedang bekerja tidak sengaja mendengar ucapan Charla. Para pelayan sudah pasti tersinggung dengan perkataan anak berusia 22 tahun itu.“Aku harus mengerjakan hal lain. Jadi, tidak sempat mengisi bathtub, ditambah itu juga bukan merupakan tugas seorang nyonya di rumah ini. Kau bisa meminta tolong pada pelayan untuk ke depannya,” tegas Isabella.“Hah? Kau sedang menyombongkan diri dengan status yang belum lama kau emban itu?!” Charla tertawa sambil bertepuk tangan. “Luar biasa!”“Kenapa pagi hari sudah begitu ribut?”Seorang wanita paruh baya muncul, dia adalah orang yang harus Isabella hormati yaitu ibu mertua. Orang yang melahirkan Ethan Sinclair dan dia merasa harus berterima kasih padanya karena sudah membesarkan seorang putra yang begitu tampan dan juga baik hati.“Lihatlah, menantu Ibu yang suka mencari muka di depan kakek dan kakak ini. Aku hanya meminta bantuan mengisi bathtub, tapi dia berkata, ‘itu bukan merupakan tugas seorang nyonya di rumah ini’. Memangnya, meminta tolong pada kakak ipar sendiri itu salah, Bu?”Isabella muak dengan drama kecil ini. Dia sadar kalau tidak mengambil langkah tegas, maka selamanya Ibu dan Charla akan terbiasa menganggap remeh dirinya.“Ibu, aku memeriksa pengeluaran bulanan dan telah melihat list barang yang tidak perlu. Bukankah saat ini kita harus berhemat? Ethan baru beradaptasi dengan cara kerja baru dan seharusnya kita bisa mendukung Ethan dengan tidak menghamburkan uang.”Charla melangkah maju, lalu berkata di depan wajah Isabella dengan geram, “Menghamburkan uang katamu?!”Isabella mengertakkan gigi, alisnya mengernyit dalam. “Jaga sikapmu pada istri kakakmu. Aku adalah orang yang harus kau hormati di rumah ini.”Ibu mertua menarik Charla agar segera menyingkir sehingga dia berganti posisi untuk berdiri di hadapan Isabella.“Kami belum lama tinggal di sini dan kau sudah mengeluhkan soal pengeluaran? Ethan memang bergantung padamu selaku istrinya, tapi bukan berarti kau bisa semena-mena dengan keluarganya. Aku yang membesarkan Ethan, sedangkan kau adalah orang baru yang berniat untuk menguasai rumah ini.”Ibu mertua mencengkeram bahu Isabella dengan kuat, membuat Isabella kesakitan oleh kuku panjang dipoles cat berwarna ungu. “Bukankah ucapanku benar? Kau seharusnya berkata jujur.”“Pikiran Ibu terlalu berlebihan.”“Berlebihan?” Ibu mertua menyeringai, semakin mencengkeram erat bahu Isabella. “Di hadapan kami, kau hanyalah rumput liar yang tumbuh di halaman. Cepat atau lambat, rumput liar yang merusak pemandangan itu akan dicabut juga.”Isabella menghadapi tatapan ibu mertua yang tajam. Dia kesakitan, tetapi tidak ingin mengekspresikannya. Ibu mertua dan Charla hanya akan merasa senang melihatnya menderita nanti.Ibu mertua menarik tangannya, lalu memeriksa kuku yang mungkin rusak sambil berkata, “Kami sudah lama tidak kemari, setidaknya perlakukan kami lebih baik atau kau akan kehilangan Ethan dan semua yang kau miliki sekarang.”Setelah berkata demikian, ibu mertua pun pergi. Charla yang sempat takut sudah mendapatkan keberanian kembali, lalu dia menatap Isabella dengan menantang.“Sangat tidak bisa diandalkan,” ucap Charla, pergi mengikuti sang ibu.Isabella tidak bisa memberikan perlawanan meski dirinya tidak melakukan kesalahan. Dia hanya tidak ingin mengecewakan Ethan hanya karena masalah sepele.“Bagaimana dengan kebutuhan rumah tangganya, Nyonya?”