Sara jengkel saat mantan suaminya tertawa, padahal dia sudah begitu serius. Apa yang lucu dari pertanyaannya?"Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu pada Gista.""Memangnya, apa yang aku lakukan tidak wajar?""Wajar. Itu pertanda kau benar-benar memiliki perasaan padaku. Begitu pula dengan aku yang merasa cemburu ketika dirimu pergi makan malam bersama pria lain."Sara mencebik, karena dia masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Waktu kebersamaan antara Rion dan Gista membayangi pikiran sampai membuat dia tidak tenang."Aku belum pernah ke rumahnya Gista. Dia memiliki banyak pertimbangan untuk perabotan, jadi meminta penilaianku melalui foto. Di sana aku melihat kalau dia pandai dalam menata barang, karena rumahnya pun sangat rapi dan nyaman untuk dipandang."Sara mengernyitkan alis. "Nyaman untuk dipandang?"Sara menyingsingkan lengan baju, lalu bangkit seraya meletakkan kedua belah tangan di pinggang."Aku akan membuatnya jauh lebih nyaman dipandang."Lagi-lagi sikap
Suasana semakin tegang sesaat Charla berseru. Dia benar-benar tidak menyukai bagaimana ibu dan anak ini berusaha mengambil keuntungan dari Rion, padahal sudah mencicipi dinginnya lantai penjara."Aku akan menyiapkan uangnya," ucap Rion.Sara terkejut, tidak pernah menyangka kalau keinginan ibu dan adik tiri ini akan dipenuhi. Dia hendak menghalangi, tetapi Rion menghentikannya.Malam itu Belinda dan Charla terpaksa menginap, karena tidak memiliki tempat tinggal. Hancur sudah harapan Sara yang menginginkan waktu bersama dengan Rion."Maafkan aku, Sara. Kau jadi harus kembali.""Tidak masalah. Aku hanya tidak habis pikir kalau kau akan memenuhi keinginan mereka setelah apa yang terjadi padaku dan juga padamu.""Aku sudah menyakitimu, karena membiarkan mereka masuk ke kehidupan kita kembali."Sara menggelengkan kepala. "Bukan itu masalahnya sekarang. Bagaimana kau akan menghadapi mereka selanjutnya? Apa ingin membuat kesepakatan agar aku mengembalikan warisan kakekmu? Aku akan meminta di
Rion mengusap dagu, memikirkan betul-betul perkataan Auris. Bukan berarti dia tidak ingin menikahi Sara, akan tetapi dia butuh waktu yang pas untuk mengajak mantan istrinya itu untuk berumah tangga kembali.Rion mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari dalam saku, lalu memperlihatkan isinya pada Auris. Itu adalah kotak usang yang berisi cincin pernikahannya dengan Sara sebelum mereka berpisah."Aku selalu membawanya di dalam saku dan selalu ragu untuk memberikannya pada Sara, di samping mencari waktu yang cocok, aku juga ragu apakah harus membeli cincin baru atau tidak."Rion mengeluarkan satu kotak lagi dari saku yang berbeda dan berkata, "Pada akhirnya, aku memesan yang baru dan tadinya ingin aku berikan, tapi suasana hati Sara tampak tidak baik. Aku rasa belum saatnya untuk memberikan cincin ini padanya.""Anda membawa dua kotak cincin dalam saku pada saat bersamaan?""Setiap hari. Aku memikirkan tindakan mana yang pas untuk menggambarkan ketulusanku. Mungkin, aku bisa mati sak
Lima tahun berlalu, kesuksesan semakin menghampiri Sara. Dia sudah berjuang sejauh ini untuk menaikkan harga diri sebagai seorang istri. Bukan hanya kehidupan di rumah, kehidupan di luar pun dia berhasil memperjuangkan dirinya.Sehingga nama Sara dikenal oleh banyak kalangan, bahkan kepopulerannya bisa dikatakan berada di tingkat atas Rion yang notabene lebih dulu menjalani kegiatan berbisnis."Melalui perencanaan, kita perlu mengidentifikasi hasil kerja yang diinginkan dan mengidentifikasi cara-cara untuk mencapainya. Perhatikan juga soal pengorganisasian, struktur pemberian tugas, pengalokasian sumber daya, pengaturan kegiatan secara terkoordinir kepada setiap individu dan kelompok agar dapat menerapkan rencana yang sudah disepakati," ucap Sara sesaat mengurungkan niat untuk menaiki mobil."Mama!"Sara menoleh ke sumber suara, menemukan Rion dan putri kecil mereka. Dia tersenyum dan mengakhiri panggilan telepon, lalu menghampiri dua orang yang sangat disayangi."Kau yang menjemputny