“Bersiaplah dan temani aku untuk membelinya.”“Baik, Nyonya Isabella.”**Ethan pulang bekerja pada malam hari, kedatangannya langsung disambut Isabella. Melihat suami sudah pulang, Isabella merasa kepenatannya hari ini lenyap.Bagaimana tidak? Suaminya tipikal pemimpin perusahaan seperti yang ada di dalam novel—tampan, kaya, cerdas, dan berwibawa. Dia tidak berbohong jika Ethan memiliki apa yang diinginkannya dari seorang pria.“Aku sudah mengisi bathtub untukmu.”“Terima kasih.”Isabella tersenyum, meletakkan tas Ethan di atas meja. Dia membantu untuk melepaskan jas, melipat dasi, lalu meletakkannya ke ruang ganti sebelum menghampiri Ethan kembali.“Apa semuanya berjalan lancar ketika aku pergi?”Isabella langsung menatap Ethan, ingin berkata kalau semuanya tidak baik-baik saja. Kalau bisa, dia ingin melimpahkan kekesalannya pada pembicaraan mereka semalam suntuk.Namun, dia juga tahu kalau dia tidak akan bisa. Ethan baru saja pulang setelah menghadapi banyak pekerjaan di kantor. Yang dibutuhkan suaminya saat ini adalah beristirahat, bukannya mendengar keluhan.“Tentu saja, semuanya berjalan lancar. Bagaimana denganmu? Apa pekerjaan di kantor berjalan lancar? Kau makan dengan baik, bukan?”Ethan menjawab semua pertanyaan itu dengan sekali anggukan. “Apa kau makan dengan baik?”“Aku juga makan dengan baik. Sekarang, mandilah sebelum airnya menjadi dingin. Aku akan menyiapkan pakaian ganti untukmu.”Saat Isabella akan pergi, Ethan dengan cepat meraih tangan sang istri dan berkata, “Tunggu sebentar.”Isabella menatap Ethan dengan heran. “Ada apa? Kau membutuhkan sesuatu?”Hai, buku ini sedang dalam tahap perbaikan. Maaf atas ketidaknyamanannya. Cerita full akan segera tersedia.
Isabella merasa canggung ketika ditatap begitu lama. Dia menebak-nebak, apa yang dipikirkan Ethan saat ini? Jika dilihat dari jarak mereka yang dekat, apa suaminya ingin melakukan percintaan dengannya? Dia sama sekali tidak keberatan kalau memang perkiraannya benar. Isabella menutup mata ketika Ethan menyentuh rambutnya, menyelipkannya ke belakang telinga. Sentuhan jemari yang tidak sengaja bersinggungan dengan kulit sangat lembut. Jujur saja, dia sangat menantikan tindakan Ethan selanjutnya yang kemungkinan besar akan mencium bibirnya. Dia tidak sabar dan juga penasaran, bagaimana Ethan akan memulai percintaan mereka. Sudah lama sejak mereka tidak melakukannya, karena duka yang sedang mereka hadapi—kematian kakek. Mungkin, sekarang adalah saat di mana mereka harus melupakan duka tersebut. Lama waktu berlalu, belum ada tanda-tanda Ethan akan menyentuhnya lebih jauh. Di saat mendebarkan itu, dia dapat mendengar bunyi air dari arah kamar mandi. Dia pun membuka mata perlahan untuk meli
Tabir sang surya mulai terbuka perlahan, mengirim sinar emas ke dalam bilik tidur. Angin sejuk pagi membelai wajah Isabella saat dia meraih kesadaran pertama. Denyut jantung mengiringi irama burung-burung yang berkicau di luar. Saat memalingkan wajah, dia melihat suaminya tengah tidur dengan tenang di sampingnya. Wajah yang tampan dihiasi senyum tipis membuat hati Isabella meleleh lagi pagi ini. Dalam momen itu, dia merasakan kebahagiaan dan cinta yang mendalam. Betapa beruntungnya dia memiliki Ethan. Isabella tidak ada niat mengganggu Ethan yang tampak sangat lelah. Dia jadi merasa bersalah telah membiarkan Ethan meneruskan percintaan di saat perusahaan sedang sibuk-sibuknya. “Aku akan membangunkanmu nanti. Kau bisa beristirahat lebih lama,” bisiknya. Dengan gerakan ringan, Isabella beranjak dari tempat tidur. Dia membasuh muka terlebih dahulu sebelum melangkah dengan hati-hati keluar kamar agar tidak membangunkan suaminya yang masih terlelap. Saat Isabella mencapai dapur, pandan