Isabella Montague memeriksa kebutuhan rumah tangga, ada yang tidak beres. Pengeluaran bulan lalu tiga kali lipat dari biasanya. Dia yakin kalau dia dan suaminya tidak memerlukan sebagian besar barang-barang yang ada di dalam list bulanan. “Kenapa jadi sebanyak ini?” tanya Isabella. Kepala pelayan menunduk. “Nyonya besar dan Nona muda berkata bahwa mereka membutuhkan semua barang-barang itu.” Sebelumnya, Isabella hanya tinggal bersama Ethan dan kakek, tetapi semenjak kakek telah tiada, mertua serta adik iparnya ikut tinggal bersama di rumah ini. Isabella belum mendapatkan kabar, kapan mereka akan pergi. Isabella tidak begitu senang dengan keberadaan dua orang itu. Menurutnya, mereka suka menghamburkan uang. Dia tidak bisa mengeluh pada suaminya karena saat ini merupakan waktu yang tidak mudah bagi suaminya. Ethan harus menangani perusahaan seorang diri, berbeda dengan dulu di mana hanya perlu menjalankan perintah kakek saja. Maka dari itu, dia ingin menjadi istri yang dapat diandal
Isabella merasa canggung ketika ditatap begitu lama. Dia menebak-nebak, apa yang dipikirkan Ethan saat ini? Jika dilihat dari jarak mereka yang dekat, apa suaminya ingin melakukan percintaan dengannya? Dia sama sekali tidak keberatan kalau memang perkiraannya benar. Isabella menutup mata ketika Ethan menyentuh rambutnya, menyelipkannya ke belakang telinga. Sentuhan jemari yang tidak sengaja bersinggungan dengan kulit sangat lembut. Jujur saja, dia sangat menantikan tindakan Ethan selanjutnya yang kemungkinan besar akan mencium bibirnya. Dia tidak sabar dan juga penasaran, bagaimana Ethan akan memulai percintaan mereka. Sudah lama sejak mereka tidak melakukannya, karena duka yang sedang mereka hadapi—kematian kakek. Mungkin, sekarang adalah saat di mana mereka harus melupakan duka tersebut. Lama waktu berlalu, belum ada tanda-tanda Ethan akan menyentuhnya lebih jauh. Di saat mendebarkan itu, dia dapat mendengar bunyi air dari arah kamar mandi. Dia pun membuka mata perlahan untuk meli
Tabir sang surya mulai terbuka perlahan, mengirim sinar emas ke dalam bilik tidur. Angin sejuk pagi membelai wajah Isabella saat dia meraih kesadaran pertama. Denyut jantung mengiringi irama burung-burung yang berkicau di luar. Saat memalingkan wajah, dia melihat suaminya tengah tidur dengan tenang di sampingnya. Wajah yang tampan dihiasi senyum tipis membuat hati Isabella meleleh lagi pagi ini. Dalam momen itu, dia merasakan kebahagiaan dan cinta yang mendalam. Betapa beruntungnya dia memiliki Ethan. Isabella tidak ada niat mengganggu Ethan yang tampak sangat lelah. Dia jadi merasa bersalah telah membiarkan Ethan meneruskan percintaan di saat perusahaan sedang sibuk-sibuknya. “Aku akan membangunkanmu nanti. Kau bisa beristirahat lebih lama,” bisiknya. Dengan gerakan ringan, Isabella beranjak dari tempat tidur. Dia membasuh muka terlebih dahulu sebelum melangkah dengan hati-hati keluar kamar agar tidak membangunkan suaminya yang masih terlelap. Saat Isabella mencapai dapur, pandan
Ibu mertua dan Charla tersenyum di balik kepergian Isabella. Mereka sangat senang karena Ethan berpihak pada mereka. Dengan begini, mereka harap pernikahan dua orang itu segera berakhir. Ethan menyusul Isabella yang saat ini mengambilkan tas yang diletakkan sebelumnya di atas meja dan diserahkan padanya. Dia tidak dapat melihat wajah Isabella karena istrinya itu terus menunduk. Dari suara seperti pilek itu dia tahu kalau Isabella sedang menangis. Ethan menyentuh bahu Isabella, tetapi istrinya berusaha menghindar. Dia harus memakai cara yang sedikit keras agar mereka bisa saling menatap, dengan mendorong Isabella ke dinding. Barulah air mata itu dapat terlihat jelas. “Tolong tinggalkan aku, aku ingin sendirian sekarang,” pinta Isabella. Ethan meraih kedua tangan Isabella, mengamati luka yang didapat akibat perkelahian. Bukan hanya hasil dari menjambak rambut saja, ada juga tanda seperti cakaran dia temukan. Charla memang memiliki kuku panjang, berbanding terbalik dengan Isabella seh