Ibu mertua dan Charla tersenyum di balik kepergian Isabella. Mereka sangat senang karena Ethan berpihak pada mereka. Dengan begini, mereka harap pernikahan dua orang itu segera berakhir. Ethan menyusul Isabella yang saat ini mengambilkan tas yang diletakkan sebelumnya di atas meja dan diserahkan padanya. Dia tidak dapat melihat wajah Isabella karena istrinya itu terus menunduk. Dari suara seperti pilek itu dia tahu kalau Isabella sedang menangis. Ethan menyentuh bahu Isabella, tetapi istrinya berusaha menghindar. Dia harus memakai cara yang sedikit keras agar mereka bisa saling menatap, dengan mendorong Isabella ke dinding. Barulah air mata itu dapat terlihat jelas. “Tolong tinggalkan aku, aku ingin sendirian sekarang,” pinta Isabella. Ethan meraih kedua tangan Isabella, mengamati luka yang didapat akibat perkelahian. Bukan hanya hasil dari menjambak rambut saja, ada juga tanda seperti cakaran dia temukan. Charla memang memiliki kuku panjang, berbanding terbalik dengan Isabella seh
Ethan baru saja menyelesaikan panggilan telepon. Tangannya mengepal erat, tidak terima dengan keadaan menyesakkan ini terus-menerus. Kali ini pun dia tidak tahu apa yang direncanakan Ibu dan Charla selanjutnya. “Sir Ethan, apa kita sudah bisa menghadiri rapatnya sekarang?” Sekretaris wanitanya berkata. “Sudah berapa lama kita terlambat?” “Lebih kurang sepuluh menit. Seluruh peserta rapat sudah hadir, tinggal menunggu Anda untuk memulainya.” “Bisakah mengambilkanku minuman terlebih dahulu?” Ethan yang sejak tadi menghadap jendela lebar dengan pemandangan kota dan gedung-gedung itu membalikkan badan, mukanya tampak pucat. “Anda baik-baik saja, Sir?” Saat sang sekretaris akan mendekat, Ethan kembali berkata, “Ambilkan minuman untukku sekarang juga,” perintahnya dengan suara tegas. “B—baik!” Saat sang sekretaris berjalan cepat keluar dari ruangan, Ethan duduk di kursi jabatan. Dia mengambil sesuatu dari dalam laci, sebuah botol obat. Hanya tersisa dua kapsul. “Sir Ethan! Maaf mem
Di tengah perjalanan, Isabella singgah ke salah satu toko yang ada di jantung kota untuk membeli pakaian sesuai dress code. Dia langsung mengenakannya dan keluar dari butik dengan penampilan yang bisa dikatakan jauh dari kesan seorang Isabella. “Pakaian yang Anda kenakan kini terlihat sangat cocok,” ucap pegawai toko. “Jangan bercanda. Pakaian ini terlalu terbuka dan membuatku jadi terlihat menyedihkan.” Pegawai itu langsung kikuk. “Saya akan mencarikan pakaian lain untuk Anda.” “Tidak perlu. Aku akan membeli ini. Berikan aku satu outer yang cocok.” Perkataan Isabella lain di mulut lain di hati, membuat sang pegawai kebingungan. “Anda akan membelinya? Bukankah tadi Anda berkata kalau—” Isabella menatap pegawai di depannya, lalu berkata, “Aku terburu-buru.” “Baik! Saya akan mengambilnya untuk Anda.” Isabella menunggu di dekat kasir. Outer yang dimintanya datang beberapa saat kemudian. Dia langsung mengenakannya. Selesai membayar, dia pun keluar dari toko dan berkendara kembali.
Ethan menarik selimut untuk menutupi tubuh Isabella. Pandangan matanya sendu, merasa sedih atas apa yang menimpa sang istri dan merasa begitu egois karena menahan istrinya agar tetap di sisinya saat dia tahu bagaimana perlakuan buruk yang diterima Isabella. “Sir Ethan.” Ethan menatap ambang pintu, sekretarisnya sedang menunggu. Dia hampir lupa kalau tadi berada dalam perjalanan. Saat dia mendapatkan kabar dari kepala pelayan, dia langsung meminta sopir berputar arah, itulah alasan kenapa akhirnya dia sampai di Midnight Muse. “Bisakah kau membatalkan semua jadwalku selanjutnya? Aku tidak berada dalam kondisi baik sekarang.” “Itu sulit, tapi saya akan mencobanya.” Ethan kembali menatap Isabella, menyentuh pipi istrinya itu dengan lembut. Dia langsung menjauh saat Isabella bereaksi akan sentuhannya. “Kita pergi sekarang,” ucap Ethan. Dia dengan cepat pergi dari kamar itu. Sebaiknya, Isabella tidak tahu kalau dia sempat datang ke Midnight Muse. Ethan dan sang sekretaris kembali ke m
Isabella mendengar suara ribut dari dalam rumah. Yang menjadi perhatiannya adalah di antara suara itu dia juga mendengar suara Charla. Untuk memastikannya, dia pun pergi ke sumber suara. Pada saat itulah dia berpapasan dengan ibu mertua dan juga adik ipar. “Charla ... bagaimana kau bisa ada di rumah? Bukankah sebelumnya kau diculik?” tanya Isabella dengan tampang heran bercampur tidak percaya. Ibu mertua memandang sinis. Dia berlalu pergi bersama Charla. Merasa diabaikan, Isabella segera meraih tangan Charla agar dirinya dapat menuntut penjelasan. “Kau ini bodoh atau apa?!” teriak Charla, menepis tangan Isabella. Isabella tercenung. Jika sebelumnya Charla bicara sopan, sekarang dia justru melihat sosok yang memeranginya. 180 derajat berbeda. “Kenapa kau berkata seperti itu padaku, Charla?” Charla melipatkan tangan di dada. “Berapa kali harus aku katakan padamu? Berhenti menyebut namaku dengan ekspresi seolah kita dekat!” Segera setelah itu, Charla menyentuh lengan ibunya. “Kita
Kini, Isabella berada di depan sebuah gedung. Ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki di tempat kerja suaminya. Dia sudah mengabari Ethan selama perjalanan, tetapi tidak ada balasan yang diterima sehingga tekadnya juga semakin bulat.“Oh, bukankah Anda istri Sir Ethan?”Isabella menoleh pada seorang wanita berpenampilan formal di sampingnya. Mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Lalu, siapa wanita itu?Wanita itu melihat kebingungan di wajah Isabella, lalu dia menunduk sedikit sambil mengurai senyuman. “Saya Olivia Mitchell, sekretaris Sir Ethan.”Isabella langsung membawa tatapannya ke atas dan ke bawah, mengamati Olivia yang tampak elegan. Dia tidak tahu kalau Ethan memiliki sekretaris yang cantik dan dia juga tidak pernah bertanya—entah kenapa dia jadi menyesal.Isabella mengedikkan dagu. “Ya, aku istri Ethan Sinclair. Kedatanganku kemari untuk bertemu dengan suamiku. Bisakah tunjukkan jalan menuju ruangannya padaku?”“Boleh saya tahu alasan kedatangan Anda?”Isabella merasa